Oleh: Nyoto Suseno, Kepala Lembaga Penjaminan Mutu UM Metro
Muhammadiyah secara harfiah dapat diartikan sebagai pengikut Muhammad Rusululloh SAW. Persyarikatan Muhammadiyah adalah gerakan dakwah amar makruf nahi mungkar, yang dalam perjuangan dakwahnya sesuai amanah hasil muktamar ke-47 di Makasar meliputi 3 pilar perjuangan, yaitu pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Pilar pendidikan dalam gerakan dakwah Muhammadiyah sudah dilaksanakan sejak dari awal Muhammadiyah berdiri, melalui Amal Usaha Muhammadiyah. Muhammadiyah telah menyelenggarakan bidang pendidikan formal mulai dari tingkat TK/RA hingga Perguruan Tinggi. Jumlah sekolah muhammadiyah di Indonesia juga sangat banyak, sesuai data pada Muhammadiyah Database, jumlah TK/TPQ 4.623, jumlah SD/MI 2,604, jumlah SMP/MTs 1.772 sekolah, SMA/MA sebanyak 1.143 sekolah dan Perguruan Tinggi sebanyak 172 Perguruan Tinggi Muhammadiyah/PTM.
Kurikulum pendidikan Muhammadiyah selama ini selalu mengikuti Kurikulum Nasional yang dikembangkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Kurikulum di Indonesia pengembangannya selalu diarahkan atau berorientasi terhadap tujuan (Taxonomies of Educational Objectives), dengan menggunakan taksonomi Bloom. Perkembangan Kurikulum pendidikan di Indonesia dari 1945 sampai saat ini sudah mengalami berbagai perubahan, diantaranya: kurikulum 1952, 1974, 1975, kurikulum 1984 dengan pendekatan proses skills dan dikenal istilah satuan pelajaran, berubah lagi tahun 1994 dengan kurikulum yang dikenal dengan kurikulum Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), tahun 2004 dikenal Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), tahun 2006 lahir Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP dan tahun 2013 lahir kurikulum duaribu tigabelas. Meskipun terjadi beberapa kali perubahan kurikulum, namun kurikulum di Indonesia selalu dirumuskan berdasarkan taksonomi Bloom. Rasanya sangat sulit bagi para guru dan penggiat pendidikan untuk lepas dari Taksonomi Bloom.
Taksonomi Bloom menggambarkan potensi manusia yang meliputi aspek kognitif (pengetahuan), psikomotor (keterampilan) dan afektiv (sikap). Kodrat Manusia dilengkapi dengan Jiwa dan Raga yang sempurna, sehingga potensi yang dimiliki meliputi raga fisik, akal pikiran dan hati nurani. Potensi tersebut yang akhirnya mencakup keterampilan dari potensi raga fisik, pengetahuan dari akal fikiran dan sikap yang dihasilkan dari hati nurani. Dengan demikian rasanya memang Taksonomi Bloom sudah sesuai untuk dijadikan sebagai acuan dalam pendidikan untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, serta mampu bersaing dan berkarya dalam kehidupan sehari-hari.
Pembagian atau pengkaplingan dari Taksonomi Bloom ini memang tampaknya sudah sangat sesuai, namun kaplingan ini tentu tidak bisa berdiri sendiri, misalnya seseorang untuk memiliki sikap yang baik, maka dia harus memiliki pengetahuan yang baik, atau seseorang agar memiliki keterampilan yang baik, maka dia juga harus memiliki pengetahuan yang baik. Dari argumen inilah, maka penerapan Taksinomi Bloom dalam dunia pendidikan selalu didominasi dan mengarah pada aspek kognitif. Secara konseptual tentu tidak ada kesalahan, karena memang aspek keterampilan dan sikap sangat dipengaruhi oleh pengetahuan. Secara konseptual, orang yang memiliki pengetahuan yang baik akan memiliki sikap dan keterampilan yang baik. Konsep ini tidaklah salah, namun dalam realitas kehidupan tidak selalu menunjukkan fakta yang benar. Banyak orang berpengetahuan, namun tidak memiliki sikap yang baik, banyak orang paham teori, namun tidak bisa ngenyangi (melaksanakan), yang dalam kitab gaul bahasa jawa disebu “Jarkoni yang diartikan biso ngujar ra biso ngelakoni” maksudnya bisa mengungkapkan namun tidak bisa melaksanakan. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang bisa saja memiliki pengetahuan tentang sesuatu, namun tidak dapat melaksanakan baik dalam bersikap maupun keterampilan.
