Mau Jadi Followers atau Trendsetter?

Mau Jadi Followers atau Trendsetter?

Followers dalam bahasa Indonesia berarti pengikut, penyokong, pengiring, ekor, penurut, orang, penganut, pembutut, iringan. Sedang Trendsetter mengandung makna tren, mode masa kini, gaya masa kini yang menjadi pusat, bagian tengah, senter atau titik pusat. Lalau, Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) mau pilih jadi followers atau trendsetter?

Untuk menjadi followers, para pimpinan dan karyawan AUM tidak perlu ribet dan kerja keras. Cukup meniru konsep yang sudah ada, dijalankan tanpa perlu mengembangkan atau mengotak-atiknya. Tapi ketika meneguhkan diri untuk menjadi trendsetter, maka kreasi dan inovasi harus selalu dimunculkan. Bukankah dalam Muhammadiyah itu melekat identitas sebagai organisasi pembaharuan sehingga dikenal dengan sebutan modern? Itulah sejatinya trendsetter yang didalamnya selalu melekat semangat pembahruan, spirit tajdid.

Pertanyaan inilah yang sebenarnya ingin dijawab oleh Isa Iskandar Kepala SMA Muhammadiyah 10 Gresik Kota Baru (GKB) saat dirinya masih menjadi Kepala SMP Muhammadiyah 12 GKB. Sudah tentu, Iskandar bersama keluarga besar sekolah Muhammadiyah tersebut ingin melahirkan sekolah trendsetter bukan sekedar sekolah followers.

Lalu terobosan apa saja yang dilakuakan? Isa Iskandar sering menyebutkanya dengan istilah re engineering kurikulum atau rekayasa kurikulum. Yaitu utak-utik kurikulum yang intinya menentukan isi kurikulum dan memanajemen kebutuhan waktu. Terkait dengan isi kurikulum lebih mudahnya adalah menyaring seluruh keinginan pemegang kebijakan, baik pemerintah maupun organisasi, kemudian memerasnya menjadi satu bagian yang integratif.

Misalnya, Isa mencontohkan, menyatukan Ismuba, khusussnya kemuhammadiyahan dan keislaman dengan mata pelajaran PKN (Pendidikan Kewarga Negaraan). Atau kalau di Jawa Timur itu ada muatan lokal PLH (Pendidikan Lingkungan Hidup) yang kemudian dipadukan dengan IPA. Sehingga tidak ada pengulangan dan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain saling bersinggungan.

Dari penyatuan atau peringkasan berbagai mata pelajaran itu, Isa melanjutkan, jam belajar siswa menjadi lebih pendek dan sekolah memiliki sisa jam pelajaran yang belum terpakai. Sisa jam pelajaran tersebut kemudian digunakan untuk praktik lapangan, observasi kasus, bermain produktif, dan berkarya. “Karena berhasil memadukan mata pelajaran, pembelajaran dalam kelas anak-anak (SMP Muhammadiyah 12 GKB) hanya berlangsung selama dua hari, Senin dan Selasa. Sisanya, Rabu hingga Jum’at, diisi dengan praktik lapangan, observasi kasus, bermain produktif, dan berkarya.

Lalu bagaimana menyiapkan siswa untuk menghadapi ujian sekolah? Untuk mengatasi ini, Isa mewajibkan guru untuk membuat materi pembelajaran berbasis digital atau e-learning. “Tentu e-learning yang menarik dengan gambar dan video, dan gampang dipahami,” jelasnya. E-learning ini bisa diakses oleh siswa kapan saja dan dimana saja. Hasilnya, tahun pertama diterapkan, SMP Muhammadiyah 12 GKB menjadi sekolah dengan nilai rata-rata UN tertinggi se-Gresik.

Kini SMP Muhammadiyah 12 Gresik menjadi sekolah favorit sekaligus sekolah unggulan dan sekolah percontohan nasional. Hal serupa pula yang akan dibangun Isa Iskandar di SMA Muhammadiyah 10 GKB yang sekarang ia nahkodai. Dan perubahan itu sedang dimulai. (gsh).

Exit mobile version