Tatkala Flash Gordon Antri Minum Jamu

Tatkala Flash Gordon Antri Minum Jamu

Tatkala Flash Gordon Antri Minum Jamu

Pendidikan karakter lewat dongeng yang disampaikan oleh guru ngaji di pengajian anak anak memang manjur. Di zaman kejayaan pengajian anak anak, seorang guru ngaji sering disebut pengasuh pengajian anak waktu itu wajib memiliki keterampilan mendongeng. Setelah selesai mengaji serius dengan kitab Baghdadiyah atau turutan, tibalah anak anak masuki suasana yang menyenangkan, menyegarkan dan sekaligus mencerdaskan. Yaitu mendengarkan dongeng dari pengasuh pengajian anak anak ini.

Dongeng menjadi mata pelajaran favorit bagi anak-anak. Biasanya setiap guru ngaji punya kekhasan masing-masing. Ada yang punya keahlian mendongeng cerita silat macam Mahesa Jenar, ada yang ahli mendongeng kisah petualangan seperti Tarzan atau Winnetou, dan ada yang ahli mendongeng kisah petualangan di angkasa luar seperti Flash Gordon yang bahkan kerennya disebut science fiction.

Tokoh tokoh dalam dongeng itu adalah pahlawan pembela kebenaran, jagoan bertarung tetapi cukup sopan dalam memperlakukan musuh musuhnya. Bahkan hampir selalu muncul adegan kocak ketika pertarungan itu terjadi.

Sang pahlawan selalu tepat dan cepat dalam melontar jurus atau ketika menghindar serangan penjahat. Para penjahat yang suka main keroyok misalnya malah dibuat berantem sendiri. Ketika serangan luput mereka sempoyongan sendiri, bahkan jatuh masuk lumpur. Ketika sang pendongeng sampai adegan seperti ini anak anak bersorak kegirangan.

Apalagi kalau Kang Gurunya juga sedikit mempunyai ilmu pencak silat, bisa memperagakan jurus jitu sang jagoan dan jurus konyol para penjahat, diselingi ucapan atau suara seru. Apalagi kalau akhir adegan para penjahat yang semula sombong sekali ada yang menangis kesakitan karena wajah bengkak atau kaki keseleo akibat salah jurus.

Sebagai ksatria, tokoh dongeng biasanya baik hati, memaafkan lawan, bahkan tak jarang sang lawan yang teklah dikalahkan itu ditraktir makan soto. Anak anak makin senang mendengar pahlawan mereka ternyata pahlawan berbudi. Itu kalau dalam adegan pertarungan. Kalau dalam adegan perang pun dimunculkan adegan kocak yang membuat anak anak terbahak bahak.

Biasanya pahlawan tidak membidik bagian tubuh yang mematikan bagi para penjahat sombong. Biasanya yang dibidik adalah pantat, atau kolor celana. Kalau kena peluru atau kena anak panah, penjahat itu akan berteriak ketakutan dan menari tidak keruan. Adegan ini juga ditunggu anak anak. Mereka tertawa dan berteriak kesenangan. Akhirnya ketika tokoh pahlawan ini justru mengobati musuhnya yang menyerah dan tobat anak bersorak keras, bertepuk tangan sebagai tanda dongeng telah usai.

Nah yang unik, terjadi proses personifikasi massa. Maksud, setelah dongeng usai dan anak bersedia untuk pulang, tiba-tiba mereka semua merasa sebagai tokoh itu. Kalau tadi yang didongengkan adalah kisah Mahesa Jenar, maka semua anak ketika pulang dari masjid merasa menjadi Mahesa Jenar semua. Kalau yang tadi didongengkan adalah kisah Winnetou atau Tarzan, ketika pulang anak anak itu merasa menjadi Winnetou atau Tarzan semua dan bertingkah seperti Winnetou atau Tarzan semua.

Nah suatu hari, yang didongengkan adalah kisah Flash Gordon (semacam kisah Star Wars’ model tempo dulu). Flash Gordon bisa terbang, punya senjata sinar dan bisa mengalahkan musuhnya di medan tempur angkasa. Setelah dongeng usai, semua anak merasa sebagai Flash Gordon. Pulangnya mereka mencopot sarung, dan diikatkan dileher, berlari seolah terbang dengan sarung berkibar. Anak-anak pengajian Masjid Gede Kotagede, termasuk saya pulang berlari, melintasi halaman masjid, lewat gapura, melintasi halaman rumah atau jalan di antara rumah abdi dalem, sampailah ke jalan raya.

Ibu saya sudah menunggu dan menjemput saya di bawah lampu penerangan jalan, dan di dekat penjual jamu racikan. ” Mbok, saya haus. Belikan minum jamu parem ya. ” Sebelum mengiakan, ibu bertanya kenapa anak anak mengikatkan sarung di leher. “Kami meniru Flash  Gordon,” jawab Jono tetanggaku.

“Jadi sekarang para Flash Gordon haus semua ya?” “Ya, Budhe.” “Sudah kalau begitu semua Flash Gordon ini saya traktir minum jamu parem. Tapi antri. Siap?” “Siap, Budhe. ” Maka adegan berikutnya sepulang ngaji, para Flash Gordon kecil ini antri dengan tertib di depan penjual. Antri minum jamu parem.

Ibu sy melihat ini tersenyum. Malahan, para pengasuh pengajian anak anak yang sampai di tempat itu kemudian, tertawa terbahak. Tak terbayangkan sebelumnya, ada barisan Flash Gordon antri minum jamu parem (Mustofa W Hasyim)

Exit mobile version