Ukhuwah Otentik dan Konflik Kekuasaan

Ukhuwah Otentik dan Konflik Kekuasaan

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – “Wabah ini bukan hanya memorakporandakan sistem kehidupan kita, tapi juga apa pun yang selama ini kita agungkan sebagai sebuah kedigdayaan. Termasuk rasa berkuasa, rasa memiliki ilmu yang melampaui, bahkan rasa aman kita. Semuanya nyaris tidak berdaya melawan virus yang kecil ini” ujar Haedar Nashir dalam agenda Webinar Nasional oleh UIN Malang bersama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Kamis (11/06).

Ternyata di masa pandemi seperti ini kita semua juga harus jatuh bangun merekatkan alam pikiran dan visi keagamaan yang sama.

“Ketika dalam kehidupan sehari-hari sebenarnya tidak ada risiko yang terjadi jika kita berikhtilaf. Tapi berbeda ketika perihal wabah, adanya ikhtilaf ini berisiko bukan hanya kepada kita melainkan juga bagi orang lain” tuturnya.

Perbedaan pendapat di kalangan pemuka agama semisal ada yang berpendapat untuk tidak melakukan physical distancing menurut Haedar, kemudian akan berdampak bagi para tenaga kesehatan. Hal ini dikarenakan dokter dan tenaga kesehatan lainnya ialah yang berurusan langsung dengan pasien terpapar Covid-19. Hal ini kemudian terlihat dari cukup banyaknya tenaga medis di Indonesia yang harus berpulang akibat terpapar virus ini.

Hal ini menurut Haedar sebenarnya menjadi ujian dalam ukhuwah, “Dalam konteks ini bahwa ukhuwah ini mudah untuk kita ucapkan tapi terkadang tidak mudah untuk kita laksanakan. Kita sebagai umat Islam punya banyak rujukan soal ukhuwah dari dalam Al Qur’an. Tapi ukhuwah ini kemudian diuji di masa-masa krisis” jelasnya.  

Di level teologis normatif umat Islam sebenarnya cukup kaya tentang narasi ukhuwah, “tapi di level sosiologis dan historik itu kita perlu terus belajar lagi bagaimana menunjukkan ukhuwah yang otentik. Yaitu ukhuwah yang lahir dari kedalaman hati kita, ketulusan di saat kita berbeda, dan kesediaan berkorban di saat kita memang harus berkorban” tambah Haedar.  

Sebagai salah satu ormas Indonesia yang lahir di generasi awal tentu saja untuk sampai matang seperti ini, Muhammadiyah tentu melewati proses perbedaan paham kemudian ada keributan di sana-sini.

“Sudah sunatullah kita ada perbedaan. Kita harus dewasa dalam menyikapi hal tersebut”

Dalam hal masyarakat yang dewasa, ialah masyarakat yang belajar untuk tidak mengulangi konflik-konflik keras yang membuat umat Islam itu sendiri jatuh.

Memang ada banyak hal yang kemudian menjadi faktor masyarakat tidak dewasa dalam berukhuwah sehingga malah terpecah belah. Salah satunya ialah soal ghanimah yaitu soal harta. Hal ini menurut Haedar, memang sering menjadi alasan manusia melalaikan ukhuwah. Termasuk juga soal kekuasaan, bahkan menurut Haedar, kekuasaan lebih lagi bisa melalaikan manusia soal ukhuwah. “Saudara saja bisa konflik karena kekuasaan” jelasnya.

Selanjutnya Haedar menambahkan hal yang bisa membuat ukhuwah retak ialah perbedaan paham keagamaan yang bersinggungan dengan politik keagamaan. Dalam hal ini Haedar memisalkan adanya kelompok tertentu yang ekstrem dalam beragama. Ketika ada kelompok kecil yang bisa memengaruhi kelompok tertentu yang besar, kemudian satu sisi kelompok besar itu merasa dominan dan memiliki ananiyah-hizbiyah yang tinggi (egoisme kelompok). Dalam situasi seperti ini “bisakah kita, di tengah keragaman itu, menekan ananiyah-hizbiyah kita, lalu kemudian kita sering melakukan dialog, melakukan musyawarah, dan musyawarah ini memang tidak mudah. Sering kali kita menggampangkan tapi dipraktikkan tidak mudah. Banyak orang yang tidak sabar dalam bermusyawarah, karena yang diutamakan ialah menang-menangan” jelas Haedar.

Kemudian yang ketiga ialah terkait dengan faktor luar. Dalam hal ini Haedar mencontohkan semisal adanya konspirasi global yang melancarkan politik pecah belah, yang membuat terpecah belahnya umat. “Faktor luar itu kadang tidak sadar kita rasakan, politik devide et impera itu menjadi bagian dari proses perjalanan bangsa” terangnya.

Haedar menyebutkan bahwa ukhuwah islamiyah itu diuji ketika kita umat Islam di uji dengan isu-isu semacam ini. “Bisa tidak dalam hal-hal yang pokok umat Islam itu satu pandangan” ujarnya.

Untuk itu, Haedar berpesan, bisakah antar sesama muslim bersatu dalam menghadapi agenda-agenda besar. Dalam masalah covid-19 ini, Haedar berpesan bahwa kita masyarakat harus terus rajut ukhuwah sebagai satu bentuk bahwa Islam itu rahmatan lil ‘alamin dengan cara memberikan solusi. (ran)

Exit mobile version