Bersabarlah untuk tidak mudik tahun ini. Melindungi orang tua dan sanak family di kampung dari bahaya wabah Covid-19 adalah perbuatan sangat terpuji.
Begitulah kiranya siaran dari Gugus Tugas Penanganan Covid-19 melalui berbagai media. Imbauan disampaikan agar penularan virus yang telah mengubah tatanan seluruh dunia ini dapat ditekan penyebarannya. Namun imbauan hanyalah sebuah seruan yang tak berarti jika kesadaran masyarakat tidak digugah dengan teladan berarti dari para petinggi negeri.
Begitu pula masyarakat, dengan adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) agar dapat menahan diri untuk tidak keluar rumah jika tidak begitu mendesak. Apalagi di bulan Ramadhan begitu terasa perbedaan dari kebiasaan-kebiasaan kita sebelumnya untuk beribadah ke masjid, ngabuburit, tarawih, hingga mudik.
Terutama mudik yang merupakan ritual tahunan bagi segenap umat muslim tanah air. Sebulan setelah menjalankan shaum Ramadhan saatnya bersilaturahim dan berkumpul bersama keluarga. Rasa rindu dan khawatir di tengah pandemi ini tinggal menjadi bom waktu. Apakah imbauan tidak mudik hanya akan menjadi imbauan?
Pengumuman pemerintah tentang libur lebaran yang disampaikan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Muhadjir Effendy malah dianggap mencederai hati umat Islam. Karena dalam Perpres revisi libur hari raya, libur lebaran dimundurkan ke bulan Desember.
Itu pun jika memang pandemi ini benar-benar berakhir sesuai prediksi manusia yang kadang tak tepat. Kondisi krisis seperti ini tentunya tak ada siapa pun yang menginginkan. Berfikir jernih dan mengambil hikmah atas segala peristiwa ini menjadi kaharusan setiap insan yang bertakwa.
Islam telah mempunyai pedoman bagi umatnya untuk melewati masa-masa yang sulit ini. Nabi suatu ketika pernah bersabda: Apabila kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika wabah itu terjadi di tempat kamu berada, maka jangan keluar (pergi) dari tempat itu (HR al-Bukhārī). Apalagi yang berasal dari daerah episentrum kasus Covid-19 yang tinggi.
Menghindari kemudharatan tentunya lebih mulia demi menjaga agar kita semuanya terjaga dari bala. Namun, di saat seperti ini berbagai niat baik untuk menghindari kemudharatan ini tidak selamanya dianggap baik. Bahkan dicurigai dengan berbagai teori konspirasi.
Dalam kekalutan dimunculkan pula kabar burung tentang vaksin virus yang sedang dikembangkan oleh salah satu pengusaha Amerika merupakan rekayasa untuk dapat mengawasi gerak seluruh warga dunia. Dikembangkannya opini, vaksin yang sedang dibuat itu ada formula tertentu bagi kepentingan bisnis pembuatnya. Bahkan untuk melakukan depopulasi. Entah apa yang merasuki pikiran orang yang inginnya menyebar kegaduhan dan ketakutan ini.
Sekali lagi, dalam kondisi seperti ini tidak ada pilihan bagi kita selain untuk mengamalkan perintah Allah dalam Surat Al-ashri. Saling memberi nasehat dalam kebenaran dan saling meberi nasehat dalam kesabaran, karena menjaga kesehatan akal agar senantiasa dapat berpikir waras tampaknya terlalu berat untuk dapat kita lakukan sendiri-sendiri. (Riski PD)