Berdasarkan fakta tersebut, tampaknya peggunaan Taksonomi Bloom sebagai orientasi tujuan pendidikan, tidak mampu mengembangkan potensi manusia secara menyeluruh (holistik). Hal ini kemungkinan besar dikarenakan adanya pembagian potensi manusia dari Taksonomi Bloom, yang sangat mempengaruhi persepsi para guru dan para pelaku pendidikan, dimana aspek kognitif mempengaruhai aspek lain, sehingga pengembangan aspek kognitif sangat dominan, dibanding aspek afektif dan psikomotor. Untuk itu maka sepertinya perlu dikaji dan digagas format lain dalam mengembangkan kurikulum pendidikan. Keseimbangan orientasi pendidikan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor hendaknya menjadi pertimbangan untuk pengembangan pendidikan.
Tahun 2020 ini terjadi revolusi industri 4.0 yang disebut era disrupsi, di mana terjadi perubahan besar dan mendasar di setiap bidang kehidupan. Perubahan ini tentu saja akan berpengaruh terhadap konsep dan paradigma pendidikan. Sebagai contoh: saat ini memori manusia sudah dikerjakan oleh mesin dan terhubung secara cyber dengan kapasitas yang jauh lebih besar serta jenis dan bentuk informasi yang lebih beragam, dan mudah diakses oleh siapapun. Hal ini menjadi tantangan yang harus dipertimbangkan oleh Muhammadiyah dalam mengembangkan kurikulum pendidikan untuk menghasilkan SDM yang mampu melintasi zaman, sehingga terwujud masyarakat madani, yang barangkali istilah lainnya adalah society 5.0 berbasis spiritual yang mampu melaksanakan tugas kekhalifahan di muka bumi (sesuai Q.S Al-Baqoroh, ayat 30).
Masyarakat madani (civil-society) dalam perspektif Islam adalah suatu masyarakat yang beradab, memiliki keyakinan yang dijiwai nilai-nilai Ilahiah, demokratis, berkeadilan, otonom, berkemajuan, dan berakhlak-mulia (al-akhlaqal-karimah). Masyarakat yang berperan sebagai syuhada‘ ala al-nas di tengah berbagai pergumulan kehidupan masyarakat dunia, senantiasa menjadi masyarakat yang serba unggul atau utama (khaira ummah). Keunggulan tersebut ditunjukkan dengan pemahaman atas nilai-nilai dasar dan kemajuan dalam kebudayaan dan peradaban umat manusia, yaitu nilai-nilai ruhani (spiritualitas), nilai-nilai pengetahuan (ilmu pengetahuan dan tekonologi), nilai-nilai materi (ekonomi), nilai-nilai kekuasaan (politik), nilai-nilai keindahan (kesenian), nilai-nilai normatif berperilaku (hukum), dan nilai-nilai kemasyarakatan (budaya) yang lebih berkualitas, serta senantiasa memiliki kepedulian tinggi terhadap kelangsungan ekologis (lingkungan hidup) dan kualitas martabat hidup manusia baik laki-laki maupun perempuan dalam relasi-relasi yang menjunjung tinggi kemaslahatan, keadilan, dan serba kebajikan dalam kehidupan. Masyarakat Islam yang demikian juga senantiasa menjauhkan diri dari perilaku yang membawa pada kerusakan (fasad fial-ardh), kedhaliman, dan hal-hal lain yang bersifat menghancurkan kehidupan.
Salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat madani tersebut, adalah melalui pendidikan yang orientasi dan implementasinya tepat dan sesuai dengan tujuan penciptaan manusia. Tulisan ini ingin mengungkapkan alternatif pengembangan kurikulum pendidikan untuk mewujudkan masyarakat madani (Society 5.0 berbasis Islam), khususnya untuk pendidikan yang diselenggarakan oleh Persyarikatan Muhammadiyah, guna mengantisipasi hasil pendidikan yang cenderung menghasilkan manusia yang hanya memiliki kemampuan dalam aspek pengetahuan, namun kurang dalam pengembangan sikap dan keterampilan, sehingga hasil belajar dominan dalam berpikir, namun lemah dalam implementasi.
