Jika Anda mengaku sebagai seorang aktifis Muhammadiyah, silahkan Anda pegang teguh pendapat Persyarikatan Muhammadiyah dengan kukuh
Oleh: Bahrus Surur-Iyunk
Pandemi Covid-19 adalah ujian yang cukup berat bagi umat Islam dan umat manusia. Bukan hanya ujian untuk kesehatan, ekonomi, pendidikan, ketahanan social dan politik, tetapi ujian bagi cara beragama kita. Salah satunya adalah ujian perbedaan bagi umat Islam dalam memandang keberagamaan saudaranya sendiri.
Secara berangsur namun pasti, perbedaan antara Muhamamdiyah dan NU sudah mulai dipahami dan dimaklumi. Di antara perbedaan itu adalah bahwa orang NU itu kalau shalat subuh pakai qunut, sementara Muhamamdiyah tidak. Kalau Muhammadiyah itu dzikirnya setelah shalat di-sirri-kan, sementara kalangan Nahdhiyyin dilafalkan. NU kalau berniat shalat dan puasa itu dilafalkan, sementara kalangan Muhammadiyah cukup dalam hati saja. Semua sudah dimaklumi.
Sehingga, ketika orang Muhammadiyah shalat di masjid yang dikelola orang NU juga tidak protes agar dzikirnya disirrikan dan kalau subuh qunutnya dihilangkan. Dia juga tidak diusir karena orang Muhammadiyah. Begitu juga ketika orang NU shalat di masjid yang dikelola orang-orang Muhammadiyah juga tidak diusir hanya karena melafalkan nawaitu ushalli-nya. Dia juga tidak protes karena dzikir dan bismillah-nya tidak dilafalkan. Semua bisa saling memahami dan memaklumi.
Namun, mengapa saat kita diuji dengan pandemi Covid-19 ini kita sepertinya kehilangan sikap saling menghargai dan menghormati pendapat dan ijtihad orang lain. Saat ada orang shalat Idul Fitri di rumah dirasani dan digunjing. Bahkan, berani mengatakan tidak sah.
Saat sebuah masjid melakukan jaga jarak saat shalat berjamaah dan mewajibkan pakai masker juga diperbincangkan dan disalahkan. Ada yang kemudian membuat barisan dan jamaah tersendiri di masjid atau musalla lain sesuai dengan keinginan mereka sendiri. Yang mengenaskan, mereka lalu ada yang berdiri di mimbar dan berceramah seraya menganggap dan menuduh bahwa yang jaga jarak dalam shaf dan pakai masker saat shalat adalah pendapat ulama suu’, mengikuti ulama penjilat penguasa. Semua disalahkan dan merasa bahwa pendapatnya sendiri yang paling benar.
Begitu juga ada yang karena tidak setuju shalat dengan jaga jarak dengan tanda tertentu, maka seseorang itu sengaja datang ikut berjamaah tetapi sambil mencabuti tanda itu secara diam-diam. Ia merasa bahwa pendapatnya adalah yang paling benar. Padahal itu merusak persaudaraan sesama muslim dan tidak memahami makna keperbedaan di antara umat. Inilah sikap merusak yang mirip difirmankan Allah dalam Surat Al-Baqarah: 11-12,
“11. dan bila dikatakan kepada mereka:”Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi[24]”. mereka menjawab: “Sesungguhnya Kami orang-orang yang Mengadakan perbaikan.” 12. Ingatlah, Sesungguhnya mereka Itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.”
Rasulullah pernah mengajarkan kepada kita tentang perbedaan. Di Madinah ada masjid yang diberi nama Masjid Ijabah. Dulu, masjid ini bernama masjid Bani Mu’awiyah. Imam Muslim meriwayatkan dari Amir bin Saad dari ayahnya, bahwa suatu hari Rasulullah datang dari gunung dan ketika melewati Masjid Bani Mu’awiyah, beliau masuk ke dalamnya dan mendirikan shalat dua rakaat. Amir bin Saad menyebutkan, dia dan rombongannya juga ikut shalat bersama Rasulullah SAW.
Rasulullah berdoa sangat lama di masjid ini, lalu beliau menghadap kepada kami. “Saya telah memohon kepada Allah sebanyak tiga hal. Allah mengabulkan yang dua dan menolak yang satu. Aku memohon kepada Alah agar tidak membinasakan umatku dengan kekeringan dan kelaparan. Allah pun mengabulkan. Dan aku memohon agar Allah SWT tidak membinasakan umatku dengan menenggelamkannya, dan Allah pun mengabulkannya. Dan terakhir, aku memohon kepada Allah agar tidak ada fitnah dan perbedaan di antara umatku, tetapi Dia (Allah) tidak mengabulkannya.” (Shahih Muslim, 52:2890)
Dalam QS. Al-Maidah; 48, Allah mengingatkan, “Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.”
Semoga kita menjadi umat yang saling bisa menghormati dan menghargai perbedaan. Jika Anda mengaku sebagai seorang aktifis Muhammadiyah, silahkan Anda pegang teguh pendapat Persyarikatan Muhammadiyah dengan kukuh. Jangan berpaling dari fatwanya. Begitu juga Anda yang mengikuti Jamiyyah NU, ikutilah fatwanya sesuai dengan keyakinan Anda. Termasuk Anda yang Salafy dan Jamaah Tabligh. Jangan sampai menghina, menyalahkan, mencibir dan menghinakan. Jangan sampai perbedaan Fiqhiyyah yang beribu-ribu perbedaan itu menghilangkan akhlak dan menghinakan kita di hadapan Allah. Wallahu a’lamu bi al-shawab.