Puasa, Covid-19, dan Pembiasaan Baik

Puasa, Covid-19, dan Pembiasaan Baik

Salah satu hikmah Wabah Covid-19 yang mendunia saat ini mengingatkan manusia tentang nasib bumi yang didiaminya ini. Beberapa surat kabar dari berbagai belahan dunia mengabarkan peningkatan kesehatan udara. Puncak himalaya kembali bisa terlihat setelah sekian puluh tahun selalu tertutup asap, langit-langit kota besar lain juga dilaporkan kembali bisa memperlihatkan kerlip bintangnya yang gemintang. Luka ozon di atmosfer bumi sudah mulai ada yang tertutup Semua laporan itu seakan-akan mengatakan kabar baik; bumi sendang menuju pemulihan kondisi.

Ya, Covid-19 yang dalam beberapa waktu ini sedang memaksa manusia di seluruh untuk lebih banyak tinggal di rumah secara tidak langsung juga telah membantu mengurangi beban bumi. Manusia modern, yang sejak era revolusi industri tidak terpisahkan dengan peralatan berbahan bakar energi fosil, telah menciptakan tumpukan polusi di atmosfer bumi. Udara yang bersih seakan menjadi barang yang kian langka di seluruh wilayah dunia. Apalagi di kawasan industri.

Walau literasi dan kampanye kesadaran lingkungan untuk mengatasi masalah lingkungan dengan mengembangkan masyarakat yang melek lingkungan dan dapat berperilaku dengan cara lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan terus dikembangkan, hasilnya masih terlalu jauh panggang dari api. Di beberapa negara, aktivis lingkungan bahkan akrab dengan sentimen sebagai “musuh peradaban” karena “menentang pemerintah” yang sedang mabuk inventasi pengembangan industri yang merusak alam dan lingkungan.

Bagi ummat Islam, kehadiran wabah covid-19 yang beriringan dengan bulan ramadhan ini seakan mengirim pesan bahwa saat ini alam raya juga perlu melakukan puasa. Bumi tidak layak untuk terus dipaksa mengkonsumsi sampah dan polutan. Sebagaimana manusia yang perlu melakukan jeda konsumsi (puasa) bumi juga perlu melakukan hal yang sama. Kalau setelah melakukan puasa ummat Islam terasa sehat dan bugar, bumi juga mempunyai hak yang sama. Dan ternyata bumi sudah membuktikan hal ini. Baru beberapa hari diberi jeda konsumsi, bumi sudah terlihat lebih bugar dan segar, udara bersih yang selama ini hilang, dapat kembali hadir menyapa manusia.

Menurut Kilpatrick, ada penyebab seseorang yang mengetahui suatu perilaku baik, namun tidak mampu berperilaku baik ialah karena di dalam diri mereka belum terlatih melakukan kebajikan atau perbuatan yang bermoral (moral action). Jika seseorang sudah terbiasa dan terlatih dengan kegiatan-kegiatan habituasi (pembiasaan) yang baik, akan muncul transformasi perilaku yang relatif menetap dan otomatis seperti yang biasa ia lakukan. Oleh karena itu, di dalam Islam ada syariat puasa.

Mengapa demikian, karena pada dasarnya manusia tahu, untuk mempertahankan kesehatan,  tubuh kita perlu melakukan jeda konsumsi, namun walau kita mengetahui hal itu kita tetap malas melakukan hal baik. Syariat puasa datang untuk membiasakan hal yang baik itu. Ketika kebiasaan baik yang dilatih selama satu bulan ini mulai luntur demi sedikit, bulan ramadhan tahun berikutnya kembali datang untuk mengulang kebiasan baik tersebut. Demikian seterusnya. Demikian pula upaya untuk dapat mengurangi berbagai kerusakan bumi yang timbul sebab ulah manusia. Kita perlu senantiasa membiasakan melakukan hal-hal dari yang paling kecil yang akan berdampak dan berpengaruh besar bagi banyak orang.

Hari ini, kita sedang menjalan puasa ramadhan hari ke-2,  mungkin ada di antara kita ada yang belum terbiasa menjalankannya sehingga masih terasa agak berat. Hari ini, di berbagai belahan dunia, bumi mulai kembali berseri. Pohon yang tersisa di dunia kembali mampu mengimbangi semburan polutan dari berbagai mesin berbahan bakar fosil.

Dalam pandangan Muhammadiyah makna serta kandungan ajaran Islam itu multiperspektif. Saat kita bicara ibadah bahkan ibadah khusus pun seperti shalat, itu bukan sekadar harfiah dan formalitas tetapi juga harus dikaitkan dengan kekhusyukan dan fungsinya dalam kehidupan. Demikian pula dengan aqidah, bukan sekadar habl min Allah, tetapi juga habl min al-nas. Dan tatkala memperbincangkan akhlak, di dalamnya terkandung opula dimensi akhlak kepada Allah, kepada sesama, kepada lingkungan.

Mumpung, kita masih di awal bulan ramadhan, tidak ada salahnya kita berusaha memperbaiki ibadah, aqidah, dan akhlak kita,  agar semua kebaikan ramadhan tidak berlalu dengan munculnya hilal di bulan syawal. Agar bumi juga dapat terus membaik saat Covid-19 berlalu pergi.  Karena semua hal yang baik itu perlu pembiasaan dan bulan ramadhan adalah bulan yang tepat untuk mendawamkan kebiasaan yang baik. (rahel)

Exit mobile version