Curahan Hati Buya Syafii di Rakornas MPKU PP Muhammadiyah

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah– Majelis Pembina Kesehatan Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah menggelar Rapat Koordinasi Nasional Tahun 2020, di Hotel Eastparc Yogyakarta, 6-8 Februari 2020. Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 1998-2005, Buya Ahmad Syafii Maarif ikut memberikan kuliah umum dalam salah satu forum bertajuk “Muhammadiyah Membangun Kesehatan Bangsa” pada 7 Februari.

Buya Syafii menaruh harapan supaya rumah sakit yang dikelola Muhammadiyah semakin unggul dan senantiasa berkonstribusi besar bagi bangsa Indonesia. “Saya gembira melihat perkembangan PKU yang sangat luar biasa,” ujarnya. Kebesaran ini harus terus ditingkatkan, sehingga menjadi rujukan bagi semua kalangan, baik kelas paling bawah hingga yang paling atas. Belakangan, banyak kelas menengah atas yang memilih berobat ke luar negeri, seperti Singapura dan Malaysia.

Salah satu cara supaya mencapai kemajuan, kata Buya Syafii, adalah dengan terus meningkatkan performa dan memangkas birokrasi yang berbrlit-belit. “Birokrasi itu ruwet. Penyakit akut bangsa ini. Cara berpikir birokratis membuat kita tidak bisa maju.” Buya Syafii bercerita tentang beberapa kasus keruwetan birokrasi. “Ketimpangan sosial kita tidak begini kalau perilaku birokrat kita tidak begini,” katanya.

Sejarawan Universitas Negeri Yogyakarta ini menceritakan sekilas tentang awal mula berdirinya PKU Muhammadiyah. “Tahun 1923 berdiri RS PKU atas usulan Kiai Syuja. Awalnya ditertawakan dan ditentang oleh sebagian orang Muhammadiyah, haram, karena dianggap tasyabbuh dengan orang kafir. Beruntung Kiai Dahlan membela Kiai Syuja.” Tanpa keteguhan niat para generasi awal Muhammadiyah, mungkin sejarah bangsa ini di bidang kesehatan bisa berbeda.

Hari ini, RS PKU Muhammadiyah terus berkembang. “Kita sudah hebat, tapi perlu berbagi.” Buya Syafii berharap seluruh penggerak kesehatan di Muhammadiyah memahami sejarah perjalanan PKU dan Muhammadiyah itu sendiri. “Para dokter dan karyawan di PKU perlu paham Muhammadiyah dan bantu orang-orang miskin. Muhammadiyah hadir untuk membantu negara,” ujarnya.

Selain harus paham Muhammadiyah, para dokter dan karyawan PKU juga diharap paham agama. “Dokter perlu belajar dan paham agama. Ibnu Rusydi, Ibnu Sina, itu seorang fakih, dokter, seniman juga.” Meskipun tidak harus mendalam, setidaknya para penggerak kesehatan Muhammadiyah punya dasar pemahaman Islam Berkemajuan.

Buya Syafii juga berharap supaya para dokter, karyawan, dan warga Muhammadiyah secara umum untuk memperluas radius pergaulan. “Kiai Dahlan bergaul dengan pendeta, komunis, pastur. Bergaul dengan siapa pun. Jangan takut bergaul. Kekurangan orang Muhammadiyah itu pergaulannya terbatas.” Tanpa pergaulan, kita tidak tau ada orang lain yang lebih hebat dari kita. Kata Buya Syafii, jangan takut jika harus bekerjasama dengan nonmuslim, “Kemanusiaan itu satu.” (ribas)

 

Exit mobile version