BANTUL, Suara Muhammadiyah–Bersama kesulitan banyak kemudahan. Kata Abah Lilik Riza dalam Kajian Malam Sabtu, Jumat, 13 Maret 2020 di Aula Gedung PWM DIY. Kajian mingguan oleh AMM Yogyakarta kali ini bertema “Mencoba Mengobati Luka Hati” yang menghadirkan Abah Lilik Riza, founder Omah Jejak Jiwa dan owner Mulia Parenting Jogja sebagai pembicara.
Di awal sesi, Lilik Riza mengatakan bahwa semua orang punya masalah.
Menurutnya, masalah adalah sesuatu yang wajar. Bahkan, dunia ini isinya adalah masalah. Namun yang menjadi permasalahan adalah persepsi terhadap masalah yang masih sering salah.
Untuk itu maka persepsi terhadap masalah itu tadi harus diluruskan terlebih dahulu. Menurutnya, untuk memahami masalah maka harus dipahami juga apa yang dirasakan terhadap masalah tersebut. Marah, sedih, jijik, kecewa, dan lain sebagainya. Setelah itu dari masalah tersebut harus ditemukan juga manfaat dari masalah tersebut.
Dalam menghadapi masalah, lebih baik dahulukan pikiran dari perasaan. Meskipun tentu saja segala perasaan yang dirasakan terhadap masalah yang sedang dihadapi adalah sebuah kewajaran. “Yang tidak wajar adalah ketika kita membelenggu diri dengan perasaan.”
Menurutnya, manusia terluka karena melemahkan diri. Sementara Allah tidak akan memberikan beban di luar batas kemampuan orang tersebut (Q.S Al Baqarah : 286). Orang yang terluka, menurutnya, adalah yang kondisinya lemah, “Karena dia melemahkan diri, ada fitrah yang dilanggar, ada ketentuan Allah yang dilanggar.”
Sedih itu wajar, namun yang menjadi masalah adalah jika dalam kesedihan tersebut manusia semakin memperdalam kesedihannya. Hal tersebut bisa dilakukan curhat pada orang yang salah, menonton film, dan mendengarkan lagu-lagu sedih. Padahal, beliau mengutip (QS. Ar-Ra’d:11), bahwa sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali mereka mengubahnya sendiri.
Luka hati sendiri terjadi bisa disebabkan oleh beberapa hal, seperti manusia yang melemahkan diri, tidak percaya bahwa mereka kuat, hingga Allah sendiri yang membuat mereka lemah tidak berdaya sehingga manusia sadar bahwa mereka memang tidak bisa apa-apa supaya mereka kembali bergantung pada kuasa tuhannya. Sedang, menurut beliau, Allah tahu apa yang manusia butuhkan.
Masalah juga datang karena beberapa hal, yang pertama adalah adanya ketidakcocokan antara harapan dan kenyataan. Kedua, idealisme manusia terlalu tinggi sehingga tidak bisa diwujudkan. Ketiga, manusia terlalu pragmatis dan kurang berprinsip dalam hidup. Terakhir, masalah juga bisa disebabkan karena manusia kurang berusaha dalam mewujudkan prinsipnya.
Abah Lilik Riza bercerita bahwa dalam perngalamannya berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki masalah, ada beberapa tingkat manusia dalam menghadapi masalahnya. Pertama adalah yang cukup meminta doa dan dukungan mental. Kedua adalah mereka yang meminta bantuan langkah awal untuk menyelesaikan masalahnya. Ketiga adalah mereka yang ingin masalahnya selesai tanpa peduli caranya, atau ingin masalahnya selesai secara instan. Dan yang paling parah adalah orang yang sudah mengalami masalah, tapi berharap masalah tersebut tidak pernah terjadi.
Sementara itu menurut beliau, masalah sendiri memiliki beberapa fungsi. Pertama melemahkan, kedua memberi tahu mana yang prioritas dalam hidup, ketiga untuk naik tingkat, dan untuk dihadapkan pada masalah baru. Oleh karena itu maka masalah tidak baik jika dipendam. Sebaiknya masalah dikomunikasikan dan segera diselesaikan. Masalah yang tidak segera diselesaikan dapat menguras banyak energi jiwa sehingga masalah berikutnya akan sulit diselesaikan karena tidak ada cukup energi untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Abah Lilik Riza mewanti-wanti supaya jangan jatuh cinta dalam keadaan galau. Sebab, menurut beliau, mata menjadi tidak jernih dalam memandang dan menilai orang lain. Apa yang kita nilai sangat baik ketika kita sedang merasa kecewa bisa jadi biasa saja dalam keadaan normal. Oleh karena itu, menyoal luka hati, Abah Lilik Riza mengimbau untuk segera move on. Sebab move on adalah sebuah ikhtiar untuk meninggalkan masa lalu dan memperjuangkan masa depan. (LHHS)