Judul : Mengenang Guru Politik Prof Dr Bahtiar Effendy MA
Penulis : Din Syamsuddin, Komaruddin Hidayat, dkk
Penerbit : UMJ Press
Cetakan : 1, Januari 2020
Tebal, ukuran : xi + 329 hlm, 14 x 21 cm
ISBN : 978-602-0798-50-9
Manusia ada menuju kematian, kata Martin Heideger. Kematian merupakan akhir dan sekaligus puncak eksistensi manusia. Adanya kematian menjadi dorongan supaya manusia mempersiapkan diri dan memberi makna pada hidup yang sementara. Kematian menjadi akhir, sekaligus menjadi awal dari kehidupan baru di alam berbeda. Kematian terjadi ketika roh berpisah dari jasad.
Menurut Heideger, ada dua jenis kematian. Pertama, off-liven, dimaknai sebagai kematian yang pasti datang pada semua makhluk. Termasuk di dalamnya kematian manusia, kematian binatang, kematian tanaman, kematian jam tangan, dan seterusnya, sebagai kematian yang tidak bisa dihindarkan.
Al-Qur’an mengingatkan bahwa kematian akan mengejar siapa saja, tanpa kecuali, di manapun dia berada. Tak ada manusia yang bisa menghindar dari kematian. Ketika waktunya tiba, malaikat akan datang mencabut nyawa. Dijelaskan antara lain dalam Qs Ali Imran ayat 145 dan 185, An-Nahl: 61, Al-Waqi’ah: 60, An-Nisa: 78, Az-Zumar: 30, Al-Munafiqun: 11.
Kedua, sterben, adalah suatu kematian yang direncanakan, kematian yang telah siap disongsong, ia telah memikirkan dan memilih jalannya menghadapi kematian. Kematian ini dihadapi bukan sebagai suatu kekalahan manusia menghadapi takdir. Kematian ini sebagai kematian yang siap dihadapi sebagai puncak kehidupan, ia telah menyelesaikan jatah waktu untuk mempersiapkan hari yang ditunggu-tunggu itu.
Wafatnya Ketua PP Muhammadiyah bidang Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri, Bahtiar Effendy pada 21 November 2019, diyakini sebagai kematian sterben. Bahtiar telah mempersembahkan hidup untuk pengabdian di jalan mulia. Sosok Bahtiar merupakan intelektual yang senantiasa mengerahkan daya akalnya untuk mencerdaskan sesama. Gagasan cemerlangnya ikut mewarnai kajian ilmu politik Islam. Pemikirannya tentang relasi Islam dan negara akan terus dijadikan rujukan. Kematiannya bisa jadi hanya kematian berpisahnya roh dari jasad, sementara peninggalannya terus abadi.
Buku ini berupa ziarah para kolega almarhum, yang menjadi saksi tentang jalan kehidupan Bahtiar. Penulisnya antara lain Abdul Mu’ti, Fachry Ali, Syaiful Bakhri, Azyumardi Azra, Achmad Jainuri, Hamid Basyaib, Ihsan Ali Fauzi, termasuk generasi muda semisal Ahmad Imam Mujadid Rais. Ada banyak cerita yang selama ini tidak diketahui publik, tentang sisi lainnya sebagai manusia biasa yang multidimensi.
“Mas Bahtiar Effendy adalah salah seorang pemikir yang gigih mempersiapkan pendirian Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII). Semangatnya yang tak pernah padam, wujud dari keikhlasannya yang penuh, sungguh mengagumkan,” kata Lukman Hakim Saifuddin, mantan Menteri Agama. Kata mantan Ketum Partai Golkar Akbar Tanjung, “Dia adalah seorang intelektual yang dalam komitmen keislaman dan keindonesiaannya sangat kuat.” Dubes RI untuk Lebanon, Hajriyanto Y Thohari menyebutnya sebagai penasehat politik. (muhammad ridha basri)