Oleh: Dani Yanuar Eka Putra, S.E, A.k*
Puasa secara etimologi berasal dari kata ash-shiyam atau ash-shoum yang bermakna al-imsak wal-kaf ‘ani asy-syai (menahan diri dari sesuatu). Sedangkan secara terminologi menurut Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam buku Tuntunan Ramadhan hal. 4, puasa bermakna menahan diri dari makan, minum, hubungan seksual, dan berbagai aktifitas yang membatalkan lainnya sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Syaikh Yusuf Qardhawi dalam kitab karangannya yang berjudul Fiqh Al-Shiyam yang diterjemahkan oleh mizania dengan judul Tirulah Puasa Nabi hal. 19, memaknai puasa adalah aktifitas menahan dan menjauhi dari dorongan perut dan kemaluan dengan niat mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Jika dikaitkan dengan puasa Ramadhan, tentu ibadah ini sangat erat kaitannya dengan waktu pelaksanaannya. Sebagaimana namanya maka puasa ini hanya diperkenankan dilakukan di bulan Ramadhan saja. Puasa Ramadhan bagi orang beriman dihukumi wajib dilaksanakan kecuali ada alasan syar’i dan keringanan untuk tidak melakukannya dengan mengganti di hari yang lain di luara Ramadhan atau membayar fidyah sebagaimana yang disebutkan di dalam surat Al-Baqarah ayat 183-184. Kata ‘kutiba’ di ayat 183 tersebut berakar kata sama dengan kataba, yaktubu dengan bermakna telah dituliskan dalam hal ini telah ditetapkan atau telah diwajibkan khusus kepada yang beriman.
Orang beriman mengalami proses yang disebut puasa dari awal hingga akhir Ramadhan. Tujuan akhir dari proses tersebut adalah ketakwaan. Tentu syarat utamanya adalah imannya otentik, puasanya tidak minimalis, menghindari yang tidak bermanfaat, dan mengisinya dengan amalan-amalan utama di bulan Ramadhan. Amalan-amalan yang diutamakan selain puasa seperti Sodaqoh, mempelajari al-Qur’an, Qiyamu Ramadhan, I’tikaf, dan amalan lainnya.
Beberapa hal tersebut bertujuan agar pelaku puasa tidak tergolong orang yang dikategorikan hanya mendapat lapar dan dahaga atau tidak mendapatkan garansi terhapusnya dosa yang telah lalu sebagaimana yang disebutkan oleh Nabi SAW. Orang yang beriman juga tentu berharap dari puasanya mendapatkan imbalan surga dengan pintunya yang bernama ar-rayyan, dijauhkan dari api neraka sejauh 70 tahun, pahalanya lebih dari 700 kali lipat, dan beberapa keutamaan lainnya sebagaimana yang disebutkan di dalam nash atau dalil yang rojih.
Hikmah Corona di saat Ramadhan
Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa Covid-19 adalah merupakan virus yang berevolusi dari inang kelelawar. Sebenarnya Corona (CoVs) ini adalah nama virus yang sudah dikenal. Virus ini juga menjadi penyebab wabah SARS-CoV dan MERS-CoV. Covid-19 merupakan evolusi baru dari 24 virus yang terdapat di tubuh kelelawar. Virus ini mengalami sebuah proses perubahan dan mutasi dalam kehidupannya. Virus ini sangat nyaman hidup di daerah lembab dan basah. Maka menjadi wajar jika peneliti menyebutkan bahwa manusia pertama yang terpapar virus ini berlokasi di pasar hewan liar yang berada di Wuhan dengan iklim yang lembab dan basah pula.
Virus ini bisa bermutasi ke hewan lain seperti trenggiling ataupun juga ke hewan berakal (manusia). Baik bersentuhan secara visik ataupun tidak. Virus ini hidup dengan nyaman melalui berbagai media. Terutama yang berbahan metal dengan suhu yang lembab. Jika antar manusia, virus ini bisa menyebar melalui kontak langsung atau droplet yang keluar dari batuk atau bersin yang sudah terinfeksi. Untuk itu para ulama kesehatan atau dokter menyebutkan bahwa jarak aman antar manusia jika harus bertemu adalah satu meter agar terhindar dari virus ini.
