Oleh : Yunahar Ilyas
Tentang peristiwa tentara bergajah yang dipimpin oleh Raja Abrahah itu dikisahkan secara ringkas dan padat dalam Surat Al-Fîl. Allah SWT berfirman:
أَلَمۡ تَرَ كَيۡفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصۡحَٰبِ ٱلۡفِيلِ أَلَمۡ يَجۡعَلۡ كَيۡدَهُمۡ فِي تَضۡلِيلٖ وَأَرۡسَلَ عَلَيۡهِمۡ طَيۡرًا أَبَابِيلَ تَرۡمِيهِم بِحِجَارَةٖ مِّن سِجِّيلٖ فَجَعَلَهُمۡ كَعَصۡفٖ مَّأۡكُولِۢ
“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah. Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong. Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).” (Q.S. Al-Fiil 105: 1-5)
Sejak zaman Nabi Ibrahim AS Ka’bah ramai dikunjungi oleh bangsa Arab dari seluruh penjuru jazirah Arab. Beberapa daerah yang jauh dari Makkah membangun rumah-rumah ibadah sendiri untuk mengalihkan perhatian penduduknya agar tidak lagi berangkat menziarahi Ka’bah di Makkah. Salah seorang penguasa yang membuat rumah ibadah tandingan itu adalah Abrahah al-Asyram di Yaman.
Waktu itu Yaman berada di bawah kekuasaan Kerajaan Abbesenia (Habsyah) dengan Rajanya Najasyi (Negus) yang beragama Kristen. Abrahah adalah Gubernur yang diangkat oleh Raja Negus untuk memimpin Yaman. Untuk menunjukkan kesetiaan dan penghormatannya terhadap Raja Negus, Abrahah membangun sebuah gereja yang indah dan megah di Shan’a. Dia berharap orang-orang Arab tidak lagi mengunjungi Ka’bah di Makkah, tetapi beralih mengunjungi rumah ibadah yang dibangunnya di Yaman. Beberapa utusan dikirim ke beberapa kabilah Arab menyeru mereka untuk mengunjungi rumah ibadah yang dibangunnya. Seruannya tidak digubris oleh orang-orang Arab, jangankan dari daerah-daerah lain, orang-orang Arab yang berada di bawah wilayah kekuasaannya di Yaman pun tetap berkunjung ke Makkah.
Kenyaataan ini menyebabkan Abrahah marah lalu dia bertekad pergi ke Makkah untuk menghancurkan Ka’bah. Abrahah mendatangkan tentara dari Abbesenia. Dia sendiri yang memimpin pasukan itu dengan mengenderai seekor gajah. Beberapa suku Arab yang mendengar rencana itu mencoba untuk menghalangi Abrahah. Seorang pemimpin Arab di Yaman bernama Dzun Nafar menggalang kekuatan sukunya dan suku-suku Arab disekitarnya untuk menghalangi tentara Abrahah, tetapi Dzu Nafar dapat dikalahkan oleh tentara Abrahah sehingga dia ditawan dan hampir dihukum mati.
Abrahah meneruskan perjalanan. Sampai di negeri Khats’am Abrahah mendapat perlawanan dari Nufail ibn Habib al-Khats’ami yang memimpin beberapa kabilah, tetapi perlawanan Nufail pun dapat dipatahkan oleh Abrahah. Nufail diampuni oleh Abrahah dengan imbalan bersedia menjadi penunjuk jalan sampai Thaif.
Sampai di Thaif tentara Abrahah tidak mendapatkan perlawanan dari penduduk setempat. Mereka hanya mengharap Abrahah tidak menghancurkan berhala yang mereka puja di Thaif. Pemimpin mereka yang bernama Mas’ud ibn Mu’attib bersama beberapa pemuka suku Tsaqif yang lain datang menyambut Abrahah dan menyatakan ketundukan mereka bahkan bersedia menunjukkan jalan ke Makkah. Mereka menunjuk Abu Rughal sebagai penunjuk jalan bagi Abrahah menuju Makkah. Tapi sampai suatu tempat bernama Mughammis, Abu Rughal menemui ajalnya.
