Akhlakul Karimah dalam Kehidupan

manusia

Foto Dok Ilustrasi

Saudaraku, sebagai seorang Muslim, saat melihat ada rombongan kaum santri yang memakai seragam resminya (koko putih, berjubah, berpeci, atau malah bersorban), bagaimana rasa hati kita? Harusnya hati kita akan tenteram. Masalah yang sedang kita hadapi akan dapat terpecahkan oleh pertolongan mereka. Paling tidak, kita merasa tidak sendiri.

Karena memang begitulah seharusnya. Seorang Muslim (apalagi yang memakai “pakaian resmi” kemusliman) diharuskan menjadi penolong siapa pun dan makhluk apa pun yang tengah mengalami kesulitan? Bahkan, konon, ada seoang pelacur yang diampuni dosanya karena rela memberi minum seekor anjing yang kehausan. Hadits itu diriwayatkan oleh Imam Muslim.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ امْرَأَةً بَغِيًّا رَأَتْ كَلْبًا فِي يَوْمٍ حَارٍّ يُطِيفُ بِبِئْرٍ قَدْ أَدْلَعَ لِسَانَهُ مِنْ الْعَطَشِ فَنَزَعَتْ لَهُ بِمُوقِهَا فَغُفِرَ لَهَا

Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda: Sesungguhnya  seorang perempuan kupu – kupu malam melihat anjing  dalam suatu hari yang panas. Anjing mengelilingi perigi  dengan menjulurkan lidahnya  karena haus. Dia (perempuan itu) mencopot sepatunya (untuk mengambikan air minum anjing itu) lalu dosanya di ampun oleh Allah. (HR Muslim)

Hadits serupa dengan hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

Di lain pihak, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Baihaqy menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SaW pernah bersabda,

انما بعثت لاتمم مكارم الأخلاق 

Bahwasanya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia (Hr Baihaqy)

Kalau kita cermati, dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat yang berbicara tentang akhlak, melebihi jumlah ayat yang berbicara tentang ibadah maupun akidah. Ini menandakan bahwa Islam sangat menaruh perhatian pada reformasi akhlak manusia.

Namun bagaimanakah yang terjadi saat ini di negeri yang mayoritas penduduknya Muslim ini? Saat melihat dan berpapasan jalan dengan rombongan yang terlihat seperti kaum santri yang memakai seragam resminya. Koko putih, berjubah, berpeci, atau malah bersorban, hati kita justru dipenuhi rasa was-was. Salah sedikit dengan klakson atau tidak mau minggir, motor, atau mobil kita bisa remuk.

Mengapa bisa seperti itu? Karena Islam sebagai agama yang mengutamanakan perbaikan akhlak saat ini cenderung tidak popular. Sekelompok kecil umat Islam yang bersuara keras telah mengubah segalanya. Citra Islam yang penuh empati dirusak oleh kegarangan kelompok ini dalam menegakkan syari’ah Islam dengan cara-cara yang salah. Cara-cara yang ditempuh kelompok ini seringkali mengabaikan etika akhlak yang islami.

Semua sudah mengetahui bahwa untuk merusak, membakar, dan menyerbu suatu tempat, sekalipun sudah diketahui sebagai sarang maksiat, ada aturannya di negeri ini. Apalagi menyerbu tempat diskusi atau pun tempat pengajian kelompok dan organisasi Islam lain. Namun, masih saja ada sekelompok kecil umat Islam yang menonjolkan atribut keislamannya ini terkesan sangat suka bertindak di luar koridor hukum.

Kita sering mendengar, sekelompok Islam tertentu senang membubarkan diskusi kelompok Islam lain. Namun, kita juga sering mendengar kelompok Islam yang mengklaim diri sebagai kelompok toleran juga terus merestui, bahkan menyuruh warganya membubarkan pengajian juga membakar pesantren kelompok Islam yang lain juga. Kita juga terlalu sering menjumpai konvoi partai Islam yang bertindak brutal di jalan-jalan umum.

Sering juga kita temui para mubaligh yang berceramah dengan nada tinggi, materi yang disampaikan juga sarat dengan muatan provokasi, menghasul, bahkan membakar emosi jamaah. Maksudnya mungkin untuk menunjukkan penuhnya semangat, namun yang terdegnan malah seperti orang yang sedang marah-marah.

Parahnya, ini terjadi di sembarang pengajian. Di pengajian pimpinan yang pendengarnya terbatas serta terseleksi mungkin masih bisa dimengerti. Namun, kalau juga disampaikan di arena pengajian umum yang jamaahnya sangat beragam pasti akan menyisakan masalah di kemudian hari.

Nah, apakah memang Islam tidak bisa lagi disyiarkan dengan penuh kesantunan, dengan nada yang lembut dan menyenangkan hati? Mengapa kita harus selalu tampil garang, pahadal Nabi menyuruh kita agar selalu berlaku lembut. Bukankan sekedar meninggikan nada suara saja kita dilarang oleh Al-Qur’an?

Saudaraku, apakah kita tidak bisa mengatakan keadaan ini sebagai sebuah bencana bagi umat Islam? Yaitu, ketika ada sekelompok santri berjalan dalam jumlah banyak, semua kendaraan harus menepi, semua toko dan rumah warga yang bakal dilalui juga mengunci pintu karena ketakutan.

Apakah ini bukan suatu bencana bagi umat Islam, apabila ada warga masyarakat yang malah berlari ketakutan ketika didekati orang-orang yang memakai baju yang telah menjadi ciri keislaman? Dan ini sudah terjadi di berbagai belahan negeri.

Islam yang seharusnya menjadi solusi suatu maslah telah terdegradasi menjadi sumber masalah? Bagi saya, ini adalah tragedi.

Isngadi Marwah Atmadja, Catatan Bulan Suci, Kumpulan Bahan Kultum Ramadhan

Exit mobile version