Muhammadiyah diartikan sebagai pengikut Muhammad Rosulallah SAW. Karena itu pengembangan pendidikan Muhammadiyah, sangat sesuai jika diorientasikan terhadap empat sifat Nabi Muhammad SAW, yakni: Siddiq, Amanah, Fatonah dan Tabligh. Alloh menciptaan manusia dimuka bumi ini adalah sebagai khalifatul fil ardi dan sekaligus sebagai abdulloh. Wujud pengabdian/Ibadah kepada Alloh dapat dibedakan menjadi dua yaitu: (1) ibadah vertikal kepada Alloh yang syarat dan rukunnya telah ditentukan secara syar’i, dan (2) ibadah horizontal, baik hubungan sesama manusia di masyarakat maupun dengan alam di lingkungan sekitar/semesta yang memerlukan kemampuan berfikir, bertindak dan bersikap dari manusia. Karena itu Alloh pilih utusan seorang Rosul pada setiap ummat untuk memberi peringatan. Rosul terakhir yang membawa risalah Islam yaitu Muhammad SAW, sebagai utusan sekaligus Uswatun Khasanah. Karena itu sifat kerosulan lah yang harus diteladani dan ditanamkan kepada umat manusia terutama kepada generasi penerus untuk mewujudkan masyarakat madani.
Sifat Rosulalloh Muhammad SAW yang harus diteladani dan menjadi arah pengembangan SDM dalam pendidikan meliputi 4 sifat, yaitu: Siddiq (jujur atau berkata benar), Amanah (dapat dipercaya), Fathonah (cerdas atau pandai) dan Tabligh (menyampaikan). Sifat kenabian yang dikemukakan di atas disebut dengan istilah profetik. Kata “profetik” berasal dari bahasa inggris prophetical yang mempunyai makna Kenabian atau sifat yang ada dalam diri seorang nabi. Karena itu kurikulum pendidikan yang diorientasikan terhadap sifat kenabian, pada tulisan ini disebut “kurikulum berorientasi profetik”. sifat nabi yang mempunyai ciri sebagai manusia yang ideal secara spiritual-individual, tetapi juga menjadi pelopor perubahan, membimbing masyarakat ke arah perbaikan dan melakukan perjuangan tanpa henti melawan penindasan.
Diganakannya terminologi berorientasi karena kurikulum ini diarahkan untuk mengikuti sifat nabi yang sangat sulit untuk dicapai oleh manusia biasa, Karena sooarang nabi memiliki kharomah dan keistimewaan, dimana setiap ucapan tindak-tanduknya dijaga oleh Alloh Pencipta dan pemilik alam semesta. Orientasi kurikulum pendidikan ini sangatlah fundamental, baik dari aspek nilai dasar, ideologis maupun spiritual yang mengarah kepada nilai-nilai Islam. Kurikulum yang dilandaskan pada nilai dasar penciptaan manusia dimuka bumi ini sebagai khalifatul fil ardi dan sekaligus sebagai abdulloh. Pendidikan Muhammadiyah harus berlandaskan nilai ideologis dan spiritual yang mengarah terwujudnya ummat terbaik (Khoiru Ummah) untuk membangun dan mewujudkan masyarakat Islam yang ideal sebagaimana yang tertuang dalam Al-Quran Surat Ali-Imran ayat 110, yang artinya: ”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”
Ummat terbaik sesuai ayat 110 surat Al-Imron tersebut akan terwujud jika SDM nya baik, dan manusia terbaik adalah Rosululloh Muhammad SAW yang memiliki 4 sifat: Siddiq, Amanah, Fatonah dan Tabligh. Karena itu sesuai judul tulisan ini maka perlu dilakukan Reformasi Kurikulum Pendidikan Muhammadiyah, menjadi “Kurikulum Berorientasi Profetik” yang dapat diartikan sebagai kurikulum pendidikan muhammadiyah yang berorientasi kepada 4 sifat nabi Muhammad SAW tersebut.
Kurikulum Berorientasi Profetik tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
(1) Shiddiq artinya adalah benar dalam perkataan maupun berbuatan. Benar dalam perkataan dan perbuatan ini dapat dimaknai sebagai integritas. Integritas adalah diartikan sebagai personal excellence atau sikap pribadi individu yang unggul, seperti: percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa (bertauhid), jujur, disiplin, gigih, tangguh dan sebagainya yang merupakan karakter pribadi/individu.
