Oleh: Faozan Amar
Salah satu tujuan dari pernikahan adalah membentuk keluarga yang sakinah, atas dasar mawadah warahmah. Proses menuju sakinah dimulai dari memilih seseorang yang akan dijadikan pasangan hidup dalam rumah tangga. Kriterianya, sebagaimana tuntunan Nabi Muhammad Saw, adalah karena harta, keturunan, kecantikan, dan agama. Dan yang paling bagus adalah karena agamanya.
Sakinah (Arab) berarti ketenangan hati atau kehebatan dan sering ditafsirkan dengan bahagia dan sejahtera. Akar katanya adalah sakana yang berarti tenang, tidak bergerak, diam atau betah (Jawa). Lafaz sakinah, sebagaimana tercantum dalam suratal-Taubah ayat 26 diterjemahkan dengan ketenangan, yakni Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, berarti rasa tenang yang datangnya berasal dari Allah Swt.
Dalam KBBI disebutkan bahwa sakinat, berarti damai, tenteram. Jadi, keluarga sakinah adalah keluarga yang tenang, tenteram, damai, dan memuaskan hati, bagi semua anggotanya. Makna lain dari kata sakinah, dikembangkan dari kandungan al Qur’an dalam surat al-Rum ayat 2 yang menunjukkan makna bahwa rasa tenteram dalam keluarga dimulai dari adanya rasa mawaddah dan rahmah antara suami dan isteri. Ayat tersebut biasanya dicantukan dalam kartu undangan pernikahan, sebagai salah satu alasan dan tujuan dari pernikahan yang akan dilaksanakan oleh kedua mempelai.
Keluarga sakinah adalah suatu bangunan keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mendapat ridla dari Allah SWT, dan mampu menumbuhkan rasa kasih sayang pada anggota keluarganya sehingga mereka memiliki rasa aman, tenteram, damai dan bahagia dalam mengusahakan tercapainya kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Kebahagian di dunia, biasanya ditandai dengan terpenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan bagi semua keluarga. Kebahagiaan anggota keluarga sakinah juga ditandai dengan kesehatan jasmani rohani, jiwa raga, dan fisik mentalnya. Sehingga dapat beribadah, bekerja dan belajar dengan sempurna, sebagai bekal untuk meraih kebahagian dunia akhirat.
Ada 5 (lima) prinsip yang dikembangkan dalam konsep keluarga sakinah (Afni Rasyid dkk, 2013), yakni; Pertama, orientasi ilahiyah dalam keluarga , yakni seluruh anggota keluarga menyadari bahwa semua proses dan kegiatan serta keadaan kehidupan keluarga harus berpusat pada Allah Swt. Artinya segala sesuatu yang diperbuat harus mengikuti aturan Allah Swt, pengakuan yang tulus dan ikhlas bahwa semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah, Allah adalah asal dan tujuan hidup. Sehingga ketika menghadapi musibah, disamping berikhtiar juga bertawakal memohon kepada Allah Swt agar diberi ketabahan dan musibah segera berlalu.
Kedua, pola keluarga luas adalah bahwa dalam satu keluarga tidak hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak sebagai keluarga inti, tetapi dapat terdiri dari ayah, ibu, anak, kakek nenek, cucu, paman dan bibi. Artinya, nafkah mereka semua harus diperhatikan dan menjadi tanggung jawab kepala keluarga. Karena itulah, bagi yang telah memiliki penghasilan diwajibkan untuk segera menikah, sebab dianggap telah mampu memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya, begitupun sebaliknya.
Ketiga, pola hubungan kesederajatan adalah hubungan antar anggota dalam keluarga bersifat egaliter. Hubungan ini berdasarkan kepada prinsip bahwa semua manusia, baik laki-laki maupun perempuan adalah sama, yakni sama-sama sebagai makhluk Allah, yang membedakannya adalah taqwa. Karena itu, tidak boleh diskriminatif berdasarkan pada jenis kelamin, sebab akan menimbulkan kecemburuan diantara anggota keluarga. Semua diberi kesempatan yang sama, baik dalam mengenyam pendidikan maupun berkarir, sehingga dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara maksimal.
Keempat, menjadikan mawaddah wa rahmah sebagai perekat tali-temali yang menjadi pengikat perkawinan. Mawaddah wa rahmah adalah keadaan jiwa yang diliputi oleh rasa cinta dan kasih sayang, dan ia sekaligus mengandung substansi perasaan lekat secara sukarela pada orang lain, peduli, rela berkorban, menjaga dan melindungi orang tersebut beserta dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya. Sehingga tercipta kenyamanan bersama.
Kelima, Kebutuhan hidup sejahtera dunia dan akhirat harus dapat dipenuhi oleh keluarga. Untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhan tersebut, sebaiknya dilihat terlebih dahulu potensi dasar manusia yang bersifat fitrah, yakni pemberian langsung dari Allah sebagai karuniaNya. Adapun potensi yang ada pada manusia adalah ilahiyah, ibadah, jasadiyah, aqliyah, dan khalifah. Semuanya harus dioptimalkan, guna untuk mewujudkan keluarga sakinah.
Kelima prinsip tersebut, apabila benar-benar dikembangkan dalam sebuah keluarga sakinah, maka ketika ada himbauan social dan physical distance atau bahkan lockdown dalam bentuk Pembatasan Sosial Berkala Besara (PSBB) dari pemerintah, yakni suatu pembatasan untuk memutus mata rantai penyebaran wabah Covid-19 dengan menjauhi kerumunan, menjaga jarak dan tetap di rumah, dapat ditaati oleh seluruh anggota keluarga sakinah. Sebab, sebuah keluarga yang sakinah tentu saja akan merasa tenang, nyaman, aman dan betah untuk tinggal di rumah bersama orang-orang tercinta dengan penuh kasih sayang.
Sehingga, keluarga yang sakinah dapat mencegah wabah Covid-19, agar tidak semakin meluas. Keluarga sakinah juga akan terhindar dari penyebaran virus Corona, karena terlindungi oleh diri dan keluarganya dengan tetap betah tinggal di rumah. Karena, disinyalir selama ini penyebab penyebaran virus adalah berkumpulnya masyarakat, baik karena urusan ibadah maupun muamalah. Hingga akhirnya wabah makin meluas dan sulit dicegah.
Karena itu, wabah Covid-19 yang sedang dialami dunia, khususnya di Indonesia yang penduduknya Muslim terbesar di dunia, merupakan ujian bagi keluarga-keluarga yang dibangun selama ini, apakah sakinah atau bukan. Jika sakinah, tentu saja akan merasa aman, nyaman dan menggembirakan berkumpul bersama keluarga di rumah, karena terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan dan papan. Apalagi bisa salat berjamaah lima waktu di rumah. Begitupun sebaliknya.
Maka, wabah Covid-19 yang sedang melanda negara ini dapat dijadikan sarana muhasabah dan introspeksi dari ketahanan keluarga sakinah. Apakah akan mampu mencegah wabah atau malah sebaliknya terpapar wabah Covid-19. Wallahualam.
Faozan Amar, Dosen Ekonomi Islam FEB UHAMKA dan Sekretaris Lembaga Dakwah Khusus PP Muhammadiyah