BEIRUT, Suara Muhammadiyah – Mengenal Muslim Lebanon. Persaudaraan tidak hanya diikat oleh hubungan darah, etnis, suku, bangsa, atau agama, karena sejatinya semua manusia bersaudara. Sangat penting bagi setiap muslim untuk memikirkan saudaranya walau terpisah oleh ruang dan waktu yang berbeda. Di banyak kesempatan, seorang muslim sering menengadahkan tangan ke langit, lalu mulutnya berbisik melantunkan doa guna mengetuk pintu langit. Memohon ampunan dan pertolongan kepada Tuhannya, baik untuk dirinya sendiri atau saudaranya yang berada jauh dari jangkauannya. Doa tersebut merupakan refleksi dari kepedualian sesama muslim di setiap tempat di seluruh penjuru dunia, tidak terkecuali di Lebanon.
Di penghujung akhir Ramadhan menjelang berbuka waktu Lebanon, Dubes RI untuk Lebanon, Hajriyanto Y. Thohari meluangkan waktunya untuk membersamai warga persyarikatan dalam acara Tabligh Akbar Ramadhan 1441 PCIM Perancis yang berlangsung secara virtual (22/5). Ia menyampaikan bahwa umat Islam Islam Indonesia perlu belajar banyak dari Lebanon.
Sebelum Islam datang, negara yang saat ini kita kenal dengan nama Lebanon merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Byzantium Romawi. Namun situasi berubah setelah terjadinya perang Yarmuk antara Muslim Arab dengan Kekaisaran Romawi Timur pada tahun 363. Pertempuran ini terjadi empat tahun setelah Nabi meninggal.
Di bawah pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, Islam melakukan ekspansi militer besar-besaran ke wilayah kekuasaan Romawi yaitu Bilad asy-Syam yang mencakup Suriah, Lebanon, Palestina, Yordania, dan sebagian wilayah Irak. “Bilad asy-Syam pernah menjadi pusat pemerintahan Bani Umayyah tepatnya di wilayah Damaskus. Sebelum pada akhirnya runtuh dan terpecah pada akhir kekuasaan Turki Ustmani,” kenangnya.
Kedatangan pasukan Islam ke Bilad asy-Syam pada saat itu disambut penduduk setempat dengan suka cita karena penindasan yang mereka alami dari pasukan Romawi. Ada secercah harapan bagi penduduk yang mayoritas beragama Kristen saat pasukan Islam datang. Pada awal masuknya Islam ke Bilad asy-Syam, seluruh masyarakatnya beragama Kristen karena Islam tidak mengenal pemaksaan dalam beragama. “Hingga saat ini agama Kristen menjadi agama mayoritas masyarakat Lebanon. Mereka adalah penganut Kristen yang otentik, bukan konserfatif,” papar mantan Wakil Ketua MPR tersebut.
Pada masa kekhalifahan Bani Umayyah Islam berangsur meningkat di wilayah Bilad asy-Syam. Setelah penaklukan yang dilakukan oleh Umar bin Khattab, Bilad asy-Syam yang sebelumnya merupakan bekas wilayah Romawi mengalami proses arabisasi. Banyak orang mulai menyebut Bilad asy-Syam sebagai bagian dari bangsa Arab. “Orang menyebut bangsa Arab itu karena bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi adalah bahasa Arab, menulispun juga dengan bahasa Arab,” ungkapnya.
Pasca berakhirnya pemerintahan Khulafaur Rasyidin, Syam menjelma menjadi kekuatan utama politik Islam.
Indonesia harus banyak belajar dari Lebanon. Agama Islam berkembang di Lebanon jauh sebelum terjadi di Indonesia. Islam berkembang di Indonesia pada sekitar tahun 1300-1400. Perbedaan Islam di Indonesia dengan Lebanon dari sudut ruang dan waktu adalah 700 tahun. Ada beberapa catatan penting. Pertama, Islam di Indonesia jauh lebih baru. Kedua, Islam di Indonesia paling jauh dari pusat keislaman yang berada di Makkah dan Madinah. Ketiga, Islam di Indonesia tidak kearaban. Keempat, Islam di Indonesia tidak pernah menjadi bagian dari kekhalifahan Islam.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah tersebut menambahkan, setelah kekhalifahan Turki Ustmani runtuh (1923-1924) Bilad asy-Syam terpecah menjadi beberapa negara. Salah satunya Republik Lebanon yang resmi berdiri pada tahun 1947 dibawah mandat Perancis. Hal inilah yang menyebabkan besarnya pengaruh Perancis di Lebanon.
Negeri yang juga masyhur dengan sebutan ibu kota kitab dunia tersebut menganut sebuah sistem politik khusus sekaligus unik, yang dikenal dengan konfensionalisme. Sistem ini dimaksudkan untuk membagi-bagi kekuasaan sama rata antara aliran agama yang berbeda-beda. Secara politik, Islam tidak tampak karena agama diurus langsung oleh seorang mufti. Mulai muncul kesadaran bagi umat Islam Lebanon untuk mendirikan universitas atau perguruan tinggi, sebagaimana yang dilakukan oleh Muhammadiyah saat ini.
Negara-negara muslim seperti Indonesia perlu menjalin kerjasama dengan Lebanon untuk mempercepat lesatan-lesatan baru. Saat ini Lebanon sedang memasuki sistem politik baru. Kaum muda menggugat sistem pemilu negara yang menurutnya sudah tidak relevan. Disamping itu, Lebanon juga sedang mengalami keterpurukan ekonomi akibat terjadi demontrasi besar-besaran di setiap wilayah. “Bagaimanapun, Lebanon tetaplah menjadi ibu kota kitab dunia, 97,5 persen kitabnya di ekspor ke luar negeri. Salah satu pameran buku terbesar di dunia ada di Lebanon. Banyak penulis hebat dari Lebanon,” ujarnya. (Diko)