Setiap tanggal 31 Mei, masyarakat global selalu memperingati hari tanpa tembakau sedunia setiap tahunnya. Istilah sederhananya, warga +62 menyebutnya dengan ‘hari bebas rokok sedunia’. Sebelum kita lanjut membahas perayaan apa saja di hari tanpa tembakau, kita akan mengulas sedikit sejarah dari penetapan hari tanpa tembakau sedunia.
Jika dikaji dari masalahnya , ternyata bermula dari tingkat kematian yang menunjukkan angka kematian yang tinggi tiap tahunnya. Bahkan untuk diseluruh dunia, mencapai angka 5,4 juta jiwa pertahunnya. Anggapan bahwa angka kematian yang terbilang tinggi disebabkan karena rokok, bisa dibilang sia-sia. Untuk meminimalisir bahkan jika bisa, rokok terbuat dari bahan-bahan alami dan sehat, mungkin warga dunia tak kan hidup dengan sia.
Berangkat dari hal itu, negara-negara anggota WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) mencetuskan Hari Tanpa Tembakau Sedunia pada tahun 1987. Pada tahun 1988, Majelis Kesehatan Dunia mengesahkan bahwa perayaaan Hari Tanpa Tembakau Sedunia setiap tanggal 31 Mei. Hal ini bertujuan untuk mendesak para pecandu tembakau agar bisa menahan dana berpuasa untuk menghindari penggunaan tembakau selama 24 jam, sehingga harapan kedepannya dapat mendorong pecandu tersebut untuk berusaha berhenti merokok.
Di sisi lainm, peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia ini menjadi salah satu dari banyak hari peringatan yang terkait dengan upaya peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan bahayanya rokok.
Perayaan Hari Tanpa Tembakau Sedunia ini biasanya diisi dengan edukasi kepada masyarakat luas mengenai kesehatan secara umum, penyuluhan materi publikasi gerakan anti tembakau, bahkan edukasi terkait bahaya rokok terhadap kesehatan, melakukan bakti social, dan mengajak seluruh masyarakat agar berpuasa merokok selama satu hari penuh agar dapat mengurangi kebiasaan merokok.
Berkenaan dengana itu, ada secuil cerita mengenai rokok dari warga plus 62. Di tengah pandemi Covid-19, aktivitas produksi rokok di salah satu wilayah Jawa Tengah seperi Kudus masih tetap berjalan normal, bahkan ada beberapa pabrik rokok produksinya naik karena menyesuaikan permintaan pasar.
Sekilas, timbul pertanyaan, mengapa para perokok masih mampu membeli rokok? Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya ditengah pandemic masih berfikir ulang lagi. Apakah para pecandu memiliki kesempatan yang luas untuk merokok karena ketika berada di kantor atau lingkungan kerjanya yang kesempatan merokoknya sangat terbatas?
Apakah industri rokok saat ini tengah berusaha untuk menggantikan para konsumennya dengan membidik para remaja.? Melihat perokok dewasa yang semakin sekarat dan sakit-sakitan. Bahkan, anggapan mengenai laki-laki yang kuat ialah yang bisa merokok maih ada ditengah pergaulan remaja.
Ditambah lagi dengan media promosi terkait rokok sudah menyentuh ranah film, musik, olahraga, internet, bilboard, dan majalah. Dikhawatirkan para remaja dapat melanggengkan pernyataan di atas. Semoga saja, dengan memperbanyak edukasi kesahatan dapat membuka wawasan pecandu rokok agar dapat menghentikan kebiasaan tersebut dengan segera. (rahel)