Ibadah Pada Masa Corona
Pelaksanaan shalat Jumat, sebagaimana shalat wajib yang lain, sesungguhnya diutamakan untuk dikerjakan pada awal waktu. Oleh karenanya apabila shalat Jumat dilaksanakan dua kali atau lebih, maka yang demikian itu dapat menyebabkan rombongan kedua dan seterusnya tidak mendapatkan keutamaan shalat pada awal waktu. Padahal Rasulullah saw sangat menekankan umatnya agar melaksanakan shalat pada awal waktu, sebagaimana hadits berikut,
قَالَ الْوَلِيدُ بْنُ عَيْزَارٍ أَخْبَرَنِي قَالَ سَمِعْتُ أَبَا عَمْرٍو الشَّيْبَانِيَّ يَقُولُ أَخْبَرَنَا صَاحِبُ هَذِهِ الدَّارِ وَأَوْمَأَ بِيَدِهِ إِلَى دَارِ عَبْدِ اللهِ قَال سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ قَالَ الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ ]رواه البخاري و مسلم.[
Al-Walīd bin ‘Aizār berkata, dia (Syu’bah) telah mengabarkan kepadaku, ia berkata: Aku mendengar Abū ‘Amr asy-Syaibānī berkata, pemilik rumah ini telah mengabarkan kepada kami, dan dia menunjuk dengan tangannya ke arah rumah Abdullah (Ibnu Mas‘ūd). Ia (Abdullah Ibnu Mas‘ūd) berkata: Aku pernah bertanya kepada Nabi saw., amal apakah yang paling disukai Allah? Beliau menjawab: Shalat pada waktunya. Ia (Abdullah Ibnu Mas‘ūd) berkata: Lalu apa? Beliau menjawab: Berbakti kepada kedua orang tua. Ia (Abdullah Ibnu Mas‘ūd) berkata: Lalu apa? Beliau menjawab: Berjihad di jalan Allah [HR. al-Bukhārī dan Muslim].
Selain itu, pada shalat Jumat juga terdapat keutamaan bagi orang yang datang lebih awal. Hal ini disebutkan dalam hadits berikut,
مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ حَضَرَتْ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ ]رواه البخاري.[
Barangsiapa yang mandi janabah pada hari Jumat kemudian berangkat (ke tempat shalat Jumat) maka seakan-akan dia berkurban satu ekor unta, dan barangsiapa yang berangkat pada waktu kedua maka seakan-akan dia berkurban satu ekor sapi, dan barangsiapa yang berangkat pada waktu ketiga maka seakan-akan dia berkurban satu ekor domba yang bertanduk, dan barangsiapa yang berangkat pada waktu keempat maka seakan-akan dia berkurban satu ekor ayam dan barangsiapa yang berangkat pada waktu kelima maka seakan-akan dia berkurban satu butir telur. Apabila imam telah keluar (untuk berkhutbah), malaikat hadir mendengarkan khutbahnya [HR. al-Bukhārī].
Di saat pandemi Covid-19 ini melanda dunia, di mana kita diharuskan untuk melakukan apa yang disebut sebagai social distancing/physical distancing, maka bagi masjid yang hendak menyelenggarakan ibadah shalat Jumat dapat dilaksanakan secara bergantian dalam dua sesi/sif atau lebih, yang penting masih dalam waktu shalat Zuhur/Jumat. Hal ini untuk memberi kepastian terlaksananya protokol kesehatan dengan baik dalam shalat Jumat, yaitu menjaga jarak antar jamaah satu dengan yang lain dan jamaah tidak melebihi kapasitas ruangan tempat shalat Jumat yang sudah dibatasi.
Adanya pandemi Covid-19 merupakan uzur syar’ī dibolehkannya melakukan ibadah-ibadah tertentu secara tidak normal, termasuk pelaksanaan shalat Jumat secara bergantian dalam beberapa sesi atau sif ini.
Kebolehan pelaksanaan shalat Jumat secara bergantian juga dilandaskan kepada asas kemampuan dalam menjalankan agama, sebagaimana firman Allah dalam surah at-Tagābūn (64) ayat 16 dan hadits Nabi saw berikut:
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
Bertakwalah kepada Allah menurut kesanggupanmu.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ … وَإِذَا أمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ [متفق عليه].
Dari Abū Hurairah, dari Nabi saw (diriwayatkan bahwa) beliau bersabda: … dan jika aku perintahkan kamu melakukan sesuatu, kerjakanlah sejauh kemampuanmu [Hadits muttafaq ‘alaih].
Juga hadits Nabi saw,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إذَا اشْتَدَّ الْحَرُّ فَأَبْرِدُوا بِالصَّلاةِ فَإِنَّ شِدَّةَ الْحَرِّ مِنْ فَيْحِ جَهَنَّمَ [رواه البخاري ومسلم].
Dari Abū Hurairah r.a., dari Nabi saw [diriwayatkan bahwa] beliau bersabda: Apabila panas sangat terik, tundalah shalat hingga lebih teduh. Sesungguhnya teriknya panas itu adalah pancaran panasnya Jahanam [HR al-Bukhārī dan Muslim].
Dalam hadits ini diberi rukhsah untuk menunda seluruh jamaah shalat karena adanya uzur syarʻī, yaitu teriknya panas matahari yang menimbulkan masyaqqah. Shalat yang ditunda dalam hadits ini, berdasarkan qarinah teriknya panas, adalah shalat di tengah hari, yaitu Zuhur dan juga Jumat yang waktunya sama. Apabila seluruh jamaah boleh ditunda shalatnya karena masyaqqah, maka menunda sebagian jamaah tentu juga dibolehkan karena adanya masyaqqah. Artinya sebagian jamaah shalat di awal waktu, sebagian lain ditunda lebih kemudian karena masyaqqah, tentu tetap sesuai waktunya dan mendapatkan pahala yang sama.
Sumber: Edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 05/EDR/I.0/E/2020, Tentang: Tuntunan Dan Panduan Menghadapi Pandemi Dan Dampak Covid-19