YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta mengadakan diskusi publik bertemakan “Rape Culture di Lingkungan Kampus” pada Kamis (12/3), bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional. Kegiatan yang berlangsung di Aula Gedoeng Muhammadiyah Jalan Ahmad Dahlan menghadirkan Profesor Universitas Gadjah Mada yang pernah menangani Kasus Agni.
Prof. Dr. Muhajir Muhammad Darwin, MPA selaku Tim perumus regulasi regulasi terkait Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM ini memaparkan fenomena pasca kasus Agni, “peraturan terkait kekerasan seksual di UGM yang pelopori oleh professor-profesor dan dosen-dosen dianggap peraturan yang lemah dan di[erlemahkan.” Ia menambahkan bahwa pelemahan pertauran ini menjadi point bahwa kultur pemerkosaan dilingkungan kampus itu masih dilanggengkan.
“Implementasi terhadap peraturan yang keluar pada bulan februari tersebut hingga sekarang belum diimplementasi secara benar. Di UGM sendiri sudah ada klausul untuk mengadakan kampanye terkait gender dan membentuk tim yang didalamnya terdapat orang-orang yang pro gender lalu mereka diberikan mandat agar dapat meneruskan gagasan konsep keadilan gender dilingkungannya. Kemudian membentuk badan yang menangani tindakan preventif yang melakukan tindakan kuratif terhadap pelaku Tetapi hingga sekatang belum dilakoni.” Jelas Muhadjir
Muhadjir juga mejelaskan, Kasus-kasus pelecehan seringkali dianggap wajar. Dengan demikian korban-korban tidak berani speak up untuk menyuarakan permaslaahannya. Hal ini karna banyaknya anggapan bahwa itu smua merupakan kesalahan dari si korban (perempuan). Seharunya perempuan berani mengatakan tidak.
Pihak orangtua juga harus mengahargai dan menghormati concerntnya anak. Begitupun laki-laki sebagai pacar maupun sebagai suami. Sistem Pendidikan diindonesia juga yang ikut memperlemah concent culture diIndonesia.
Acara ini digelar sebagai respon munculnya kembali Kasus Kekerasan di Kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yang mana kasus tersebut muncul karena keberaian mengungkapkan. “Banyak sekali kasus kekerasan seksual di Kampus yang belum terungkap atau sekedar ditutuptutupi. sehingga kalau diabaikan. Kita termasuk kedalam orang yang melakukan Rape Culture” Jelas tati, Ketua Immawati DIY dalam sambutannya.
Fenomena rape culture baik dilingkungan kampus maupun dilembaga Pendidikan menjadi lazim karena kita seringkali menyepelakan perilaku kekerasan seksual, pelecehan seksual, budaya menyalahkan perempuan, menyalahkan korban dan melanggengkan budaya patriarki.
Oleh karena itu, Immawati DIY mengajak khalayak untuk bersama-sama menghilangkan Rape Culture. “Perlu adanya pendorongan terhadap masyarakat di lingkungan kampus dan lingkungan sosial agar sadar dan paham sehingga kedepannya dapat mencegah rape culture.”
Kita sebagai generasi penerus tentunya harus menghormati manusia lainnya harus berani speak up dan mengatan tidak. Dan tentunya sebagai kaum intelektual yang sadar harus terlibat aktif dalam merespon permasalahn-permalsahan seperti ini. (anonim/immdiy)