“Lockdown” Orang Tua di Hari Lebaran

"Lockdown" Orang Tua di Hari Lebaran

Ilustrasi Dok Freepik

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: اSembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa … ” [An-Nisâ`/4:36]. Begitu pula Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman dalam surat Luqmân/31 ayat 14: (Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya, …).

Berbuat baik kepada orang tua, biasanya nampak jelas pada saat lebaran. Umumnya masyarakat Indonesia, tidak hanya orang tua sendiri yang mereka muliakan tetapi orang yang dituakan di lingkungannya mereka muliakan. Mereka mendatanginya ramai-ramai untuk bersilaturahmi.

Tapi lebaran tahun ini memang beda, lebaran di era Pandemi Wabah Covid 19. Kalau pada hari-hari lebaran biasanya mereka membuka pintu orang tua selebar-lebarnya, lebaran kali ini malah melockdown orang tuanya untuk tidak menerima tamu. Mereka sadar untuk menjaga orang tua dari penyebaran Covid 19.

Seorang teman yang berasal dari zone paling merah Jawa Timur, Kawasan Surabaya Raya Jawa Timur betul-betul melakukan lockdown kepada orang tuanya untuk tidak menerima tamu. Untuk menjaga agar lockdown berjalan baik, kakaknya yang diminta untuk mengawasinya.

Tetapi ada juga orang tua yang dengan sadar melakukan lockdown terhadap dirinya sendiri. Seorang tua yang tinggal di perbatasan Jateng-DIY Jauh-jauh hari, sejak awal pandemic Covid 19  telah mengumumkan bahwa dirinya tidak akan menerima tamu saat lebaran jika musim wabah belum berakhir. Dan ini ia praktikkan betul dengan menutup pintu saat lebaran ini, bahkan adiknya yang rumahnya dekat yang biasa silaturahmi saat lebaran pun tidak datang.

Namun ada juga yang tidak sadar terhadap fenomena Covid 19 ini, mereka tetap membuka lebar-lebar pintu rumahnya untuk silaturahmi. Tetapi ternyata seharian dibuka, tidak ada yang datang kecuali anak-anaknya sendiri yang sewilayah dengannya  di DIY yang menyambangi rumahnya. “Memang untuk tahun Covid ini, warga kampungi ini sengaja tidak mengadakan silaturahmi dari rumah ke rumah.” Kata aktivis Kampung.

Berbeda dengan sebuah kampung dekat kawasan Malioboro Yogyakarta, untuk menjembatani orang tua yang melockdown diri dan membuka lebar-lebar pintunya punya cara sendiri. Orang-orang tua diminta berdiri di depan rumahnya, kemudian yang muda-muda berkeliling kampung dengan melambaikan tangannya kepada para orang tua dan tanpa salam-salaman. Meski demikian mereka sudah saling ridha untuk saling memaafkan.

Selain era lockdown orang tua, saat ini juga memasuki era silaturahmi melalui video call. Masih pagi hari, penulis mendapat video call anak yang tinggal di kawasan Jabodetabek dan tidak bisa pulang karena larangan mudik. Jadilah kumpul keluarga meski yang satu berada di jauh, Obrolan pun mengalir seperti saat-saat kumpul  biasa dan bahkan lebih intens karena hubungan lewat telephon memang nggak boleh putus bicara sehinga pembicaraanpun mengalir dan saling mengisi.

Teknologi memang bisa mendekatkan yang jauh menjadi dekat. Ini juga dialami seorang Ketua RT di Kabupaten Klaten yang tidak bisa mudik meski asalnya hanya Wonogiri dan masih se wilayah Solo Raya. Pagi-pagi ia sudah mendapat video call dari saudaranya yang menunggui orang tuanya untuk bisa bersilaturahmi pada orang tuanya karena orang tua sudah rindu. Dengan viitur baru dari WAG ternyata secara bersamaan mereka bisa saling berhubungan dan silaturahmi dengan orang tua. Ada yang dari Klaten, Yogya dan bahkan luar Jawa. Mereka saling bisa menyapa orang tua yang ada di Wonogiri secara bersama-sama. Hujan tangis pun terjadi karena tidak bisa ketemu fisik seperti biasanya.

Ternyata fenomena ini juga dilakukan secara mandiri, meraka memilih video call kakak-kakaknya satu persatu untuk mengucapkan selamat Idul Fitri serta minta maaf pada kakaknya. Malas untuk keluar dan berkeling di era Covid dan memilih video call meski masih satu kota,

Pandemi Covid 19 memang mampu mengubah budaya mudik dan silaturahmi meski tidak semua mau menggunakan perubahan ini. Tetapi umumnya orang bisa beradaptasi melalui teknologi biasa. Bisakah silaturahmi dilakukan lebih intens lagi pada orang tua di masa-masa mendatang tidak menunggu peristiwa mudik lebaran, toh mudik lebaran hanya banyak dihabiskan di tempat wisata dan hanya sedikit waktu bersilaturahmi apalagi berbakti pada orang tua. (Lutfi).

Exit mobile version