Al-Muqaddim, Allah Maha Mendahulukan

Al-Muqaddim, Allah Maha Mendahulukan

Qaddim, artinya dahulu,terdahulu. Al-Muqaddim, yang Maha Mendahului. Keberadaan-Nya terdepan. Asma Allah urutan ke-72 dari 99 asmaul-husna ini, memiliki makna yang penting bagi manusia dan makhluk lainnya, yakni maha mendahului ruang dan waktu yang paling dahulu sekalipun.

Al-Muqaddim, Allah Maha Mendahulukan

Allah yang mendahulukan dan mengedepankan apa dan siapapun yang dikehendaki. Allah yang mendahulukan segala keinginan dan kebutuhan maklukNya. Manusia kalau dikehendaki Allah, maka menjadilah manusia terpilih sebagai yang terdepan, misalnya raja pilihan utama-Nya, disebut Al-Quddam.

Karakter Al-Quddam yang dimiliki raja tersebut, tentu jiwanya mengutamakan dan mengedepankan amanah kekuasaanya sesuai dengan hukum dan perintah-perintah Allah. Bukan mengutamakan diri dan keluarganya.

Ia membenarkan keberadaan kekuasaan dan keagungan Allah, sebelum mementingkan rakyatnya. Allah memberikan amanah kepadanya untuk menjaga kebenaran, amanah yang dipikulkan kepadanya tentu diutamakan penuh dengan ketaatan dan keamanahan.

Kaki kita juga dinamakan qadam, karena kakilah yang menggerakkan tubuh manusia,untuk berjalan kedepan. Tanpa kekuatan kaki, manusia tidak bisa melangkah untuk meraih masa depan. Bahkan, akal sehat kita amat suka mengedepankan kemajuan bagi diri manusia, agar tak ketinggalan dari makhluk lainnya.

Dari nama agung Al-Muqaddam inilah, Allah berkenan mendahulukan hamba-hambanya yang sholih. Mereka dijamin rezekinya, dikuatkan iman dan Islamnya dunianya dan akheratnya. Sementara manusia yang durhaka kepada Allah, tak akan diperhatikan dan tak mungkin didahulukan kebutuhan jiwanya. Yakni jiwa yang mutmainah, yang berkah dan dicondongkan ke jalan surgaNya.

Demikian para penyeru kebenaran Islam, akan dimudahkan dakwahnya dengan ilmu-Nya, dadanya diperluas, jiwanya diperkuat, fisiknya disehatkan, keluarganya disakinahkan dan masyarakatnya dimakrufkan dan negaranya tayyibahkan. Di sepanjang hidupnya dikarunia ruh fastabiqul khairat, yakni berlomba dalam hidup yang uatama atau kebaikan-kebaikan.

Jiwa fastabiqul khairat menjadi titik picu semangat dalam mencari ridha Allah. Hatinya sangat gembira dan merasa ringan dalam berkompetisi untuk kebaikan hidup dan kehidupannya.

Orang yang didahulukan kebaikannya oleh Allah, dadanya tidak sesak, jiwanya tidak gentar untuk menyuarakan kebenaran agama Allah. Karena mereka, orang-orang beriman itu merasa sudah mendapatkan jalan pusaran hidup atau kiblatnya, yakni Islam yang mencerahkan, yang memajukan dan menyelamatkan mereka dunia akherat.

Mereka terinspirasi firman Allah, perihal siap berkompetisi dalam melaksanakan kebenaran Islam, yakni Q.S. Al-Baqarah ( 2 ) : 148

Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Jiwa qadam yang merasuki jiwanya membawanya kepada sifat mendahulukan apa yang utama dan mengutamakan apa yang didahulukan, yakni dalam menghampiri hari esok seperti yang difirmankan Allah dalam Q.S. Al-Hasyr ( 59 ) : 18 “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Orang-orang yang didahulukan dan diutamakan Allah, di sepanjang hidupnya, siang dan malamnya, sakit dan sehatnya, kaya dan miskinnya, tua dan mudanya, serta sempit dan longgarkan selalu berdoa kepada Allah, agar nantinya benar-benar di bimbing Allah dalam hidup dan kehidupannya.

Doa baginya menjadi senjata ampuh untuk menjaga keistiqomahannya. Setiap malam bermunajat kepada Allah agar menjadi hamba terdepan, didahulukan Allah dan tidak dibelakangkan-Nya. Demikian untaian doanya:

“Ya Allah, ampunilah aku menyangkut dengan apa yang kudahulukan dan yang kubelakangkan, apa yang aku kerjakan dari dosa dan apa yang aku abaikan dari kewajiban.Ampunilah aku menyangkut dengan apa yang kurahasikan dari pelanggaran dan apa yang aku nyatakan dari kebaikan yang disertai riya’. Engkau Yang Maha Mendahulukan dan Maha Mengakhirkan, lagi Engkau Maha Kuasa dari segala sesuatu”.

Ketua Majlis Tarjih dan Tajdid PCM Sumberlawang, Mengelola Jamaah Pengajian Maskumambang Mujahadah Sragen

Exit mobile version