Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak boleh berbuat mudarat dan hal yang menimbulkan mudarat.” (HR Ibn Majah dan Ahmad ibn Hanbal dari Abdullah ibn ‘Abbas)
Mudik atau Pulang Kampung dalam situasi Pandemi Covid-19 ini bisa menimbulkan mudaratt seperti hadits di atas. Baik itu mudik atau pulang kampung dari Zone Merah Penyebaran Covid 19 maupun ke Zone Merah Penyebaran Covid 19. Keduanya, bisa memengaruhi penyebaran Covid 19 dan membahayakan bagi diri dan orang lain.
Jika yang bersangkutan mudik dari daerah merah ke daearah aman, maka yang bersangkutan dapat membawa Covid-19 dan akan membahayakan untuk orang lain karena orang lain bisa tertular virus yang dibawanya. Sedangkan bila mudik ke daerah merah dari daerah yang relative aman, orang tersebut berpotensi tertular Covid 19 dan ini membahayakan bagi diri sendiri dan akan membuat lebih sibuk tenaga kesehatan yang mulai kewalahan menangani pandemic Corona ini.
Sejak Minggu pertama April ini, tepatnya 6 April, Muhammadiyah mengimbau warga, terutama umat Islam agar menunda mudik di tengah pandemic Corona seperti sekarang ini. Muhammadiyah juga meminta Pemerintah membuat aturan agar warga tidak mudik.
Nampaknya gayung bersambut, setelah maju mundur dan tarik ulur dalam hal pelarangan mudik akhirnya pemerintah memutuskan pelarangan mudik mulai 24 April 2020 tepat umat Islam mulai menjalankan ibadah puasa. Pelaksanaan larangan mudik yang dilakukan Presiden Jokowi tersebut, menurut Menteri Perhubungan Ad Interim , akan ada sanksi bagi masyarakat yang tetap mudik, meski sanksi tersebut baru akan berlaku mulai 7 Mei 2020.
Larangan ini, harus ditindaklanjti langkah konkrit untuk mencegah mereka yang nekad mudik. Sebagaimana harapan PP Muhammadiyah agar Pemerntah menerapkan kebijakan transportasi yang sejalan dengan larangan mudik lebaran itu.
Perlunya langkah konkrit aturan untuk mencegah orang untuk mudik ini memang sangat perlu, mengingat hasil survey Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerjasama dengan sejumlah perguruan tinggi di Indonesia masih menunjukkan prosentase yang tinggi untuk tetap mudik, meski tidak ada 50 persen.
Menurut Kepala Pusat Penelitian Kependudukan LIPI Herry Jogaswara, survei tersebut melibatkan masyarakat umum dengan total responden sejumlah 3.853 orang. Rentang usia sekitar 15-60 tahun ke atas.
Sementara presentasi jenis kelamin perempuan dan laki-laki berimbang.
Herry menyebutkan, sebesar 56,22 persen responden menjawab tidak akan mudik, termasuk di dalamnya 20, 98 persen masih dalam tahap berencana untuk membatalkan mudik. Tetapi ia menilai persentase masyarakat yang mudik masih tinggi di angka 43,78 persen,.
Masih banyaknya masyarakat yang ingin pulang kampung atau mudik di tengah pandemi Corona, tentunya menjadi kekhawatiran tersendiri terhadap potensi penyebaran Covid-19.. Menurut PP Muhammadiyah, penundaan mudik amat perlu.
“Kita berada di suasana musibah besar, maka mudik perlu menjadi pertimbangan untuk tidak dilakukan, kegiatan keagamaan saja dibatasi sedemikian rupa, sesuai dengan syariat,” ujar Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir..
Tetapi tentu tak mudah untuk mengubah niat yang kuat untuk mudik. Sekali lagi perlu ada langkah konkrit pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, untuk mermbuat aturan yang ketat dan pelaksanaan yang konkrit di lapangan. Sehingga niat mudik itu benar-benar bisa dicegah.
Bagi mereka yang masih mempunyai minat yang tinggi untuk mudik, perlu berpikir ulang kembali mengingat aturan yang ketat di sejumlah daerah untuk melakukan karantina selama 14 hari bagi orang yang pulang kampong atau mudik. Apalagi kalau waktu mudik kurang dari 14 hari, maka waktu mudiknya jelas akan sia-sia. Maksud hati ingin bertemu saudara tetapi malah harus nyepi sendiri di karantina dan
selesai langsung pulang.
Bahkan sejak adanya larangan mudik, perbatasan provinsi dijaga ketat, tidak hanya di jalan Arteri Nasional juga di jalan Tol. Misalnya saja di perbatasan Jawa Timur dan DIY pihak polisi dan dishub menghadang para pemudik. Pada hari pertama diberlakukannya mudik, tidak kurang 500 kendaraan diminta balik di eksit tol Ngawi.
Tetapi kalau ada yang nekat dan menghindari karantina dan menghindari hadangan petugas di perbatasan, ingat jika ternyata membawa virus maka akan membahayakan keluarga yang didatangi. Sekali lagi ingat Sabda Rasul di atas: “Tidak boleh berbuat mudarat dan hal yang menimbulkan mudarat.”. Atau malah firman Allah Qs Al Baqarah ayat 195: “Dan janganlah kamu menjatuhkandirimu ke dalam kebinasaan”. (Lutfi)