Idul Adha ala Muhammadiyah di Masa Pandemi Covid-19

Idul Adha ala Muhammadiyah di Masa Pandemi Covid-19

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengadakan Pengajian Umum via Zoom bertema “Idul Adha di Masa Pandemi Covid-19” pada 10 Juli 2020. Pengajian yang disiarkan secara live di YouTube Muhammadiyah Channel ini dibuka oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. Narasumber yang dihadirkan: Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Syamsul Anwar, dan Wakil Ketua Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) Ahmad Muttaqin ‘Alim.

Haedar Nashir mengingatkan bahwa seluruh pimpinan dan warga Muhammadiyah untuk memahami prinsip bahwa Islam harus menjadi solusi. “Ketika musibah yang berat ini terjadi, Muhammadiyah telah mengambil posisi untuk menjadi solusi. Agama diturunkan Allah untuk menjadi solusi. Dalam konteks syariah pun kita memiliki maqashid syariah yang kuat. Hifzu al-nafs dan hifzu al-din,” tuturnya.

Penerapan hifzu al-nafs dan hifzu al-din mengacu pada Qs Al-Ma’idah ayat 32, “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.”

Edaran PP Muhammadiyah tentang ketentuan beribadah di masa pandemi ini telah dikaji oleh para ulama tarjih dan memiliki landasan yang kokoh. “Ketika kita tidak berjamaah di masjid dan mengganti dengan shalat di rumah itu ada dasar yang kuat,” kata Haedar. Misalkan Qs. Al-Baqarah Ayat 195, “Belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”

Substansi berislam itu, kata Haedar, terletak pada iman dan amal shaleh. Untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat perlu ilmu. “Ibadah itu intinya adalah mendekatkan diri kepada Allah dan ihsan pada kemanusiaan atau menjadi rahmatan lil alamin.” Karena berpedoman pada prinsip itu, maka PP Muhammadiyah membuat edaran tentang misalnya shalat di rumah. “Kalau tidak darurat, masak sih kita menjauhi masjid?” tanya Haedar Nashir.

Dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19, PP Muhammadiyah melalui Edaran Nomor 06/EDR/I.0/E/2020, menyatakan bahwa pelaksanaan shalat Idul Adha pada 10 Dzulhijjah 1441, “dianjurkan dengan sangat agar dilaksanakan di rumah masing-masing terutama pada daerah yang masih belum dinyatakan aman dari persebaran COVID-19.” Hal ini didasari Hadis Nabi, “Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain.”

Haedar mengimbau segenap pimpinan dan warga Muhammadiyah untuk terus memperkaya aspek bayani, burhani, dan irfani dalam beragama, sehingga luas pandangan dalam menghadapi berbagai tantangan kebangsaan dan kemanusiaan universal. “Dalam membaca realitas, termasuk wabah ini dan isu-isu kebangsaan, kita perlu bayani, burhani, irfani,” tukas Haedar.

Patuhi Instruksi Organisasi

Abdul Mu’ti, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah menyatakan bahwa PP Muhammadiyah membuat aturan yang berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah. “Mematuhi aturan PP Muhammadiyah itu bagian dari meningkatkan soliditas dan marwah organisasi,” ujarnya. Kepatuhan warga Muhammadiyah pada instruksi PP Muhammadiyah merupakan bagian dari partisipasi Muhammadiyah untuk melawan Covid-19. “Badai pasti berlalu. Ini ujian bagi kita untuk meningkatkan kualitas diri dan peradaban.”

Menurut Mu’ti, ketentuan yang disusun Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah merupakan bagian dari pelaksanaan maqashid syariah. “Kita tidak melanggar syariat, tetapi melaksanakan syariat yang lainnya yang dibenarkan oleh syariat,” ungkapnya. Prinsip dasar beragama ini hendaknya dipahami oleh warga Muhammadiyah.

“Ibadah itu menjadi bagian kita bergembira dan bersyukur atas nikmat Allah, bahwa nikmat yang Allah berikan jauh lebih banyak dibanding kesulitasn yang kita hadapi sesekali. Sebagaimana disebutkan dalam Qs. Al-Kautsar.” Prinsip ini bisa digunakan dalam memahami pelaksanaan ibadah kurban tahun ini yang dilaksanakan secara berbeda, bahwa esensinya adalah untuk taqarub kepada Allah.

Abdul Mu’ti mengutip Qs. Al-Hajj: 37, “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” Lebih dari itu, pelaksanaan kurban memiliki makna: menyembelih sifat-sifat kebinatangan, berkorban menyelamatkan kehidupan umat manusia, dan menolong sesama.

Agama dalam Paham Tarjih

Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Syamsul Anwar menjabarkan bahwa agama diturunkan untuk memberi rahmat yang didasarkan Qs. Al-Anbiya: 107, “Dan tiadalah kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” Tujuan agama itu adalah tahqiq al-mashalih.

Paham agama dalam Muhammadiyah didasarkan pada manhaj tarjih. Dalam manhaj tarjih, kata Syamsul, dirumuskan metode asumsi integralistik dan metode asumsi hierarkis. Terdapat jenjang norma yang saling berkelindan, terdiri dari: nilai-nilai dasar (al-qiyam al-asasiyyah), prinsip-prinsip umum (al-ushul al-kulliyah), dan ketentuan hukum praktis (al-ahkam al-far’iyyah).

