Oleh: Muhammad Jamaludin Ahmad
Hari Rabu tgl 3 Juni 2020 saya mengikuti Rakornas MPKU PP Muhammadiyah secara online melalui Zoom (Rakornas Zumiyah). Acara ini diikuti oleh RS dan Klinik Muhammadiyah/ Aisyiyah seluruh Indonesia. Ketika sampai pada sessi Dialog/Tanya jawab, ada laporan yang menarik dari temen temen direksi Rumah Sakit Muhammadiyah /Aisyiyah Jawa Timur bahwa yang terjadi di sebagian besar masyarakat ketika mereaksi tentang “New Normal” yang dikenalkan oleh presiden Jokowi/pemerintah ternyata bukan semakin disiplin menerapkan protokol kesehatan dalam kegiatan dan kehidupan sehari hari namun malah sebaliknya.
Kejadian Surabaya Raya yang meningkat dari zona merah menjadi “zona hitam” memberikan gambaran betapa virus corona sangat cepat penyebaranya, terlebih lagi ketika masyarakat sedang lengah dan kurang waspada. Salah seorang direksi cerita bahwa oleh sebagian besar masyarakat “New Normal” dipersepsi sebagai kondisi yang sudah normal. Atau dalam ungkapan lain bisa dideskripsikan sebagai:
NEW NORMAL berarti
1.WIS/sudah NORMAL,
2.SUDAH KEMBALI NORMAL ,
3. Semua NORMAL SEPERTI SEBELUM ada COVID- 19.
Bapak ibu dan saudaraku bisa membayangkan dampak negatif dari komunikasi yang gagal yang disebabkan oleh sebuah kebijakan yang tidak jelas yang terwakili dalam istilah “New Normal”. Masyarakat yang menganggap New Normal sama dengan “wis/sudah normal” juga tidak bisa disalahkan sepenuhnya karena memang mereka kurang dapat informasi yang jelas dari pihak pihak yang bertanggung jawab. Akibat lanjutanya adalah resiko “memapar dan terpapar” akan semakin meluas dan mengerikan. Para direktur rumah sakit dan petugas rumah sakit saat ini sedang menghadapi situasi “yang tak terkendali dan mencemaskan”.
Banyak rumah sakit yang selama ini sudah kewalahan menerima pasien maka akan semakin kewalahan. Bahkan beberapa rumah sakit di daerah sudah banyak yang “menolak/tidak menerima” pasien covid 19.
Dalam kehidupan beragama dimasyarakat, masjid masjid langsung banyak yang buka tanpa melalui prosedur yang semestinya. Maka penting untuk memperhatikan edaran PP Muhammadiyan nomor: 05/EDR/ 1.0/ E/2020 Tentang Tuntunan dan Panduan Menghadapi Pandemi dan dampak covid-19, khususnya point tiga bahwa meskipun di daerah yang aman (zona hijau) saja masih diintruksikan untuk:
1. Shalat sunnah dilakukan di rumah
2. Shalat fardlu kifayah sebaiknya dilaksanakan di rumah, apabila syarat fardlu kifayah terpenuhi.
3. Shalat jumat bisa dilakukan di masjid dengan protokol kesehatan yang ketat (pedomani panduan MCCC PP Muh) dan bisa dilaksanakan lebih dari satu rombongan/sif.
Para Pimpinan Persyarikatan khususnya PCM/PRM dan para takmir masjid mohon mencermati edaran terbaru Pimpinan Pusat ini agar tidak salah paham dan salah dalam pelaksanaanya. Juga jangan sampai membuka kembali masjid masjid sekedar mengikuti perasaan tidak enak terhadap mereka yang beda sikap atau ikut ikutan suasana “New Normal”. Perlu disadari bahwa secara umum dan lingkup nasional pada prinsipnya kedaruratan akibat pandemi covid -19 ini di indonesia belum lebih baik, meskipun sudah ada daerah dan wilayah yang dinyatakan aman atau sebagai zona hijau.
Jumlah orang indonesia yang terpapar covid-19 masih terus meningkat bahkan cenderung semakin mengkhawatirkan. Keputusan pemerintah yang baru akan mengijinkan para siswa/pelajar masuk kembali ke sekolah pada bulan januari tahun 2021 bukan sekedar menunjukkan sikap kehati-hatian namun keputusan ini juga menunjukkan bahwa pandemi covid 19 di Indonesia masih dalam perkembangan yang mengkhawatirkan dan mengancam keselamatan jiwa manusia Indonesia.