Dari Mughammis Abrahah mengirim sebagian pasukannya dipimpin Aswad ibn Maqfud menuju Makkah. Sesampai di Tihamah Aswad dan pasukannya merampasi harta penduduk, termasuk 200 ekor onta milik Abdul Muthalib. Melihat perampasan itu beberapa pemuka Quraisy bertekad untuk berperang melawan tentara Abrahah. Tetapi mengetahui kekuatan tidak imbang, mereka mengurungkan niat untuk berperang.
Kembali Abrahah mengirim utusan, kali ini untuk bisa berunding dengan pemimpinan Makkah. Utusan Abrahah yang bernama Hanathah dapat bertemu dengan pemimpin Makkah Abdul Muthalib. Hanathah menyatakan mereka datang bukan untuk memerangi penduduk Makkah, tapi hanya untuk menghancurkan Ka’bah. Jika kalian tidak melawan, katanya, kalian semua akan selamat. Abdul Muthalib menjawab: “Demi Allah tidaklah kami bermaksud hendak berperang dengan Abrahah. Kekuatan kami tidak cukup untuk memeranginya. Rumah ini adalah Rumah Allah yang Suci, Rumah khalilullah Ibrahim. Kalau Allah hendak mempertahankan Rumah-Nya ini agar tidak diruntuhkan, itu adalah urusan Allah sendiri. Kalau dibiarkannya rumah-Nya diruntuhkan orang, apalah akan daya kami. Kami tidak kuat mempertahankannya.”
Berkata Hunathah, kalau begitu tuan sendiri harus datang menghadap Baginda. Saya diperintahkan mengiringkan Tuan. Baiklah kata Abdul Muthalib. Maka beliaupun pergilah bersama Hunathah menghadap Raja. Beliau diiringkan oleh beberapa orang puteranya sehingga sampailah mereka ke tempat perhentian laskar itu. Lalu ditanyakannya keadaannya Dzun Nafar yang tertawan itu sebab dia adalah sahabat lamanya sehingga dia pun diizinkan menemuinya dan masuk ke dalam tempat tahanannya.
Atas saran dari Dzun Nafar, Abdul Muthalib menemui Unais penjaga gajah Abrahah. Dengan bantuan Unais Abdul Muthalib dapat menghadap Abrahah. Abrahah sangat terkesan dengan penampilan Abdul Muthalib. Kelihatan dia sebagai pemimpin Makkah yang dihormati. Tapi Abrahah heran, misi kedatangan Abdul Muthalib bukan untuk mempertahankan Ka’bah, tapi hanya meminta Abrahah mengembalikan 200 onta miliknya yang dirampas pasukan Abrahah. Waktu Abrahah menyatakan keheranannya, kenapa Abdul Muthalib tidak mempertahankan Ka’bah sama sekali, rumah warisan nenek moyangnya, padahal dia datang untuk menghancurkan rumah itu. Abdul Muthalib menyatakan onta-onta itu dia tuannya, jadi dia datang untuk memintanya kembali. Sedangkan Ka’bah itu Rumah Allah, biar Allah sendiri yang akan mempertahankannya.
Abdul Muthalib kembali ke Makkah, dia menuju pintu Ka’bah dan berdoa:
“Ya Tuhanku, tidak ada yang aku harap selain Engkau. Ya Tuhanku, tahanlah mereka dengan benteng Engkau, sesungguhnya siapa yang memusuhi rumah ini adalah musuh Engkau. Mereka tidak akan dapat menaklukkan kekuatan Engkau.” (lihat Sejarah Hidup Muhammad oleh Muhammad Husain Haekal halaman 40-41 dan Tafsir Al-Azhar karya Hamka jilid 30 hal. 267-271)
Setelah itu Abdul Muthalib meminta penduduk Makkah menyingkir ke bukit-bukit sekitar Ka’bah untuk menghindari serangan tentara Abrahah. Abdul Muthalib dan pemuka Makkah lainnya memperhatikan dari atas bukit apa yang akan terjadi esok harinya. Ternyata tidak terjadi apa-apa. Abrahah dan tentaranya tidak pernah sampai ke Masjidil Haram, tidak dapat menghancurkan Ka’bah, justru mereka yang hancur dibinnasakan oleh Allah SWT sebagaimana yang diceritakan dalam Surat Al-Fill yang sudah dikutip di atas.
Tahun terjadinya peristiwa itu disebut Tahun Gajah dan pada tahun itulah Nabi Muhammad SAW dilahirkan. (bersambung)