JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Ramadhan kali ini dirayakan oleh seluruh muslim di dunia dalam suasana yang berbeda. Upaya dalam menghadapi pandemi Covid19 mengharuskan berbagai umat beragama di dunia untuk melakukan sebagian besar aktivitas termasuk peribadatan dari rumah. Peran Islam sebagai Rahmatan Lil’alamin menjadi sangat krusial dalam merespons situasi krisis kemanusiaan yang terjadi di berbagai belahan bumi, salah satunya yang diperparah oleh keberadaan pandemi tersebut.
Dalam Program Ramadhan di Rumah bertajuk ‘Islam dan Misi Kemanusiaan Global’ yang disiarkan oleh TVMu, Senin (27/4), Ketua PP Muhammadiyah Hajriyanto Y Thohari yang saat ini juga tengah mengemban amanah sebagai Duta Besar Lebanon menggarisbawahi betapa Islam sebagai Rahmatan Lil Alamin memiliki peran besar sebagai landasan bagi Muslim dunia untuk bahu-membahu dalam menghadapi pandemi ini. Melihat, sifat pandemi yang non-diskriminatori atau berpotensi menjangkit siapapun tanpa memandang perbedaan suku, ras, agama, ataupun kewarganegaraan.
Secara lebih jauh, Hajriyanto menjelaskan sejumlah peran yang dapat dimainkan oleh umat Islam untuk berperan menghadapi situasi pandemi seperti ini. Di antaranya yaitu mengajarkan kepada sesama umat muslim bagaimana Islam yang Rahmatan lil Alamin melakukan misi penyelamatan terhadap wabah ini. Yaitu dengan mematuhi segala protokol kesehatan yang telah dirumskan oleh para ahli. Umat Islam mampu memberikan argumen-argumen teologi sesuai ajaran kitab suci dan hadits untuk mampu mengendalikan diri dengan sebaik-baiknya.
“Islam sebagai agama yang sangat menghormati akal menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, harus mengikuti temuan-temuan akademik sebagaimana yang telah kita ketahui. Jangan sampai Islam kemudian tampil sebagai agama yang anti terhadap akal dan ilmu pengetahuan,” ungkap Hajriyanto melalui sambungan video jarak jauh dari Beirut.
Kedua, Islam mampu berperan melalui jalan filantropi dan voluntarisme. Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai kedermawanan kerap kali mensejajarkan perintah shalat dengan perintah berzakat, infak atau bershodaqoh.
“Islam akan berperan sangat besar dalam hal filantropisme khususnya pada situasi pandemi yang tidak mengenal diskriminasi. Banyak-banyak saudara kita yang rentan terdampak oleh pandemi ini sehingga mengharuskan kita untuk mengedepankan jiwa filantropisme atas dasar cinta kasih kepada sesama.”
“Melihat kedua hal ini saja dapat disimpulkan bahwa peran umat Islam sangatlah sentral dalam menghadapi pandemi ini. Sekaligus juga menentukan bagaimana masa depan kemanusiaan yang universal ini mampu untuk dipraktikkan. Tidak dapat dibayangkan apabila tidak ada institusi filantropi Islam ataupun voluntarisme Islam,” lanjutnya.
Muhammadiyah sendiri bagi Hajriyanto telah melakukan upaya penajaman yang signifikan terhadap pentingnya nilai-nilai kedermawanan yang diperintahkan oleh Islam, salah satunya melalui Majelis Pembina Kesehatan Umat (MPKU), dan berbagai kerja-kerja sosial kemanusiaan yang melintas batas. Di antaranya dalam mewujudkan perdamaian hingga membantu dalam mengatasi krisis kemanusiaan di negara-negara tetangga. Sehingga dapat dikatakan bahwa Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dan kemanusiaan yang universal tidak pernah memandang perbedaan-perbedaan seperti suku, ras, ataupun agama sebagai batasan dalam melakukan berbagai misi kemanusiaannya.
“Mereka yang memiliki kepedulian untuk terjun dalam gerakan-gerakan kemanusiaan tidak lagi akan melihat perbedaan-perbedaan tersebut. Maka akan sulit apabila sebuah organisasi yang bergerak di bidang kemanusiaan dan volunteerism memiliki sifat yang fanatik,” tandas Hajriyanto. (Th)