Pentingnya Kesadaran Sejarah, Belajar dari Buya: Catatan Milad ke-85

Hendra Darmawan

“Janganlah tiru nyanyian ombak yang hanya berdebur bila mengempas ke tepi pantai. Tetapi, jadilah air bah yang mengubah dunia dengan amalmu.”
Iqbal (1877-1938).

Qur’an menggariskan“ Siiru fil ardhi fandzuru kaifa kaana aaqibatul mukadzdzibien” ….Berjalanlah engkau di muka bumi, dan lihatlah/ambillah pelajaran atas mereka yang yang mengingkari Alloh.

Pasca menerima Magsaysay award, dan penghargaan-penghargaan berikutnya atau komitmen beliau, kontribusi beliau terhadapa kemanusiaan, yang Buya dapatkan dari lemabaga-lemabag kredibel internasional, undangan makin banyak untuk meminnta menajdi pembicara, narasumber dan lain-lain. beberapa pihak menghubungi beliau salah satunya adalah Kalingga Institute.

Kunjungan ke Kalingga Institute menghabiskan waktu 6 jam perjalanan darat dari kota New Delhi India. Bertemulah beliau dengan Syamanta. Setelah bertemu dengan Syamanta yang mengagumi Buya sampai Buya diundang hadir ke India. Sebaliknya Buya pun terbelalak dengan sosok Syamanta itu, seorang kaya raya, dengan banyak perusahaan, memiliki beberapa perguruan tinggi, dan beberapa sekolah menengah yang ia miliki, ia menyantuni ribuan siswa untuk sekolah. Tidak sampai disitu saja, Syamanta meski seorang kaya raya, ia tinggal di rumah kontrakan, mungkin masih lebih mewah rumah anak buahnya.  Ia tidak berkantor di Gedung kantor yang mewah meski ia mampu, ia hanya berkantor di bawah pohon, dan jika sudah agak terik panas pindah ke pohon yang lain. Hatta Syamantapun menerima tamu pemimpin-peminpin negara di bawah pohon tersebut.

Buyapun terhenyak, sungguh orang ini sudah banyak berbuat untuk kemanusiaan yang sesungguhnya, jauh dari apa yang buya sudah kerjakan, gumamnya. Buya pun penasaran, bertanya pada Syamanta

“Why you do those kinds of staff, why you do these?

What is your philosophy of life?,

 I am happy if the others are happy.

Filosopi hidupnya adalah “membuat orang lain Bahagia”, terang Buya. Bukankah itu sangat Islami.

Dalam forum Dapinas MPK PP Muhammadiyah di PPPPTK Yogyakarta, dimana Buya menceritakan narasi diatas, Buya berucap: 

“Saya agak telat siuman, andai saya masih muda, ….”. Tolong kalian pelajari hal-hal diatas, kalian masih Muda. Jangan pernah berpikir apa agamanya Syamanta, tetapi renungkanlah dan bertanyalah “kok ada orang macam Syamanta, ucapnya”. Pesan moral setelah itu, kita umat Islam yang memiliki Kitab Suci Al Quran dan Hadits, seberapa kita sudah mengajak dialog Al-quran untuk menjawab permasalahan umat ini. Seberapa kita sudah berbuat, beramal untuk kemanusiaan, dan banyak pesan-pesan yang lain.

Sejarahwan yang komplit

Buya, seorang yang mumpuni dalam ilmu-ilmu sosial, ilmu filsafat, kesastraan sufistik karena beliau pernah ambil mata kuliah khusus mengkaji Sir Muhammad Iqbal, dan menguasai turats/kajian-kajian kitab Klasik, maklum beliau alumni Muallimien Muhammadiyah Yogyakarta. Ditambah dengan spektrum pergaulannya yang luas,bahkan saat berkomunikasi dengan pihak-pihak penguasa dan politisi beliau tulus, tidak baper karena beliau sadar betul bahwa dunia politik itu memang kumuh.

