Meski Darurat Covid-19, Shalat Harus Tetap Didirikan

Meski Darurat Covid-19, Shalat Harus Tetap Didirikan

Covid-19 dapat dikatakan telah mengubah segala hal. Untuk mencegah penyebaran sampar ini, pembatasan jarak fisik harus dilakukan secara disiplin. Kerumunan harus dihindari, sekolah terpaksa diliburkan, pertemuan ditunda, umrah dijeda, bahkan KUA pun meniadakan layanan akad nikah untuk sementara waktu. Semua harus tinggal di rumah masing-masing.

Walau begitu, ibadah shalat fardhu harus tetap dikerjakan setiap muslim. Mengapa demikian? Menurut Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, shalat lima waktu merupakan kewajiban agama yang harus dikerjakan dalam segala kondisi.

Hal ini sesuai dengan nas-nas berikut,

  1. QS. Al-Baqarah [2] ayat 43:

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ.

Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.

عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ … سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ خَمْسُ صَلَوَاتٍ كَتَبَهُنَّ اللَّهُ عَلَى الْعِبَادِ مَنْ جَاءَ بِهِنَّ لَمْ يُضَيِّعْ مِنْهُنَّ شَيْئًا اسْتِخْفَافًا بِحَقِّهِنَّ كَانَ لَهُ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدٌ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ وَمَنْ لَمْ يَأْتِ بِهِنَّ فَلَيْسَ لَهُ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدٌ إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ وَإِنْ شَاءَ أَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ [رواه أبو داود والنسائي وأحمد].

Dari ‘Ubādah Ibn aṣ-Ṣāmit (diriwayatkan bahwa) ia berkata: … Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: lima shalat diwajibkan oleh Allah atas hamba-Nya. Barangsiapa melakukannya tanpa melalaikan sedikit pun karena menganggap enteng, maka dia mendapat janji dari Allah untuk dimasukkan ke dalam surga, dan barangsiapa tidak mengerjakannya, maka ia tidak mendapat janji dari Allah. Jika Allah menghendaki untuk mengazabnya, Dia akan melakukannya, dan jika Dia menghendaki untuk memasukkannya ke dalam surga, Dia melakukannya [HR Abū Dāwūd, al-Nasā’ī, dan Aḥmad].

عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَتْ بِي بَوَاسِيرُ فَسَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الصَّلَاةِ فَقَالَ صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ [رواه البخاري].

Dari ‘Imrān Ibn Ḥuṣain ra (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Pernah penyakit wasir menimpaku, lalu aku bertanya kepada Nabi saw tentang cara shalatnya. Beliau saw lalu menjawab: Shalatlah dengan berdiri, apabila tidak mampu, maka duduklah dan bila tidak mampu juga maka berbaringlah [HR al-Bukhārī].

Hadits terakhir ini mengisyaratkan bahwa shalat lima waktu harus dilaksanakan dalam keadaan apa pun.

Sesuai Protokol Kesehatan

Walau begitu, dalam kondisi tersebarnya Covid-19 seperti sekarang dan yang mengharuskan perenggangan sosial (at-tabāʻud al-ijtimāʻī / social distancing), shalat lima waktu dilaksanakan di rumah masing-masing dan tidak perlu dilaksanakan di masjid, mushala, dan sejenisnya yang melibatkan konsentrasi banyak orang, agar terhindar dari mudarat penularan Covid-19.

Hal ini sesuai dengan sabda Nabi saw,

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ [رواه مالك وأحمد واللفظ له].

Dari Ibn ‘Abbās (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Tidak ada kemudaratan dan pemudaratan [HR Mālik dan Aḥmad, dan ini lafal Aḥmad].

Nabi saw juga menegaskan bahwa orang boleh tidak mendatangi shalat jamaah, meskipun sangat dianjurkan, apabila ada uzur berupa keadaan menakutkan dan adanya penyakit,

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَمِعَ الْمُنَادِيَ فَلَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ اتِّبَاعِهِ عُذْرٌ قَالُوا وَمَا الْعُذْرُ قَالَ خَوْفٌ أَوْ مَرَضٌ لَمْ تُقْبَلْ مِنْهُ الصَّلَاةُ الَّتِي صَلَّى [رواه أبو داود].

Dari Ibn ‘Abbās (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa mendengar azan, lalu tidak ada uzur baginya untuk menghadiri jamaah –para Sahabat bertanya: Apa uzurnya? Beliau menjawab: keadaan takut dan penyakit –, maka tidak diterima shalat yang dilakukannya [HR Abū Dāwūd].

