Oleh: Deni Al Asyari, Direktur Utama PT SCM Suara Muhammadiyah
Ketika Malaikat Jibril mendatangi Nabi Muhammad Saw untuk menyampaikan Wahyu pertama, Jibril berkata kepada Nabi Saw, IQRA’…( Bacalah ), kemudian Nabi Muhammad saw pun menjawab, ” Ma Ana Bi Qarik “, ( Saya tidak bisa membaca), hingga sampai tiga kali, Jibril mengulang agar Nabi Saw membacanya, Sang Rasul, tetap menjawab yang sama.
Hingga akhirnya, Jibril memeluk erat Nabi Muhammad Saw dengan penuh cintanya, kemudian mengulangi lagi mengucapkan IQRA’, akhirnya Nabi Saw dapat mengikuti dan membaca, “Iqra’ Bismirabbika ladzi Khalaq”. Dan kalimat ini, menjadi pertanda wahyu pertama yang diturunkan Allah kepada manusia, yang kemudian tersusun dalam surat Al- ‘Alaq ayat 1-5.
Pada saat ayat atau wahyu ini diturunkan, memang kondisi masyarakat Arab jauh dari budaya baca tulis, keutamaan masyarakat Arab pada saat itu lebih dominan pada hafalan. Oleh karenanya, Nabi Muhammad Saw pun, dikenal dengan sifat ke-Ummi-annya, yang tidak bisa baca dan tulis. Sehingga ketika diminta oleh Jibril untuk membaca, Nabi Muhammad Saw tidak bisa.
Ketidakmampuan Nabi Saw untuk membaca dan menulis bukanlah suatu aib bagi bangsa Arab kala itu, karena memang demikianlah kondisi sosio-historis masyarakat pada saat wahyu pertama diturunkan. Sehingga Allah berfirman dalam Al Qur’an;
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آَيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Jumu’ah [62]: 2)
Tentu saja kisah ini sangat menarik, ditarik hikmah dan pesannya untuk saat sekarang. Banyak ahli tafsir dan para ilmuan Al Qur’an yang telah mengurai semua makna atas proses turunnya wahyu pertama ini, yang bisa kita baca dan pelajari. Diantaranya, ada pemikiran Buya Hamka, Quraish Shihab, Sayyid Qutub, Nashr Hamid Abu Zaid, Yusuf Qhardawi, Al Maraghi, dan lain-lain dengan berbagai perspektif.
Namun, setidaknya, secara sederhana, sebagai catatan singkat, bahwa keberhasilan Nabi Muhammad Saw dalam membangun peradaban Islam, diawali dengan semangat dan konsep IQRA’ yang diturunkan Allah. Sebab sebelum adanya konsep Iqra’ ini, masyarakat Arab masih hidup dengan tradisi kejahiliyahannya. Namun melalui, semangat Iqra’, Nabi Muhammad Saw, mampu menghadirkan peradaban Islam, yang tak tertandingi hingga saat sekarang.
Di tangan Nabi Saw, Iqra’ telah menjelma menjadi teori perubahan yang sangat penting dalam peradaban Islam. Melalui pendekatan how to Read, How to Learn, How to Understand, dalam waktu sekejab, Nabi mengubah teks menjadi konteks, yang penuh dengan misi Islam, yaitu Rahmatan Lil ‘Alamin.
Maka dari itu, jika melihat kemajuan peradaban Barat saat sekarang, sesungguhnya, bisa jadi karena mereka mempraktekkan semangat Iqra dalam kehidupan di dunia. Hanya saja, mereka membaca tidaklah berlandaskan pada Bismi Rabbik ( Dengan nama Allah). Walau tampak maju, namun sisi kemanusiaan nyaris hilang di tengah kemajuan peradaban tersebut.
Tentu berbeda, jika semangat IQRA’ yang dibaca dan dipahami umat Islam, dengan landasan “Bismi Rabbik”. Maka peradaban yang akan lahir, adalah peradaban yang penuh dengan keutamaan dan kedamaian, sesuai dengan misi Islam, sebagai agama rahmat.
Melalui momen peringatan nuzulul quran yang diperingatkan pada 17 Ramadhan ini, menjadi renungan dan ibroh bagi kita semua, khususnya bagi penulis, bahwa kemajuan sebuah peradaban, tidak bisa dilepaskan dari tradisi Iqra’ atau budaya literasi yang saat ini banyak dipopulerkan masyarakat. Semoga semangat, Nuzulul Quran pada Ramadhan kali ini, menjadi semangat baru, dalam menggapai peradaban dan kehidupan yang lebih baik dan maju.
Catatan singkat, malam Nuzululquran 17 Ramadhan 1441 H.