Hari kamis kemarin saya teribat diskusi santai di sebuah WAG yang dipicu oleh kakak kelas saya jaman SMA yang juga kader Muhammadiyah asal Bantul yang kini jadi aktivis Muhammadiyah dan tokoh Partai di Lamongan. Perdebatan tentang PCM, PRM, serta AUM yang kembang kempis dan apa yang harus dilakukan Pimpinan Muhammadiyah di PDM, PWM maupun PPM.
Seperti umumnya perdebatan di WAG yang tanpa ujung pangkal, diskusi itu sampai saat saya menulis ini juga belum menemukan kesimpulan. Di tengah diskusi yang kian seru itu, Bisron Muhtar, Sekretaris PWM Jawa Tengah yang merupakan senior kami saat aktif di IMM maupun di Pemuda Muhammadiyah ikut nimbrung dengan gayanya yang khas.
Untuk lebih utuhnya saya kutip pesan Kang Bisron apa adanya, “Jika kita memahami ruh gerakan dan kultur gerakan Muhammadiyah, pasti tidak akan meradang seperti Dhik Heru.Timbul, berkembang dan menguat dari bawah adalah ruh, kultur sekaligus sistem dalam gerakan Muhammadiyah. Maka syarat berdiri Muhammadiyah adalah sejumlah orang yang mandiri, bersemangat, bergembira membina amal usaha dan kemudian dengan kesadaran dan pengertian yang kuat mendaftarkan amal usahanya menjadi AUM. Dan dengan itu, seluruh usahanya dengan segala suka dukanya dengan sadar dan ikhlas menjadi milik pimpinan pusat Muhammadiyah.
Muhammadiyah bukan negara yang dengan APBN nya merancang proyek proyek milik negara, bahkan pihak pihak pelaksana dapat memetik keuntungan dari proyek tersebut dengan berbagai modus. Tapi Muhammadiyah adalah gerakan umat untuk menjadi ada, memberi manfaat, dan sebagai ladang amal.
Jadi, ketika Muhammadiyah mendahulukan untuk memberi, maka itulah jati diri gerakan dakwah Islam amar makruf nahi mungkar ini. Jadi mengertilah Dhik Heru…..
Hampir semua Ranting dan Cabang semula miskin, karena hanya sekumpulan orang/anggota. Tetapi setelah mereka bergerak dengan gembira….. Masya Allah…..Paciran jadi hebat, Payaman jadi hebat…. Muntilan jadi dahsyat…Tugas pimpinan di atasnya adalah memberi arah dan menjaga arah…. karena faktanya semua yang dimiliki Muhammadiyah itu berbasis pada anggota.
Bahkan saat Muhammadiyah memberi….itu juga bersumber dari anggota dan jamaah dengan segala keunikannya. Contoh kasus di Jateng, PWM menggali dana sudah dua periode untuk membangun masjid Muhammadiyah Jawa Tengah, realitasnya sampai saat ini proyek belum selesai karena dana. Nilai proyek sekitar 20 milyar. Namun uniknya saat terjadi bencana NTB dan palu, dalam waktu singkat dapat dihimpun dana umat sebesar 8 milyar.
PRM atau PCM juga nggak gembira mendapat bantuan dari pimpinan di atasnya. Karena hal itu akan menunjukkan ketidakmampuan PRM atau PCM. Pengalaman saya jadi ketua PDM, saat suatu cabang akan kami bantu finansial untuk membeli tanah dan mobil, mereka lebih memilih akad hutang.”
Setelah pesan itu, diskusi terus berlanjut diselingi berbagai guyonan, anggota WAG yang lain sempat melemparkan pertanyaan tentang kesehatan Kang Bisron. Dan di sore harinya (kamis) beliau mengabarkan kalau barusan dokter mengijinkan sore ini pulang. Kami pun baru tahu bahwa beliau sedang dirawat di rumah sakit. Malam hari ini (jumat 1 Mei) di WAG yang sama tersiar kabar kepergian Kang Bisron. Tentu saja semua terkejut dan berduka.
Secara pribadi saya kenal Kang Bisron tidak terlalu dekat, kami berpaut usia cukup jauh, saat saya mulai belajar di IMM saya hanya mendengar kisah sepak terjangnya yang mengharu biru di IAIN Sunan Kalijaga. Namun, saat di Pemuda Muhammadiyah saya sempat bertemu di dua Muktamar Pemuda Muhammadiyah, tahun 2006 di Makassar dan tahun 2010 di Jakarta. Beliau memimpin utusan PWPM Jawa Tengah, sedang saya jadi peserta dari DIY. Di dua forum saya berkesempatan menyaksikan jiwa organisatoris yang disiplin Kang Bisron, yang saat di IMM hanya saya dengar legendanya. Terutama di Muktamar Pemuda Muhammadiyah di Jakarta yang agak kisruh itu.
Demikian juga saat Kang Bisron menjadi sektretaris PWM Jawa Tengah, kedisiplinan organisasi beliau masih terus melekat. Kalau Buya A Syafii Maarif mempunyai prinsip peradaban dimulai dari titik dan koma, Kang Bisron tampaknya berprinsip kemajuan organisasi harus dimulai dari ketertiban administrasi. Saya beberapa kali mendapat kiriman WA dari beliau secara pribadi yang menunjukkan masih adanya kekurangtepatan administrasi persuratan yang dilakukan oleh majelis dan lembaga PP Muhammadiyah. Khususnya Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting
Hari ini beliau telah pergi, semangat kedisiplinan berorganisasi Kang Bisron pasti akan tetap dikenang oleh semua kader Muhammadiyah yang sempat mengenal beliau. Di saat-saat terakhir kehidupannya, Kang Bisron masih berpikir tentang bagaimana memajukan dan menggembirakan Muhammadiyah. Juga masih mau mengingatkan para kader yang lain untuk lebih ikhlas dalam berkhidmat untuk Muhammadiyah.
Selamat jalan Kang Bisron Muchtar, izinkan kami mengenangmu sebagai seorang kader yang tulus dan berdisiplin tinggi.
Isngadi Marwah Atmadja, Mantan Sekretaris IMM DIY, Sekretaris LPCR PPM