YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Dalam puisinya yang berjudul “Tuhan 9 Cm” Taufik Ismail menuliskan bahwa Indonesia merupakan surga tertinggi bagi para perokok. Di setiap ruang gerak manusia pasti akan kita temui seseorang dengan santai dan penuh percaya dirinya menyalakan ujung batang rokok, tanpa harus menghiraukan siapa yang ada disekelilingnya. Ada juga yang berlaku lebih sopan dengan cara menawari rokok atau sekedar bilang permisi namun tidak mau pergi alias tidak tahu diri.
Melihat sangat gentingnya permasalahan rokok di Indonesia, Agus Taufiqurrohman, Ketua PP Muhammadiyah mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bergerak menyelamatkan generasi bangsa dari pengaruh buruk rokok. Muhammadiyah memiliki posisi yang sangat jelas dalam urusan rokok yaitu mengharamkannya. Sebagaimana hal ini sesuai dengan pesan Nabi, “Janganlah kita melakukan sesuatu yang membahayakan diri kita sendiri dan orang lain”.
Agus menyatakan bahwa Muhammadiyah mendukung serta mengapresiasi segala upaya dalam mengontrol peredaran rokok di masyarakat. Dalam rangka memperingati hari tanpa tembakau sedunia, Muhammadiyah kembali mempertegas posisinya untuk melakukan nahi munkar, mecegah terjadinya kerusakan yang disebabkan oleh rokok. “Kita tidak boleh abai dengan masalah rokok ini. Mari kita bersama-sama melakukan penyelamatan terhadap generasi bangsa untuk menyambut generasi emas 2045,” ujar Agus (30/5).
Sudibyo Markus, Wakil Ketua Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional PP Muhammadiyah mengungkapkan, tembakau harus dikontrol dengan sebaik-baiknya. Hal ini perlu disuarakan secara lantang dan tegas. “Muhammadiyah tidak perlu sungkan. Pengendalian tembakau harus disuarakan lebih lantang dari sebelumnya,” pesannya.
Budaya merokok di Tanah Air telah menjalar ke seluruh lapisan masyarakat. Tidak mengenal kecil, besar, tua, muda, anak-anak atau dewasa, rakyat jelata hingga pejabat, semuanya lihai memainkan asapnya. Tempat ini juga sangat ramah dan nyaman bagi industri rokok untuk mendulang keuntungan sebesar-besarnya.
Mukhaer Pakkanna menggambarkan industri rokok sebagai drakula ekonomi. Bagaimana tidak, para perokok yang umumnya adalah masyarakat miskin dengan ekonomi menengah ke bawah memiliki kontribusi yang sangat besar kepada industri rokok. “Inilah yang kita sebut drakula ekonomi,” ujar Pakkanna selaku Rektor ITB Ahmad Dahlan Jakarta. (diko)