Terpapar

Terpapar

Cerpen Sucipto Jumantara

Undangan rapat songsong Ramadhan tersebar.  Malam ini beberapa warga diharap untuk hadir ke masjid bersama para pengurus takmir. Selesai shalat isya, hujan rintik-rintik membasahi kampung kami. Tidak menyurutkan para pegiat dakwah masjid untuk ikut rapat.

Wedang jahe, gorengan dan kacang godog disajikan untuk yang hadir. Kami menikmati makan dan minum sembari menunggu yang lain datang.

Tak lama kemudian rapat dimulai. Ketua Takmir menyampaikan rencana yang selama ini sudah diagendakan.

            “Bapak Ibu terimakasih telah berkenan hadir. Jazakumullahu khairan katsira. Mari kita sambut dengan penuh kesyukuran dan rasa gembira bulan Ramadhan tahun ini. Ketika kita gembira menyambut datangnya bulan Ramadhan, kita sudah mendapat pahala dari Allah. Sebagai wujud kegembiraan, kita songsong dengan pengajian akbar. Kita akan undang umat muslim di pedukuhan ini. Ustadz sudah kami hubungi. Kami pengurus dan panitai juga sudah mempunyai rencana untuk mengadakan berbagai lomba untuk anak-anak TPA. Semoga Allah meridhai niat kita. Dan Allah izinkan kita bertemu Ramadhan tahun ini dengan kondisi sehat wal afiat.” Pak Haji Fajar sebagai ketua Takmir masjid menjelaskan rencana kegiatan masjid menjelang dan selama Ramadhan dengan penuh semangat.

            Pada malam itu, Pak Larso, Kepala Pedukuhan juga hadir. Setelah menyimak penjelasan Ketua Takmir, ia diberikan kesempatan menyampaikan sambutan.

“Bapak Ibu, Alhamdulillah sebentar lagi kita akan memasuki bulan suci yang kita rindukan bersama. Benar kata Pak Fajar tadi. Sudah selayaknya kita sebagai muslim menyambutnya dengan penuh rasa syukur dan gembira. Walaupun kita tahu sekarang ada wabah korona.” Pak Dukuh berhenti sejenak. Nampak sedang berusaha untuk menghargai proses yang selama ini sudah dilakukan oleh Takmir masjid. Namun di sisi lain ia mendapat himbauan dari pemerintahan kecamatan untuk waspada terhadap bahaya covid 19. Lalu ia melanjutkan sambutannya. “Bismillah. Jika memang kita sudah sepakat kita sukseskan acara songsong ramadhan bersama. Semoga acara yang kita rencanakan berjalan dengan lancar dan bermanfaat.” Tandas Pak Dukuh.

“Mohon maaf. Perkenankan saya menyampaikan tanggapan.” Alif, seorang Bapak muda yang cukup dikenal aktif di masjid dan fokal menyampaikan pandangannya.

“Sebaiknya kita tunda atau bahkan kita batalkan rencana pengajian songsong Ramadhan tahun ini. Sepengetahuan saya, kita dihimbau untuk tidak mengadakan acara-acara yang sifatnya masal. Termasuk pengajian. Betul kan Pak Dukuh? Ini demi kemaslahatan bersama. Bahkan sekarang ini beberapa masjid sudah mulai tidak aktif. Tidak ada shalat fardhu berjamaah dan juga shalat Jum’at. Hanya azan saja sebagai penanda masuknya waktu shalat” Ujar Alif dengan menyebutkan beberapa masjid yang sudah melalukan upaya memutus rantai penularan covid19 di sekitar kampungnya.

Peserta yang hadir mulai terpecah. Ada yang setuju dengan Alif ada juga yang mendukung untuk merealisasikan pengajian yang sudah diagendakan.

Pak Halim, muazin senior di masjid ini sangat menentang ide Alif.

