Sekali lagi, Tentang Shalat Id di Masa Covid-19

Melalui maklumat yang dikeluarkan pada 1 Rajab 1441/25 Februari 2020, PP Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal 1441 H jatuh pada Ahad, 24 Mei 2020 M. Bertepatan dengan itu, warga bangsa dan masyarakat dunia sedang berjuang menghadapi musuh bersama. Supaya perjuangan ini menemui titik terang, perlu dilakukan upaya bersama. Konstribusi penting dapat dilakukan oleh umat beragama yang melandaskan hidupnya pada petunjuk wahyu. Umat Islam harus menjalankan sadduẓ-ẓarīʻah (tindakan preventif) guna menghindarkan kita jatuh ke dalam kebinasaan seperti diperingatkan dalam Qs. Al-Baqarah: 195.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan bahwa dalam kondisi darurat ini, diperbolehkan (dan bahkan dianjurkan) bagi umat Muslim untuk tidak melaksanakan ibadah sunnah shalat id. Pernyataan lengkap Muhammadiyah dituangkan dalam Edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 04/EDR/I.0/E/2020 Tentang Tuntunan Salat Idulfitri Dalam Kondisi Darurat Pandemi Covid-19, serta Edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 02/EDR/I.0/E/2020 Tentang Tuntunan Ibadah Dalam Kondisi Darurat Covid-19.

“Karena tidak dapat dilaksanakan secara normal di lapangan sebagaimana mestinya, lantaran kondisi lingkungan belum dinyatakan oleh pihak berwenang bersih (clear) dari covid-19 dan aman untuk berkumpul banyak orang, maka shalat id bagi yang menghendaki dapat dilakukan di rumah masing-masing bersama anggota keluarga dengan cara yang sama seperti shalat id di lapangan. Bahkan sebaliknya, tidak ada ancaman agama atas orang yang tidak melaksanakannya, karena shalat id adalah ibadah sunah.”

Kesimpulan tersebut diambil setelah melalui musyawarah dan pembahasan para ulama Muhammadiyah yang kompeten dalam bidang agama dan berbagai disiplin ilmu. Setiap keputusan di Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah diambil melalui serangkaian proses ijtihad jama’i yang melalui tahapan pembahasan secara teliti dan berjenjang. Para ulama tarjih juga telah mendengar masukan dari para ahli kesehatan dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang.

Landasan yang paling pokok bahwa tujuan agama adalah untuk memberikan rahmat kepada manusia, yang dalam filosofi fikih disebut perwujudan kemaslahatan (taḥqīq al-maṣaliḥ). Agama adalah petunjuk dan di antara petunjuk agama bagi manusia dalam menjalani kehidupannya adalah tidak menimbulkan kemudaratan kepada diri sendiri dan kepada orang lain sebagaimana ditegaskan dalam hadis Nabi dan dirumuskan dalam kaidah fikih, la dharara wa la dhirara. Kaidah fikih menegaskan, al-dhararu yuzalu (kemudharatan itu dihilangkan).

Asas dalam melaksanakan agama itu adalah (a) memudahkan (al-taisīr), (b) dilaksanakan sesuai kemampuan, dan (c) sesuai dengan sunah Nabi saw. “Bahwa dalam melaksanakan ajaran agama dasarnya adalah kadar kemampuan mukallaf untuk mengerjakan. Hal itu karena Allah tidak membebani hamba-Nya, kecuali sejauh kadar kemampuannya [Q 2: 286 dan 65: 7] dan apabila diperintahkan melakukan suatu kewajiban agama, maka kerjakan sesuai kemampuan (bertakwa sesuai kemampuan) [Q 64: 16 dan hadis Nabi].”

Pelaksanaan salat id di rumah tidak berarti membuat suatu jenis ibadah baru. Salat id ditetapkan oleh Nabi saw melalui sunahnya. Salat id yang dikerjakan di rumah adalah seperti salat yang ditetapkan dalam sunah Nabi saw. Hanya tempatnya dialihkan ke rumah karena pelaksanaan di tempat yang semestinya, yaitu di lapangan yang melibatkan konsentrasi orang banyak, tidak dapat dilakukan. Juga tidak dialihkan ke masjid karena halangannya adalah ketidakmungkinan berkumpulnya orang banyak di suatu tempat. Dengan meniadakan salat id di lapangan maupun di masjid karena adanya ancaman Covid-19 tidaklah berarti mengurang-ngurangi agama.

Dalam pandangan Islam, perlidungan diri (jiwa dan raga) sangat penting sebagaimana Allah menegaskan dalam Al-Quran, yang artinya “Barangsiapa mempertahankan hidup satu manusia, seolah ia memberi hidup kepada semua manusia” [Q 5: 32]. Menghindari berkumpul dalam jumlah banyak berarti kita berupaya memutus rantai pandemi Covid-19 dan berarti pula kita berupaya menghindarkan orang banyak dari paparan virus korona yang sangat mengancam jiwa ini.

Dengan melaksanakan shalat id di rumah, umat Islam tetap bisa mencapai esensi dari ibadah, yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan meningkatkan kualitas hidup. Di rumah kita masing-masing, kita sambut Idul Fitri 1441 H ini dengan memperbanyak takbir, tahmid, tasbih, dan berdzikir kepada Allah. Diiringi dengan doa memohon semoga Allah membebaskan kita dari corona dan segala marabahaya. Di saat yang sama, kita senantiasa memupuk kasih sayang, persaudaraan, dan kegembiraan dalam merayakan idul fitri. Akhir kata, taqabbalallu minna wa minkum. (ribas)

Exit mobile version