Bentuk loyalitas dan cinta kepada Persyarikatan Muhammadiyah yakni dengan cara peduli dengan Persyarikatan, peduli untuk menghidupi, peduli untuk dakwah, peduli pengkaderannya, peduli pengembangan AUMnya, serta peduli terhadap permasalahan-permasalahan yang ada di tubuh persyarikatan, baik internal maupun eksternal
Oleh: Nur Ngazizah, Ketua PDNA Purworejo
Saya, seorang Dosen di sebuah PTM dan Ketua Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah sekaligus Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Aisyiyah di Purworejo. Saya dan suami, bertekad mendedikasikan hidup kami untuk dakwah di Persyarikatan sesuai dengan kemampuan.
Saya dilahirkan dari keluarga yang juga dekat dengan dakwah Persyarikatan. Ayah adalah Kepala SD Muhammadiyah di Magelang semasa hidup beliau dan Ibu adalah Kepala TK Aisyiyah di Magelang. Alhamdulillah, sampai sekarang Ibu masih dikaruniai kesempatan untuk mendampingi kami, anak cucunya.
Inspirasi yang begitu luar biasa, saya dapatkan dari kedua orangtua, dunia sekolah di Persyarikatan Muhammadiyah dan dakwahnya di masyarakat umum terus berjalan. Bahkan, Ayah juga diamanahi menjadi ketua Takmir masjid, di tempat kami tinggal. Dakwah dengan kerangka amar ma’ruf nahi munkar, bahu membahu kami lakukan, dengan segala dinamikanya. Masih terasa sederhana dibandingkan para pejuang dakwah yang lain. Tetapi jujur, ini sangat menginspirasi gerak dan langkah saya berikutnya.
Bagi saya, amanah dakwah Persyarikatan yang diemban membutuhkan komitmen dan kesungguhan yang luar biasa. Saya merasa tidak cukup kaya untuk bisa mewakafkan harta benda saya untuk kepentingan dakwah, pun tidak merasa cukup ilmu untuk mewakafkan ilmu saya kepada dakwah Persyarikatan ini. Kami merasa tidak punya apa-apa, untuk diwakafkan pada dakwah amar ma’ruf nahi munkar ini.
Terasa sedih jika merenungkan itu. Apa yang kami punya untuk melanjutkan dakwah Persyarikatan ini? Dua harta yang paling berharga bagi kami adalah dua anak yang diamanahkan Allah. Hanya ini yang mampu kami wakafkan untuk Muhammadiyah.
Kami wakafkan, kami titipkan anak-anak kami di sekolah Muhammadiyah, anak yang pertama bersekolah SMP Muhammadiyah Purworejo dan sekarang di SMA Trensains Muhammadiyah Sragen. Sang adik di SD Muhammadiyah Purworejo dan sekarang di Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta.
Ini adalah bukti cinta kami pada Muhammadiyah, dan bukti komitmen kami pada Muhammadiyah. Komitmen untuk membesarkan AUM itu harus didasari dengan niat yang ikhlas dan disertai dengan perasaan senang dan cinta terhadap Muhammadiyah, dan wujudnya adalah menyekolahkan anak anak disekolah Muhammadiyah.
Memilih sekolah bukan sekedar memilih tempat belajar untuk anak, tetapi memilih dengan didasari kesamaan ideologi, yang bagi kami itu sangat penting bagi keluarga Muhammadiyah. Bagaimana keberlanjutan kaderisasi di keluarga Muhammadiyah, jika keluarga-keluarga Muhammadiyah ini tidak menyekolahkan putra-putrinya di sekolah Muhammadiyah.
Bagaimana keberlanjutan dakwah Islam berkemajuan ini, jika putra putri keluarga Muhammadiyah tidak kenal, tidak paham, bahkan dekat apalagi dikader di sekolah Muhammadiyah.
Wujud cinta kita kepada Muhammadiyah salah satunya adalah, menyekolahkan putra-putrinya di sekolah Muhammadiyah. Jangan mudah terpikat dengan sekolah lain yang berbeda-beda ideologi nya, apalagi malah tidak jelas ideologinya, mau dibawa kemana anak-anak kita.
Kemudian, saya bangga bisa menyekolahkan anak-anak saya di Muhammadiyah, walaupun itu hal yang terlihat sepele, tetapi sungguh itu tidak mudah dilakukan, karena banyak pilihan-pilihan menarik yang ditawarkan.
Sekolah Muhammadiyah itu keren, perpaduan kurikulumnya sudah matang dan teruji dengan usia Muhammadiyah yang lebih dari Satu Abad. Lalu apalagi yang membuat kita ragu ?
Jika merasa ada kekurangan di sekolah Muhammadiyah, mari masuk ke dalamnya dan bersama-sama untuk kita sempurnakan. Tiada kesempurnaan tanpa perjuangan, tiada perjuangan tanpa pengorbanan.
Bentuk loyalitas dan cinta kepada Persyarikatan Muhammadiyah yakni dengan cara peduli dengan Persyarikatan, peduli untuk menghidupi, peduli untuk dakwah, peduli pengkaderannya, peduli pengembangan AUMnya, serta peduli terhadap permasalahan-permasalahan yang ada di tubuh persyarikatan, baik internal maupun eksternal. Sebab awal berdirinya Muhammadiyah untuk dakwah Amar Ma’aruf Nahi mungkar, bukan kepentingan pribadi atau sekelompok orang. Bentuk komitmen kepada Islam dan loyalitas kepada Muhammadiyah bisa dijadikan landasan dasar untuk para kader untuk terus menghidupi Muhammadiyah dengan ikut meramaikan pengajian-pengajian yang diselenggarakan Persyarikatan, mulai dari tingkat Ranting, Cabang, hingga Daerah.
Komitmen pimpinan, kader dan juga warga Muhammadiyah adalah dengan menyekolahkan putra-putrinya di sekolah yang berideologi Muhammadiyah. Darimana lagi kaderisasi kita mulai, kalau bukan dari keluarga kita ini.
Pesan KH Ahmad Dahlan
Menjaga dan memelihara Muhammadiyah bukanlah suatu perkara yang mudah. Karena itu aku senantiasa berdoa setiap saat hingga saat-saat terakhir aku akan menghadap kepada Illahi Rabbi. Aku juga berdoa berkat dan keridlaan serta limpahan rahmat karunia Illahi agar Muhammadiyah tetap maju dan bisa memberikan manfaat bagi seluruh ummat manusia sepanjang sejarah dari zaman ke zaman.”
KH. Ahmad Dahlan berkata:
“Mengingat keadaan tubuhku kiranya aku tidak lama lagi akan meninggalkan anak-anakku semua sedangkan aku tidak memiliki harta benda yang bisa kutinggalkan kepadamu. Aku hanya memiliki Muhammadiyah yang akan kuwariskan kepadamu sekalian.”
“Karena itu, aku titipkan Muhammadiyah ini kepadamu sekalian dengan penuh harapan agar engkau sekalian mau memelihara dan menjaga Muhammadiyah itu dengan sepenuh hati agar Muhammadiyah bisa terus berkembang selamanya.”