Kasus di negara maju Korea Selatan yang Pemerintahnya telah membolehkan para pelajar kembali masuk sekolah karena melihat kurva yang mulai melandai dan situasi mulai dinailai aman, namun akhirnya keputusan itu dibatalkan setelah melihat kenyataan meningginya kembali kasus warga korea yang terpapar covid-19, meski baru beberapa hari para pelajar masuk sekolah. Kasus Korea Selatan ini sebaiknya jadi pelajaran bagi masyarakat Indonesia khususnya warga Muhammadiyah, terlebih lagi di Indonesia saat ini warga yang terpapar covid-19 masih menunjukkan peningkatan sehingga masih sangat jauh dari zona dan situasi yang benar benar aman dari bahaya covid-19.
Bila tempat tinggal kita belum dinyatakan secara resmi sebagai daerah zona hijau (aman) oleh pemerintah maka kita tidak perlu memaksa diri untuk melaksanakan shalat wajib dan shalat jumat di masjid seolah oleh daerah kita sudah masuk zona hijau. Juga tidak perlu tergesa gesa untuk membuka kembali masjid kita hanya karena menuruti perasaan tidak enak karena masjid lain sudah dibuka kembali atau menuruti situasi yang katanya “New Normal”. Keselamatan jiwa diri kita dan para jamaah harus menjadi pertimbangan utama.
Bagi wilayah atau daerah yang belum dinyatakan Zona aman atau zona hijau maka bagi warga muhammadiyah harus perpedoman edaran Pimpinan Pusat muhammadiyah yang berlaku sebelumnya. Oleh pemerintah, di Jawa Tengah dan sepulau Jawa saja yang dinyatakan zona hijau baru Tegal.
Daerah Istimewa Yogyakarta dan propinsi yang lain bagaimana? Silahkan untuk dicermati dan dipantau terus perkembanganya. Ini penting karena berkaitan dengan penerapan edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang mana yang seharusnya diterapkan.
Mohon dipahami pahwa edaran PP yang terbaru ini hanya berlaku untuk daerah yang dinyatakan zona hijau atau zona aman.Pemberlakuan zonasi juga dengan catatan ketat. Di surat edaran PP Muh no 05 point 4 dinyatakan bahwa:
……..Pernyataan status aman (hijau) atau darurat (merah) ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Perlu diketahui bahwa status zona bisa berubah setiap saat, oleh karena itu warga Muhammadiyah agar selalu mengikuti perkembangan keadaan sehingga ketika ada perubahan status bisa melakukan tindakan yang diperlukan.Perlu diingat, bahwa daerah yang dinyatakan oleh pemerintah sebagau zona hijau pun bisa dengan cepat menjadi zona merah bahkan menjadi zona hitam bila para pimpinan, ummat dan masyarakat lengah dan tidak memberlakukan protokol kesehatan secara ketat dan seksama.
Bagi pimpinan persyarikatan dan ortom khususnya Tingkat Pimpinan Cabang dan Ranting serta para takmir masjid Muhammadiyah sebaiknya memulai menyiapkan program jangka panjang untuk merespon pandemi covid-19 dan dampaknya yang berkaitan dampak ekonomi, kesehatan, psikologi dan juga sosial bagi warga muhammadiyah dan jamaah masjid Muhammadiyah.
Kita perlu mencarikan solusi bagi warga Muhammadiyah yang kehilangan pendapatan, kesulitan utk makan sehari hari, mereka yang masuk usia rawan terpapar (anak-anak, usia lanjut, mereka yang memiliki penyakit tertentu dll). Situasi yang sulit ini tidak akan selesai bila kita hanya focus pada urusan ibadah mahdhoh yang menyangkut tata cara ibadah pada saat darurat pandemi covid19 namun perlu juga untuk terus mencari solusi dengan program dan kegiatan yang berkaitan dengan berbagai aspek kehiduan terutama berkaitan dengan kemampuan warga muhammadiyah untuk terus hidup dan berdaya dalam menghadapi berbagai dampak negatif akibat pandemi covid-19.
(Piyungan 5 Juni 2020)
Muhammad Jamaludin Ahmad, Wakil Ketua LPCR PP Muhammadiyah, Direktur RSU PKU Muhammadiyah Cepu, Jawa Tengah