(2) Amanah artinya adalah benar benar dapat dipercaya. Dapat dipercaya dapat dimaknai sebagai relasi Interpersonal yang baik atau sikap sosial yang menunjukkan hubungan individu dengan sesama atau lingkungannya, seperti dapat dipercaya, bertanggung jawab, demokratis, transparan, taat aturan dan sebagainya yang merupakan sikap sosial seseorang dengan lingkungan sosialnya.
(3) Fathonah artinya adalah cerdas atau pandai. Cerdas atau pandai dalam dunia pendidikan dapat dikatakan sebagai competency. Kompetensi ini dapat mencakup pengetahuan dan keterampilan yang terpadu (dalam taksonomi Bloom, terpisah sebagai aspek kognitif dan psikomotor), sedangkan pada aspek fathonah pengetahuan dan keterampilan terpadu sebagai profesionalitas;
(4) Tabligh artinya adalah menyampaikan, yang dapat dikatakan sebagai Communicative. Komunikatifdapat diartikan sebagai kemampuan menyampaikan atau berkomunikasi dengan baik, dengan bahasa yang lugas dan jelas baik secara verbal maupun tulisan.
Ilustrasi bagaimana rancangan kurikulum berorientasi profetik ini dalam suatu kurikulum pendidikan, dapat dicontohkan dalam merancang tujuan atau capaian pembelajaran sebagai berikut:
Tabel 1. Contoh penerapan ‘Kurikulum Berorientasi Profetika’
dalam merumuskan Tujuan Pembelajaran
No. | Profetik | Jenis Ranah Kompetensi | Capaian pembelajaran/ Tujuan Pembelajaran |
1 | Sidiq | Afektif | Personality/integritas: Percaya terhadap Tuhan YME (tauhid)Jujur dalam perkataan dan perbuatanDisiplin dalam bekerjaGigih dalah bekerja (bekerja keras)Tangguh (Pantang menyerah)dan sebagainya yang sifatnya pribadi/individu |
2. | Amanah | Afektif | Relasi Interpersonal/Sikap sosial Bertanggung jawabtaat aturan transparandemokrasisaling menghargaidan sebagainya yang sifatnya hubungan dengan lingkungan sekitar |
3. | Fatonah | Kognitif | Menguasai Konsep ……………. (C1)Memahami tentang hubungan ……. (C2)Mampu menerapkan …………………. (C3)Mampu menganalisis ………….. (C4)Mampu mensintesakan ……. (C5)Mampu menguji ……………… (C6) (sesuai dengan Taksonomi Bloom yang lama) |
Keterampilan | Mampu melakukan…………….Mampu menggunakan ……………..Mampu membuat …………….dan seterusnya yang bersifat keterampilan fisik | ||
4. | Tabligh (komunikasi) | Komunikasi | Mampu menyampaikan ………Mampu mengemukakan dengan bahasa tulis secara sistimatis Mampu menjelaskan dengan bahasa verbal dengan praktis, dan mudah dipahamiMampu bekerjasama dan berkolaborasiDan seterusnya yang sifatnya kominikasi baik menggunakan bahasa verbal, tulisan atau bahasa lainnya. |
Pada tabel di atas merupakan contoh penerapan kurikulum berorientasi profetik, dimana tampak adanya kemudahan dan kelebihan dalam penerapan kurikulum berorientasi profetik ini. Kemudahannya dan kelebihanya antara lain:
- pemisahan antara sikap pribadi/individu dan sikap sosial sangat jelas, yaitu ditunjukkan dengan siddiq sebagai sikap individu, dan amanah sebagai sikap sosial;
- Kompetensi yang merupakan satu kesatuan antara kognitif (pikir) dan psikomotor (raga) dapat dituangkan dalam satu aspek kompetensi yaitu fathonah.
- Seseorang yang telah memiliki kompetensi dan sikap yang baik, maka perlu ditambah satu kompetensi lain yaitu komunikasi.
Demikian tulisan ini dibuat sebagai gagasan awal, yang isi dan contohnya masih sangat minim. Penuh harapan agar tulisan ini dapat dikembangkan lebih luas melalui kolaborasi dari berbagai pihak dengan sumbang saran pemikiran dan diskusi yang konstruktif sehingga reformasi kurikulum pendidikan muhammadiyah dapat terwujud untuk menghasilkan SDM yang baik sebagai khoiru Ummah untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Nyoto Suseno, Kepala Lembaga Penjaminan Mutu UM Metro