Buya pernah mengutip Frederick Nitsze  oleh saat ulang tahun Beliau yang ke 70, 

“Only so far as history serves life will we serve it…”. Artinya sejarah dalam maknanya yang terdalam bukanlah sebagai hiburan untuk bersenang-senang atau untuk “memuaskan diri sendiri”, tetapi ia harus fungsional dalam mempertajam wawasan kemanusiaan seseorang untuk berurusan dengan zaman yang tak pernah berhenti bergerak. Sejarah yang merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita hari ini adalah cermin kita.

Seyogyanya ia menjadi pelajaran bagi kita untuk menatap hari depan yang lebih baik. Lebih mendalam Sosiolog Islam Pertama Ibnu Khaldun mengatakan bahwa Sejarah adalah peradaban dan pelajaran yang harus ditelaah secara kritis (Nadzor)……….

Dalam konteks memperluas wawasan dan Kawasan (Spektrum pergaulan), beliau selalu berpesan untuk terus membaca “belajar Islam lebih dalam, pelajari sejarah”, agar generasi modern saat ini tidak gamang menghadapi dinamika kehidupan. Anak muda sekarang harus memiliki kecerdasan critical  “nadzor”, yakni kecerdasan dalam memahami persoalan, mengenal asal-usul sejarah, dan menyikapi secara objektif masalah. 

Dalam forum Tanwir Muhammadiyah di Hotel Garuda Yogyakarta,  di depan forum Tanwir dihadapan bapak-bapak dan Ibu-ibu Aisyiah Buya, Kampanye pada agar ibu-ibu Aisyiah Membaca ‘History of God’  oleh Karen Amstrong, memperluas cakrawala, jangan alergi terlebih dahulu, disambut riuh hadirin.

Kesetiaan untuk berproses dan mengabdi,

Seorang Prof Haekal (2016) pernah bertestimoni bahwa..”Jika kambing yang dijual Buya tidak banyak yang mati, Mungkin buya akan jadi Juragan Kambing…..”, jadi punya pernah tinggal indekost di daerah kotagede dan melatih naalr berbisnis karena beliau orang Padang (Pandai Badagang), itupun pernah beliau lakukan.

Setelah lulus dari Muallimien, Buya sempat mengabdi untuk mengajar di Lombok Timur, juga pernah mengajar di Baturetno Wonogiri, pernah berproses dua kali ambil magister di America dengan segala dinamikanya, Kembali ke Muhammadiyah dan menjadi pimpinan tertinggi Muhammadiyah, pernah juga berada dalam bayang-bayang Amien Rais adalah seseuatu yang cukup sulit, meski lambat laun Buya bisa lepas dari bayang-bayang itu dan makin berkibar.  

Sebagian mungkin pernah  kecewa dan kaget menyalahfahami (misunderstood) dengan transformasi pemikiran buya,sikap buya. Buya era 70an sangat hadir dengan visi ideal negara Islam, kegandrungan beliau dengan Al maududi, pemikiran kebangkitan peradaban dan lain-lain.  Dalam beberapa bukunya, beliaupun seakan merevisi pemikiran beliau sebelumnya, entah karena interaksinya dengan pemikiran-pemikiran kontemporer seperti Arkoun, Abid Al Aljabiri, An-naim, dan lain-lain. Tugas anak muda untuk memahami genealogi pemikiran buya dan transformasinya agar tidak misleading.

Keberanian untuk melakukan terobosan dan berbeda, berani untuk melawan arus, against the mainstream. Tidakkah keberterimaan (akseptabilitas) Buya dan Pemikirannya dalam warga Muhammadiyah baru 15 tahun terakhir, tegas menurut Mulkhan (2016).

Selamat Milad ke 85 Buya Syafii Maarif, semoga makin otentik.

Hendra Darmawan, Kader Kintilan yang lain, Dosen PBI FKIP UAD, Ketua Majelis Tabligh PWM DIY, Anggota MPK PP Muhammadiyah. 

Exit mobile version