“Jangan takut korona. Kita hanya pantas takut pada Allah. Kita tetap adakan acara pengajian. InsyaAllah aman. Acara kita adakan di masjid. Ini rumah Allah. Yang jaga Allah. Masak kita tidak percaya. Astaghfirullah…” Kata Pak Halim tegas.

Rapat makin memanas. Masing-masing saling menguatkan pendapatnya. Setetah sekitar satu jam berdebat. Rapat disudahi. Berakhir dengan keputusan tetap akan diadakan pengajian songsong Ramadhan. Tentunya menyisakan rasa was-was pada diri Alif dan yang sepakat dengannya.

“Mohon maaf Bapak Ibu. Sebelum kita pulang saya sampaikan himbauan yang banyak tersebar. Mohon maaf jika ada yang sudah tahu. Kita dimohon mengurangi jabat tangan. Cukup ucapkan salam. Mohon maaf jika kurang berkenan”. Alif mengingatkan pentingnya jaga jarak dan kontak fisik untuk meminimalisir penularan virus korona.

Pak Halim tidak begitu menghiraukan apa yang disampaikan Alif. Ia nampak nekad bersalaman dengan beberapa bapak-bapak yang hadir. Alif sekilas melihatnya.

“Oh ya Bapak Ibu mohon nanti sesampainya di rumah langsung cuci tangan pakai sabun. Ini bukan saya yang menghimbau. Ini saran pemerintah dan juga dokter yang pernah saya baca. Saya hanya megingatkan semoga bermanfaat” Ujar Alif sambil tersenyum.

Pengurus dan jamaah masjid berbeda pendapat.  Mereka pulang dari masjid membawa kegundahan sampai rumah masing-masing.

Tengah malam. Pak Halim memposting sebuah video di grup whatsapp jamaah masjid. Dengan mengatakan. Mari kita tonton video ini. Di Wuhan China saja justru berbondong-bondong ke masjid. Mengapa di sini kita malah akan meninggalkan masjid?

“Itu hoax Pak Halim. Video yang tersebar katanya dari Wuhan saat merebaknya wabah korona, kemudain warga berduyun-dutun ke masjid. Mohon maaf video ini diambil tahun sebelumnya. Dan tempatnya di kota lain. Bukan di Wuhan. Mari kita kurangi dan hindari menyebar berita dan gambar termasuk video yang belum jelas kebenarannya. Ini akan membawa suasana tidak baik.” Alif mencoba mengingatkan.

Malam itu Pak Halim tak bisa hidur. Memikirkan masjid dan juga mertuanya yang sakit-sakitan. Bapak mertua Pak Halim tinggal bersamanya. Malam itu juga harus dibawa ke rumah sakit. Rumah sakit begitu sibuk. Banyak pasien dalam pemantauan karean wabah covid19. Mertua Pak Halim demam dan batuk-batuk. Ia harus menjalani pemeriksaan lebih intensif. Ia harus dirawat inap terlebih dulu.

Selang beberapa hari. Hasil lab disampaikan kepadanya. Mertuanya positif terinfeksi covid19 . Halim bertanya-tanya. Kok bisa?
            “Bisa jadi Pak Halim yang menularkan. Pak Halim  sebagai pembawa virus itu. Karena imunitas Bapak bagus maka virus itu mencari orang yang tubuhnya lemah dalam satu rumah. Seperti orang yang sudah tua yang rentan. Apalagi mertua Bapak mempuyai riwayat sakit pernafasan.” Seorang petrugas medis rumah sakit menjelaskan kepadanya.
            Ia pulang ke rumah. Waktu magrib tiba. Pak Halim bergegas ke masjid.  Mengumandangkan azan dengan suara beratnya yang khas. Namun kali ini ada yang beda. Ia lafazkan Shalluu fii buyuutikum. []

Penulis adalah dosen Universitas Ahmad Dahlan. Kelahiran Wonogiri, kini tinggal di Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul. Karya sastra dalam bentuk cerpen dan puisi telah dimuat di beberapa media cetak dan online.    

Exit mobile version