Seperti apa dan ke arah mana Tabligh Muhammadiyah? Tentu karena membawa nama dan melekat dengan Muhammadiyah haruslah berkarakter serta membawa misi, kepentingan, dan program Muhammadiyah. Tabligh Muhammadiyah harus sesuai dengan paham Islam dalam Muhammadiyah serta sejalan dengan ideologi, garis, dan kepentingan Muhammadiyah. Misi utama Muhammadiyah ialah dakwah dan tajdid dengan pandangan Islam berkemajuan sebagaimana dalam Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua hasil Muktamar Yogyakarta 2010.
Visi Pengembangan Tabligh Muhammadiyah saat ini hasil Muktamar Makassar 2015 ialah “Berkembangnya fungsi tabligh dalam pembinaan keagamaan yang bersifat purifikasi dan dinamisasi pada berbagai kelompok sasaran dakwah yang mencerminkan Islam berkemajuan berdasar Al-Quran dan As Sunnah Al Maqbulah.”. Program Pengembangannya ialah (1) Meningkatkan model pembinaan aqidah, ibadah, dan akhlak berdasarkan faham agama dalam Muhammadiyah yang berlandaskan Al-Quran dan As Sunnah Al Maqbulah, (2) Menyusun standarisasi tata kelola masjid, mushola dan lembaga korps Mubaligh Muhammadiyah untuk peningkatan pembinaan jamaah, (3) Meningkatkan sinergi dan kerjasama secara tersistem untuk mengintensifkan dan memperluas kinerja tabligh, (4) Meningkatkan kuantitas dan kualitas mubaligh untuk memenuhi kebutuhan tabligh di berbagai segmen dan lingkungan sosial, (5) Menghasilkan materi-materi dan layanan tabligh yang bersifat panduan, bimbingan, dan pencerahan baik langsung maupun melalui berbagai media.
Pada saat ini masih banyak masalah dalam gerakan Tabligh Muhammadiyah seperti kekurangan mubaligh, imam, khatib, dan penggerak tabligh di berbagai lingkungan umat diukur dari tuntutan yang berkembang. Konten dan materi tabligh yang belum mencukupi dan memenuhi keperluan umat, lebih-lebih yang sejalan dengan paham agama dalam Muhammadiyah. Kekurangan rujukan, bahan bacaan, dan wawsan dalam bertabligh sehinggga cenderung kering dan tidak menarik. Perhatian pada masalah, isu, dan kepentingan dakwah tidak jarang terkalahkan oleh isu-isu politik sehingga terbawa nuansa politik dan berorientasi mu’aradlah atau konfrontasi pada segala hal. Akibatnya tabligh kehilangan panduan keislaman yang menyejukkan, mendamaikan, menyatukan, memajukan, dan mencerahkan umat.
Padahal tantangan Muhammadiyah dalam ranah tabligh semakin berat. Para mubaligh dari organisasi dan kelompok lain tampil lebih kaya materi, luas wawasan, militan, agresif, dan ekspansif ke berbagai segmen umat dari elite sampai jamaah. Kehadiran media sosial menjadi tantangan baru bagaimana piawai bertabligh di era dunia serba digital. Perubahan sosial yang kompleks yang melahirkan krisis moral, sosial, dan kemanusiaan dalam kehidupan masyarakat. Semua memerlukan tabligh yang memberikan bimbingan dan solusi bagi setiap insan yang resah, galau, dan mencari kepastian dalam hidup.
Karenanya diperlukan strategi dan cara tabligh Muhammadiyah yang semakin tepat sasaran dan diterima seluas mungkin umat di negeri ini. Tabligh harus tampil dengan pendekatan bil-hikmah, wal-mauidhatul hasanah, wa jadilhum bil-laty hiya ahsan sebagaimana perintah Allah (QS An-Nahl: 125). Pandangan Islam berkemajuan harus menjadi perspektif utama tabligh Muhammadiyah. Mengedepankan “tabligh lil-muwajjahah” lebih diutamakan daripada “tabligh lil-mu’aradlah” dengan mengembangkan wawasan Islam dan Muhammadiyah yang wasathiyyah.
Orientasi tabligh harus berada di jalur dakwah Muhammadiyah yang dikelola oleh para pimpinan, kader, dan aktivis yang benar-benar berpaham Islam sejalan Tarjih, memiliki ilmu ketablighan yang mumpuni, berjiwa dan beralam-pikiran tabligh, teruji Kemuhammadiyahannya, tidak berpolitik-praktis, serta dapat menjadi uswah hasanah dalam kata dan tindakan! (hns)
Tulisan pernah dimuat di majalah suara muhammadiyah nomor 04 tahun 2020