Maka sangat bisa dipahami mengapa para ulama bidang keagamaan bersamaan dengan ulama bidang kesehatan memberikan fatwa pada saat sementara ini mengganti sholat Jum’at dengan sholat Zuhur berjama’ah di rumah masing-masing, menunda sholat berjamaah (termasuk tarawih) di masjid menggantinya dengan berjama’ah di rumah, dan tidak mengadakan kegiatan pengajian atau kegiatan lain yang sifatnya mengumpulkan masa. Tujuan utamanya adalah dalam rangka menyelamatkan jiwa-jiwa orang beriman dari potensi kemudharatan. Harapannya ketika Pandemi ini usai, para jama’ah bisa kembali untuk sholat Jum’at di masjid, berjama’ah di masjid, dan mengadakan pengajian-pengajian. Karena diantara tujuan agama adalah terselamatkannya jiwa. Perlu dipahami bahwa yang dilarang bukanlah aktivitas ibadahnya, akan tetapi yang dilarang adalah pertemuannya yang tidak bisa terjamin keamanannya.
Dari beberapa uraian paling tidak ada tiga hikmah yang bisa diambil dari Pandemi Covid-19 dengan puasa Ramadhan. Pertama, orang yang beriman untuk menjadi orang yang bertakwa diwajibkan untuk berevolusi dengan berpuasa disertai melakukan amalan penunjang lainnya selama bulan Ramadhan sebagaimana dijelaskan dalam paragraf awal di atas. Maka dalam hal ini manusia menjadi virus bagi syaitan dan ini bermakna positif. Sedangkan CoVs (virus Corona) yang berevolusi menjadi Covid-19 dan mengalami mutasi dari hewan ke hewan atau dari hewan ke manusia yang menyebabkan penyakit yang belum ditemukan vaksinnya. Evolusi dari CoVs ini bermakna negatif bagi manusia.
Kedua, ketika pada saat Ramadhan orang beriman diperintahkan untuk imsak (menahan) diri dari segala yang membatalkan dan merusak kualitas puasa dalam rangka mencapai keridhoan yang berdampak pada ketakwaan dan keutamaan lainnya. Demikian juga orang beriman diminta untuk imsak diri dari segala potensi, peluang, dan penyebaran virus ini dengan imsak dari kontak fisik, imsak bertemu secara kolektif, imsak untuk tetap di rumah, imsak untuk tidak pulang kampung, dan imsak dari kegiatan lainnya untuk mencapai tujuan agama yaitu terlindunginya jiwa dari Pandemi ini.
Ketiga, pada saat I’tikaf orang akan jauh lebih khusyuk dalam berkhalwat dengan Allah SWT. Mi’rajnya menjadi lebih terasa karena dibarengi dengan kondisi yang seharusnya menambah keinginan kita untuk terus mendekati Allah SWT. Meskipun perintah I’tikaf ini adalah di masjid, namun kali ini berdiam diri di rumah secara maknawi bisa sama dengan yang dilakukan oleh Nabi SAW selama 9 kali. Karena kita tidak beri’tikaf di masjid bukan disebabkan oleh kesengajaan namun karena kedharuratan dalam rangka menghindari kemudhorotan Covid-19.
Oleh karena itu, pada saat Ramadhan 1441 H kali ini, orang beriman khususnya yang berada di wilayah atau zona merah Pandemi, mengalami perluasan makna imsak yang dipahami selama ini. Imsak kali ini tidak hanya terkait dengan puasa, namun juga terkait dengan physical distancing. Ujian orang beriman bertambah dan berkurang sekaligus di Ramadhan kali ini. Bertambah diuji dalam bentuk virus, berkurang dari ujian dalam bentuk manusia. Semoga Allah berkehendak untuk menghilangkan virus ini ketika kita sedang malaksanakan puasa Ramadhan kali ini. Aamiin..
Wallahu a’lam
*Ketua PDPM Kota Depok, Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Kota Depok, Tenaga Pendidik SMA Muhammadiyah 04 Depok, dan Alumni Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta