Perlindungan Data Pribadi dan Ancaman Kebebasan Sipil

Perlindungan Data Pribadi dan Ancaman Kebebasan Sipil

Digitalisasi Dakwah

Perlindungan Data Pribadi dan Ancaman Kebebasan Sipil

Oleh: Sonny Zulhuda, Dosen International Islamic University Malaysia

Perlindungan Data Pribadi dan Ancaman Kebebasan Sipil. Ini adalah tema yang saya paparkan dalam Webinar berjudul Rembug Nasional tentang Ancaman Kebebasan Sipil dan Keadilan Sumber Daya Alam yang diadakan oleh Majelis Hukum dan HAM, Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada 8 Juli 2020.

Hadir memberikan keynote adalah Ketua PP Muhammadiyah Bapak Dr. Busyro Muqoddas, S.H, M.Hum. Dalam sambutannya, Dr. Busyro Muqoddas menyampaikan garis besar berbagai permasalahan hukum dan keadilan di Indonesia dan upaya bersama untuk mereposisi keadilan di Indonesia. “Mari kita kembalikan demokrasi Indonesia ke jalan yang benar,” demikian Dr Busyro yang merupakan Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM dan Kebijakan Publik.

Acara nasional ini dimoderatori oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Dr. Trisno Raharjo, S.H, M.Hum, yang juga adalah ketua MHH PP Muhammadiyah.

Dalam kesempatan Webinar ini, saya mengetengahkan kaitan hak privasi dan perlindungan data pribadi dengan aspek kebebasan sipil. Memang keduanya memiliki keterkaitan yang sangat erat.

Contoh saja, makna dan cakupan hak atas privasi itu dapat diperluas dengan berbagai aspek hak-hak sipil lainnya seperti hak untuk mempertahankan hidup, hak untuk bebas bergerak, hak beropini dan berpendapat serta hak untuk memiliki dan menguasai aset atau properti.

Dari sini saja sudah jelas bahwa perlindungan privasi dan data pribadi sangat erat dengan ide kebebasan sipil. Privasi yang dikekang adalah kebebasan yang tertunda. Oleh karenanya penting bagi kita memahami bagaimana lemahnya perundangan dan perlindungan data pribadi akan berimplikasi terhadap kebebasan sipil yang terkekang.

Maka menjaga Hak Privasi berarti memastikan agar warga negara dapat (1) Hidup bebas dari pemantauan orang lain (termasuk di tempat kerja, di tempat umum, oleh majikan, korporasi ataupun oleh negara); (2) Menikmati hidup yang berkualitas tanpa gangguan; dan (3) Hak untuk menikmati kerahasiaan diri, menentukan penyebaran atau penyimpanan data pribadi, dan mengeksploitasi data pribadi.

Namun apa nyana, dalam konteks era informasi dan era digital ini, perlindungan privasi bukan hal mudah, mengingat bahwa Internet dibagun oleh para peniaga, dan dikontrol oleh para penguasa – Timothy Garton Ash, “Free Speech – Ten Principles for A Connected World” (2016).

Maka ketika privasi dipinggirkan, dikerdilkan dan dilupakan, hilanglah self-respect terhadap manusia dan penghidupan itu sendiri. Maka kehidupan kita diawasi, gerak-gerik dibatasi, arus informasi dikebiri, komunikasi disusupi, sistem informasi diretas, data pribadi ditelusuri, dan aib dan kesalahan orang dicari-cari!

Disitulah bertemunya urgensi perundangan Perlindungan Data Pribadi, yang tujuannya tak lain dan tak bukan adalah menguatkan hak-hak sipil masyarakat dan umat.

Maka diperlukan UU PDP ini untuk membentuk “new norm” dalam pemanfaatan data pribadi di Indonesia sekaligus memberikan hak-hak kepada pemilik data pribadi, yaitu setiap warga Indonesia. Juga diharapkan UU tersebut dapat membatasi eksploitasi data oleh pihak lain termasuk bisnis dan pemerintah dengan menyiapkan sanksi pidana dan perdata untuk setiap pelanggaran

UU PDP ini harus bersifat umum, cross-sectoral, menjadi payung hukum dalam kaitan perlindungan data pribadi di segala sektor (swasta dan pemerintahan). Di hulunya, UU ini akan menciptakan kultur data yang transparan dan bertanggung jawab bagi bangsa Indonesia. Di hilirnya, UU ini akan mempersiapkan Indonesia dalam interaksi global dan multinasional.

Catatan penutup:

  1. Perlindungan Data Pribadi berakar pada perlunya melindungi hak-hak pribadi terkait kualitas hidup umat manusia. Dengan adanya perlindungan, maka diharapkan warga Indonesia dapat menikmati kebebasan sipil tanpa kekangan, pemantauan ataupun intervensi yang tidak sah dari pihak manapun.
  2. UU PDP sudah menjadi “new norm” akibat kemajuan teknologi dan tantangan globalisasi ekonomi. Sudah saatnya Indonesia memiliki UU PDP yang komprehensif, tepat guna, berdaya guna dan mengakomodasi kepentingan umat dan warga negara.
  3. Bagi Muhammadiyah, big data adalah sumber daya bagi individu dan Persyarikatan. Maka perlindungan data menjadi satu lagi lahan penting amar ma’ruf nahi munkar, membela hak umat dari pihak-pihak yang mengeksploitasi data untuk kepentingan politik represif dan bisnis oligarkis. Perjalanan RUU PDP perlu dikawal bersama.
Exit mobile version