Selain itu agama dijalankan dengan mudah dan sederhana, tidak boleh secara memberat-beratkan sesuai dengan tuntunan Nabi saw,

عَنْ أَبِي بَرْزَةَ الْأَسْلَمِيِّ قَالَ … قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْكُمْ هَدْيًا قَاصِدًا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ فَإِنَّهُ مَنْ يُشَادَّ الدِّينَ يَغْلِبْهُ [رواه أحمد].

Dari Abū Barzah al-Aslamī (diriwayatkan bahwa) ia berkata: …. Rasulullah saw bersabda: Hendaklah kamu menjalankan takarub kepada Allah secara sederhana –beliau mengulanginya tiga kali– karena barangsiapa mempersulit agama, ia akan dipersulitnya [HR Aḥmad].

Nabi saw juga menuntunkan bahwa perintah agama dijalankan sesuai kesanggupan masing-masing,

عن أبي هريرةَ عن النَّبيّ صلى الله عليه وسلم قَالَ … فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْء فَاجْتَنِبُوهُ وَإِذَا أمَرْتُكُمْ بأمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ [متفق عليه].

Dari Abū Hurairah, dari Nabi saw (diriwayatkan bahwa) beliau bersabda: … maka apabila aku melarang kamu dari sesuatu, tinggalkanlah, dan apabila aku perintahkan kamu melakukan sesuatu, kerjakan sesuai kemampuanmu [HR al-Bukhārī dan Muslim].

Adapun orang yang karena profesinya dituntut untuk berada di luar rumah, maka pelaksanaan shalatnya tetap memperhatikan jarak aman dan kebersihan sesuai dengan protokol kesehatan. Hal ini karena shalat wajib dilaksanakan dalam setiap keadaan sebagaimana ditegaskan di atas,  di samping harus menghindari sumber-sumber kemudaratan sebagai diingatkan dalam hadits yang telah dikutip di atas yang menyatakan, “Tidak ada kemudaratan dan pemudaratan.”

Shalat Jamak Bagi Petugas

Apabila keadaan amat menuntut karena tugasnya yang mengharuskan bekerja terus menerus memberikan layanan medis yang sangat mendesak, petugas kesehatan dapat menjamak shalatnya (tetapi tidak mengqasar apabila tidak musafir), sesuai dengan hadits Nabi saw,

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ جَمَعَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ خَوْفٍ، وَلَا مَطَرٍ. فِي حَدِيثِ وَكِيعٍ قَالَ قُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ لِمَ فَعَلَ ذَلِكَ قَالَ كَيْ لَا يُحْرِجَ أُمَّتَهُ [روا مسلم].

Dari Ibn ‘Abbās (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw pernah menjamak shalat Zuhur dan Asar dan shalat Magrib dan Isya di Madinah tanpa keadaan takut dan tanpa hujan. Dalam hadits Wakīʻ dikatakatan: Aku (Saʻīd Ibn Jubair) bertanya kepada Ibn ‘Abbās mengapa Rasulullah saw melakukan demikian? Ibn ‘Abbās menjawab: Agar tidak menyulitkan umatnya [HR Muslim].

Dalam hadits ini diterangkan bahwa Rasulullah saw pernah menjamak shalat di Madinah (artinya tanpa safar), tanpa takut, dan tanpa hujan. Dalam mensyarah hadits ini Imam an-Nawawī (w.676/1277) menjelaskan berbagai tafsir tentang maksud hadits ini, di antaranya beliau mengatakan,

Sejumlah imam berpendapat bolehnya menjamak shalat di tempat (tidak dalam safar) karena adanya keperluan untuk itu asal tidak dijadikan kebiasaan. Ini adalah pendapat Ibn Sīrīn dan Asyhab dari pengikut Mālik. Al-Khaṭṭābī meriwayatkan pendapat ini dari al-Qaffāl asy-Syāsyī al-Kabīr pengikut asy-Syāfiʻī dari Isḥāq al-Marważī bahwa ini adalah pendapat sejumlah ahli hadits. Pendapat ini juga dianut oleh Ibn al-Munżir dan didukung oleh zahir pernyataan Ibn ‘Abbās bahwa Rasulullah saw ingin untuk tidak menyulitkan umatnya” (An-Nawawī, Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim, V: 305].

(Mjr8)

Exit mobile version