Terkait dengan situasi pandemi Covid-19, Majelis Tarjih menyusun nilai-nilai dasar  dan asas-asas umum agama Islam sebagai berikut: (a) Nilai dasar saling membantu (at-taʻāwun) yang mengacu Qs. Al-Maidah: 2, (b) Nilai dasar solidaritas sosial sebagaimana ditegaskan dalam hadis Nabi saw, “Sesungguhnya seorang mukmin dengan mukmin lainnya seperti sebuah bangunan yang satu dengan lainnya saling menguatkan,” (HR al-Bukhārī), dan (c) Asas kemanfaatan sebagai turunan dari nilai dasar solidaritas sosial: “Yang lebih penting didahulukan dari yang penting.”

Berdasarkan nilai dasar dan asas umum agama Islam tersebut, kata Syamsul, barulah disusun ketentuan atau tuntunan yang lebih rinci, termasuk dalam menghadapi Covid-19. Dalam konteks hari ini, karena kondisi darurat pandemi Covid-19, maka pelaksanaan ibadah kita lakukan dengan prinsip kondisi darurat.

Syamsul menjabarkan bahwa agama adalah petunjuk dan di antara petunjuk agama bagi manusia dalam menjalani kehidupannya adalah tidak menimbulkan kemudaratan kepada diri sendiri dan kepada orang lain sebagaimana ditegaskan dalam hadis Nabi dan dirumuskan dalam kaidah fikih, “Tidak ada kemudaratan kepada diri sendiri dan tidak ada kemudaratan kepada orang lain,” (HR Mālik dan Aḥmad)

Dalam situasi darurat pandemi Covid-19, kita harus memperhatikan asas dalam melaksanakan agama itu: (a) memudahkan (al-taisīr), (b) dilaksanakan sesuai kemampuan, dan (c) sesuai dengan sunah Nabi saw.

Shalat Id di Rumah

Syamsul Anwar menyebut contoh tentang ketentuan shalat id di lapangan yang sebaiknya ditiadakan atau tidak dilaksanakan. “Hal itu untuk memutus rantai mudarat persebaran virus korona tersebut agar kita cepat terbebas daripadanya dan dalam rangka sadduẓ-ẓarīʻah (tindakan preventif) guna menghindarkan kita jatuh ke dalam kebinasaan seperti diperingatkan dalam Al-Quran (Qs. 2: 195).”

Dalam edaran PP Muhammadiyah disebutkan, “Karena tidak dapat dilaksanakan secara normal di lapangan sebagaimana mestinya, lantaran kondisi lingkungan belum dinyatakan oleh pihak berwenang bersih (clear) dari covid-19 dan aman untuk berkumpul banyak orang, maka salat Id bagi yang menghendaki dapat dilakukan di rumah masing-masing bersama anggota keluarga dengan cara yang sama seperti salat Id di lapangan. Bahkan sebaliknya, tidak ada ancaman agama atas orang yang tidak melaksanakannya, karena salat Id adalah ibadah sunah.”

Syamsul Anwar menjelaskan bahwa suatu aktivitas yang tidak diperbuat oleh Nabi saw tidak selalu merupakan hal yang tidak masyruk atau tidak disyariatkan. Tidak berbuat Nabi saw itu bisa merupakan sunnah tarkiah. “Dalam kaitan dengan tidak pernahnya Raslullah saw mengerjakan salat Id di rumah dapat dipandang bukan merupakan sunah tarkiah, karena tidak ada kebutuhan di zaman beliau untuk salat Id di rumah karena tidak ada halangan, seperti ṭaʻūn (penyakit menular), yang menghalangi beliau untuk salat di lapangan. Karena bukan sunah tarkiah, maka melakukan salat Id di rumah itu bukan suatu yang tidak masyruk, sebaliknya adalah sah dilakukan.”

Kurban

Terkait dengan kurban, Majelis Tarjih dan Tajdid memahamkan bahwa di masa pandemi Covid-19 sekarang di mana banyak orang yang mengalami dampak ekonomi dan keuangan dari peristiwa yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya ini, kita dituntut untuk meningkatkan tolong-menolong dan solidaritas sosial dengan banyak berinfak. Dana kurban sebaiknya dialihkan menjadi sedekah untuk membantu sesama.

Syamsul Anwar mengemukakan, “dari Ibn Umar (diriwayatkan) ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah lalu ia berkata: Siapakah manusia yang paling dicintai Allah dan amal apakah yang disukai Allah? Rasulullah saw menjawab: sebaik-baik manusia di hadapan Allah adalah yang memberikan manfaat bagi manusia lainya, dan seutama-utama amal di sisi Allah adalah memberikan rasa gembira kepada seorang muslim, membebaskan dari kesulitan, membantu menyelesaikan utangnya, menghilangkan rasa lapar darinya….” [HR aṭ-Ṭabrānī].

Ikuti Protokol Kesehatan

Wakil Ketua MCCC Ahmad Muttaqin Alim, mengemukakan bahwa trend positif Covid-19 masih terus bertambah sementara masyarakat makin banyak yang apatis dan cenderung mengabaikan protokol kesehatan, ditambah pengawasan yang lemah dari pemerintah. Dalam situasi ini, warga Muhammadiyah diharapkan menjadi teladan dalam mematuhi protokol kesehatan.

“Prinsipnya (1) menjaga jarak dan kepadatan dengan beraktivitas di rumah dan mencegah berkumpulnya massa, (2) menggunakan pelindung diri dengan memakai masker, face shield, dan sarung tangan, (3) menjaga higienitas dengan cara cuci tangan, sanitasi, dan disinfeksi,” ujar dokter Alim. (ribas)

Exit mobile version