DPD IMM Serahkan Kajian RUU Omnibus Law kepada Wakil Ketua MPR

DPD IMM Serahkan Kajian RUU Omnibus Law kepada Wakil Ketua MPR

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Dalam rangka Milad Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah ke-56, DPD IMM DIY mengundang Wakil Ketua MPR RI Zulkifli Hasan sebagai pembicara malam puncak Milad, pada 14 Maret 2020, berlokasi di kantor Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Yogyakarta.

Tidak menyia-nyiakan kesempatan, Ketua Umum DPD IMM DIY, M. Hasnan Nahar memberikan hasil kajian terkait RUU Omnibus Law kepada Zulkifli Hasan yang juga sebagai Wakil Ketua MPR RI. “Ini hasil kajian kritis kami terhadap RUU Omnibus Law, terdapat poin-poin yang merugikan masyarakat dan menguntungkan elit, mohon dapat diterima untuk dapat disampaikan ke forum MPR dan DPR sebagai bahan pertimbangan”, ujar Hasnan.

“Saya terima, Inshaallah saya sampaikan”, ucap politisi Partai Amanat Nasional yang sering dipanggil dengan nama Zulhas itu.

Menurut kajian DPD IMM DIY, RUU Omnibus Law merupakan salah satu dari banyaknya kontroversi yang dibuat oleh pemerintah, setelah revisi UU KPK dan KUHP, dan terkesan tidak transparan dalam pembahasannya.

Berikut poin-poin dari RUU Omnibus Law yang bertentangan dengan kepentingan masyarakat berdasarkan kajian DPD IMM DIY:

  1. Lingkungan dan Tata Ruang

Kewenangan bidang perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup menjadi kewenangan Pemerintah Pusat

Pasal 23 angka 4 mengenai perubahan Pasal 63 UU Lingkungan Hidup

Kewenangan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dihilangkan padahal kemampuan pemerintah pusat dan segi kuantitas dari akses ke daerah di seluruh Indonesia sangat terbatas. Lantaran masalah lingkungan hidup sifatnya sangat site specific.

Pasal 23 angka 2 mengenai perubahan Pasal 20 ayat (3) UU Lingkungan Hidup

Persetujuan membuang limbah  ke media lingkungan harus mendapat persetujuan  Pemerintah Pusat.

 

  1. Ada pembatasan Akses masyarakat kepada informasi, pastisipasi dan keadilan

Pasal 23 angka 4 mengenai perubahan Pasal 24 ayat (5) UU Lingkungan Hidup

Izin lingkungan dihilangkan, diganti perizinan berusaha. Dengan demikian, semakin sempit akses masyarakat untuk melakukan upaya hokum terhadap keputusan yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan hidup.

Pasal 23 angka 3 mengenai perubahan Pasal 23 UU Lingkungan Hidup

Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang wajib Ambal yang  semula lebih jelas diatur dengan kriteria di Pasal 23 UU Lingkungan Hidup diubah menjadi hanya satu kriteria yang indikatornya abstrak.

Pasal 23 angka 18 mengenai perubahan Pasal 39 ayat (2) UU Lingkungan Hidup

Pengumuman keputusan kelayakan lingkungan diubah dari ‘dilakukan dengan cara yang mudah diketahui oleh masyarakat menjadi “dilakukan melalui system elektronik dan atau cara lain yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat”.

 

  1. Pegawasan dan pengenaan sanksi banyak yang dihapus

Pasal 23 angka 27-31

Pengawasan dan pengenaan sanksi administrasi atas pelanggaran bidang lingkungan hidup diamputasi dengan menghapus Pasal  72,73,74,75, serta mengubah Pasal 76.

Pasal 23 angka 35 mengenai perubahan Pasal 88 UU Lingkungan Hidup

Unsur “tanpa perlu pembuktiaan unsur kesalahan” dalam Pasal 88 UU Lingkungan Hidup dihapus. Hal ini berpotensi mengaburkan pengertian pertanggungjawaban mutlak (strick liability)

Pasal 23 angka 37 yang mengubah Pasal 98 dan 99 UU Lingkungan Hidup

Tindak pidana materiil diubah menjadi peningkatan dari sanksi administrasi denda terlebih dahulu yang ada batas maksimumnya.

 

  1. Banyak dibuka celah untuk menyesuaikan tata ruang tanpa melalui prosedur bakunya untuk kebutuhan kegiatan usaha.

Pasal 16

Pelaku usaha dapat mengajukan permohonan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfataan ruang untuk kegiatan usahanya kepada Pemerintah Pusat apabila pemerintah daerah belum membuat Rencana Detil Tata Ruang.

Pasal 15 ayat (15)

Pelaku usaha dapat langsung melakukan kegiatan usahanya, setelah mendapatkan konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang Pasal ini tidak mengatur keharusan adanya partisipasi public, uji kelayakan lingkungan dan perizinan berusaha yang final sebelum melakukan kegiatan usaha.

Pasal 18 angka 21 mengenai perubahan pasal 37 UU Penataan Ruang

Kewenangan persetujuan kegiatan pemanfaatn ruang diberikan kepada pemerintah Pusat. Hal ini menunjukkan Pemerintah Pusat semakin berkuasa dan  kewenangan menjadi sentralistik.

 

Exit mobile version