Salah satu protokol pencegahan Covid-19 adalah melakukan pembatasan jarak fisik (phsical distancing). Implikasi dari protokol ini dalam peribadatan adalah shalat lima waktu yang seharusnya kita laksanakan secara berjamaah di masjdi terpaksa kita laksanakan di rumah masing-masing. (Point 7 edaran PP Muhammadiyah tentang Tuntunan Ibadah Dalam Kondisi Darurat Covid-19)
Sekali lagi ini demi menghindari pelibatan dan konsentrasi banyak orang, agar terhindar dari mudarat penularan Covid-19.
Kalau shalat lima waktu harus kita lakukan di rumah, bagaimana dengan kumandang seruan azan? dalam hal ini, Majelis Tarjih PP Muhammadiyah berpendapat: Azan sebagai penanda masuknya waktu shalat tetap dikumandangkan pada setiap awal waktu shalat wajib dengan mengganti kalimat “ḥayya ‘alaṣ-ṣalah” dengan “ṣallū fī riḥālikum” atau lainnya sesuai dengan tuntunan syariat.
Hal ini sesuai dengan hadits-hadits Nabi saw sebagai berikut,
عن نَافِعٍ قَالَ أَذَّنَ ابْنُ عُمَرَ فِي لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ بِضَجْنَانَ ثُمَّ قَالَ صَلُّوا فِي رِحَالِكُمْ فَأَخْبَرَنَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْمُرُ مُؤَذِّنًا يُؤَذِّنُ ثُمَّ يَقُولُ عَلَى إِثْرِهِ أَلَا صَلُّوا فِي الرِّحَالِ فِي اللَّيْلَةِ الْبَارِدَةِ أَوْ الْمَطِيرَةِ فِي السَّفَرِ [رواه البخاري].
Dari Nāfi’ (ia meriwayatkan): Ibn ‘Umar pernah mengumandangkan azan di malam yang dingin di Dajnan, lalu ia mengumandangkan: ṣallū fī riḥālikum (shalatlah di kendaraan kalian). Ia mengabarkan kepada kami bahwa Rasulullah saw pernah menyuruh muazin mengumandangkan azan lalu di akhir azan disebutkan: Shalatlah di kendaraan kalian. Ini terjadi pada malam yang dingin atau pada saat hujan ketika safar [HR al-Bukhārī].
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ لِمُؤَذِّنِهِ فِي يَوْمٍ مَطِيرٍ إِذَا قُلْتَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، فَلَا تَقُلْ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ، قُلْ صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ قَالَ فَكَأَنَّ النَّاسَ اسْتَنْكَرُوا ذَاكَ فَقَالَ أَتَعْجَبُونَ مِنْ ذَا قَدْ فَعَلَ ذَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّي إِنَّ الْجُمُعَةَ عَزْمَةٌ وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أُحْرِجَكُمْ فَتَمْشُوا فِي الطِّينِ وَالدَّحْضِ [رواه مسلم].
Dari ‘Abdullāh Ibn ‘Abbās (diriwayatkan) bahwa ia mengatakan kepada muazinnya di suatu hari yang penuh hujan: Jika engkau sudah mengumandangkan asyhadu an lā ilāha illallāh (aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah), asyhadu anna muḥammadan rasūlullāh (aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah), maka jangan ucapkan ḥayya ‘alaṣ-ṣalāh(kemarilah untuk shalat), namun ucapkan ṣallū fī buyūtikum (shalatlah kalian di rumah masing-masing). Rawi melanjutkan: Seolah-olah orang-orang pada waktu itu mengingkari hal tersebut. Lalu Ibn ‘Abbās mengakatan: Apakah kalian merasa aneh dengan ini? Sesungguhnya hal ini telah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku (maksudnya Rasulullah saw). Sesungguhnya shalat Jumat itu adalah hal yang wajib, namun aku tidak suka memberatkan kepada kalian sehingga kalian berjalan di jalan becek dan jalan licin [HR Muslim].
(Mjr8)