Benarkah Hadits Puasa Syawal Masih Diperdebatkan?

Benarkah Hadits Puasa Syawal Masih Diperdebatkan?

Pertanyaan Dari: Nikmatul Khumaida AB, Jl. Cilubang No. 34 Jampangkulon, Sukabumi, Jawa Barat

Tanya:

Saya pernah membaca dan sering mendengar bahwa saum/puasa Senin dan Kamis serta puasa 6 hari pada bulan Syawal suka dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. Tetapi pada waktu pengajian rutin Muhammadiyah di daerah kami, saya mendapat keterangan bahwa saum Senin dan Kamis serta saum 6 hari pada bulan Syawal itu diperdebatkan kesahihannya. Oleh karena itu saya mohon penjelasan dari pengasuh rubrik Fatwa Agama SM, apakah betul demikian? Selanjutnya saya juga mohon penjelasan mengenai puasa Daud, apakah Nabi kita Muhammad saw pernah melakukan dan bagaimana hukumnya?

Jawab:

Puasa 6 hari bulan Syawal dasarnya ialah hadits dari Abu Ayub al-Anshari dan diriwayatkan oleh Jamaah kecuali al-­Bukhari dan an-Nasai, bahwa Nabi saw bersabda:

[مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ [رواه الجماعة

Artinya:  “Barangsiapa yang melakukan puasa Ramadhan kemudian diikuti dengan melakukan puasa enam hari pada bulan Syawal, maka seakan-akan dia berpuasa terus menerus.” [HR. Jama’ah dari Abu Ayub al-Anshari].

Yang menolak keberadaan hadits di atas adalah Imam Malik bin Anas yang mengatakan bahwa ia tidak pernah melihat ahli fiqh yang berpuasa enam hari. Terhadap pendapat Imam Malik ini, dapat kita katakan bahwa tidak berpuasanya ahli fiqh itu tidak dapat kita jadikan dalil bahwa puasa tersebut bukan sunnah. Dalam kitab Mizanul-i’tidal disebutkan bahwa ada seorang perawi yang dilemahkan oleh Ahmad dan an-Nasai. Tetapi Muslim mensahihkannya, terbukti dengan mentakhrijkan hadits di atas. Ibnul Qayyim dalam kitabnya Zadul-Ma’ad menerangkan bahwa puasa Syawal 6 hari itu sah dari Nabi saw.

Baca juga: (https://www.suaramuhammadiyah.id/2016/07/08/keputusan-tarjih-tentang-puasa-syawal/)

Mengenai puasa Senin dan Kamis diterangkan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أَكْثَرُ مَا يَصُومُ الِاثْنَيْنِ وَالْخَمِيسَ تُعْرَضُ الْأَعْمَالُ كُلَّ اثْنَيْنِ وَخَمِيسٍ فَأُحِبَّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

[رواه أحمد]

Artinya: “Bahwasanya Nabi saw lebih sering berpuasa pada hari Senin dan Kamis. Amalan-amalan manusia diajukan kepada Allah setiap hari Senin dan Kamis, maka saya senang apabila amalan saya (pada hari tersebut) dan saya berpuasa pada hari tersebut.” [HR. Ahmad dari Abu Hurairah]

Dari hadits di atas dapat diketahui bahwa Nabi saw sering melakukan puasa hari Senin dan Kamis. Nabi saw sering berpuasa pada dua hari tersebut karena amalan-amalan manusia diajukan kepada Allah pada dua hari tersebut.

Mengenai puasa Nabi Daud, bahwa puasa ini termasuk puasa sunnah yang paling utama bagi mereka yang ingin memperbanyak puasa, juga paling disukai oleh Allah (Hadits riwayat Ahmad dari Abdullah bin ‘Amr). Puasa Nabi Daud, yaitu puasa selang sehari, sehari berpuasa, sehari berbuka, sehari berpuasa lagi dan hari berikutnya berbuka, demikian seterusnya. Diriwayatkan oleh al-­Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin ‘Amr, bahwa Nabi saw bersabda:

صُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمًا وَذَلِكَ صِيَامُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام وَهُوَ أَفْضَلُ الصِّيَامِ فَقُلْتُ إِنِّي أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ

[رواه البخاري ومسلم]

Artinya: “Berpuasalah sehari dan berbukalah sehari, itu adalah puasa Nabi Daud, dan puasa yang paling utama. Saya (Abdullah bin ‘Amr) berkata: Saya sanggup yang lebih baik dari itu. Nabi bersabda: Tak ada yang lebib baik dari puasa Nabi Daud itu.”

* Tanya Jawab ini pernah dimuat di Majalah Suara Muhammadiyah No. 7 Tahun Ke-84/1999

Exit mobile version