Oleh: Yunahar Ilyas
Tidak lama setelah menikah Abdullah pergi bersama kafilah dagang berniaga ke Suriah meninggalkan isterinya yang sudah mulai hamil dan tinggal di sana beberapa bulan. Abdullah juga sempat pergi ke Gaza Palestina untuk beberapa waktu dan kembali lagi ke Suriah. Dalam perjalanan pulang kafilah dagang singgah di Madinah (Yatsrib) untuk beristirahat. Kesempatan itu dimanfaatkan Abdullah untuk mengunjungi saudara-saudara ibunya. Barangkali karena kelelahan Abdullah jatuh sakit lalu dirawat di rumah saudara ibunya itu. Kawan-kawannya pulang lebih dahulu ke Makkah dan mengabarkan kepada Abdul Muththalib bahwa puteranya sakit di Madinah. Abdul Muththalib kemudian mengutus putera tertuanya Harits untuk melihat Abdullah dan membawanya pulang apabila sudah sembuh. Sesampainya Harits di Madinah dia diberitahu bahwa Abdullah sudah wafat dan sudah dikuburkan sebulan setelah kafilah dagangnya berangkat ke Makkah. Harits segera kembali ke Makkah membawa berita duka. Abdul Muththallib berduka kehilangan putera tersayangnya dan Aminah yang sedang hamil berduka karena kehilangan suami tercinta. Abdullah meninggalkan warisan lima ekor onta, sekolompok ternak kambing dan seorang budak perempuan yang bernama Ummu Aiman, yang nanti menjadi pengasuh Nabi.
Kelahiran Nabi Muhammad SAW
Setelah waktunya tiba, Aminah melahirkan seorang anak laki-laki. Aminah segera mengirim utusan mengabarkan kepada Abdul Muththalib yang waktu itu sedang berada di Ka’bah. Alangkah gembiranya Abdul Muththalib menerima kabar tersebut, lebih-lebih lagi setelah mengetahui cucunya itu seorang laki-laki. Ia langsung teringat dengan puteranya Abdullah yang sudah lebih dahulu meninggal. Abdul Muththalib sangat gembira pengganti puteranya sudah ada. Segera dia pergi ke rumah Aminah dan membawa cucunya itu ke Ka’bah lalu diberinya nama Muhammad, sebuah nama yang tidak lazim dalam tradisi keluarganya. Abdul Muththalib berharap cucunya nanti menjadi orang yang terpuji. Pada hari ketujuh kelahirannya itu Abdul Muththalib minta disembelihkan unta. Hal itu kemudian dilakukan dengan mengundang makan masyarakat Quraisy. Tatkala ditanyakan kepada dia memberi nama Muhammad, Abdul Muththalib menjawab: “Kuinginkan dia akan menjadi orang terpuji bagi Tuhan di langit dan bagi makhluk-Nya di bumi.” (Hayatu Muhammad, hal. 49)
Muhammad lahir sebagai seorang yatim. Hal itu diisyaratkan dalam Surat adh-Dhuha. Allah SWT berfirman:
أَلَمۡ يَجِدۡكَ يَتِيمٗا فََٔاوَىٰ
“Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu” (Q.S. Adh-Dhuha 93: 6)
Pendapat yang populer menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW dilahirkan pada hari Senin 12 Rabiul Awwal Tahun Gajah bertepatan dengan 20 April 571 M
Masa Kecil Nabi Muhammad SAW
Sudah menjadi tradisi bangsawan Arab pada waktu itu adalah menyerahkan bayi-bayi mereka kepada perempuan dari pedalaman untuk disusui. Tujuannya agar bayi-bayi itu terhindar dari penyakit yang biasa menyebar di perkotaan dan agar fisiknya bisa tumbuh sehat di tengah-tengah hawa pedalaman yang segar. Juga agar bayi-bayi mereka terlatih berbahasa Arab yang fasih sejak kecil. Abdul Muththalib pun mencari perempuan pedalaman yang mau menyusui cucunya.
Perempuan-perempuan dari pedalaman itu tentu mengharapkan upah yang memadai untuk jasa menyusui selama dua tahun. Oleh sebab itu biasanya mereka menghindari bayi dengan status yatim seperti Muhammad. Salah satu dari perempuan-perrempuan yang menawarkan jasanya itu adalah Halimah binti Abu Du’aib dari Bani Saad ibn Bakar. Karena dari Bani Sa’ad dia lebih dikenal dengan sebutan Halimah as-Sa’diyah. Sebenarnya Halimah tidak berminat membawa bayi Muhammad, tetapi karena dia tidak mendapat bayi yang lain, maka dia tetap membawa bayi tersebut. Halimah berkata kepada suaminya Harits ibn Abdul Uzza yang biasa dipanggil Abu Kabsyah: “Tidak senang aku pulang bersama dengan teman-temanku tanpa membawa seorang bayi. Biarlah aku pergi kepada anak yatim itu dan akan kubawa juga” “Baiklah” kata suaminya:”Mudah-mudahan karena itu Tuhan akan memberi berkah kepada kita.” (Hayatu Muhammad hal. 50).
Ternyata memang bayi Muhammad membawa berkah kepada keluarga Halimah. Ternak kambingnya gemuk-gemuk dan susunya pun bertambah. Selama dua tahun Muhammad tinggal di Thaif, disusukan oleh Halimah dan diasuh oleh puterinya yang bernama Syaima. Sesudah dua tahun Muhammad disapih dan dibawa kembali kepada ibunya di Makkah. Setelah itu Muhammad dibawa kembali oleh Halimah ke pedalaman atas permintaan Aminah menurut satu keterangan dan atas permintaan Halimah menurut keterangan yang lain untuk menghindari wabah penyakit yang dikhawatirkan berkembang di Makkah waktu itu. Muhammad kembali tinggal di pedalaman menikmati udara pegunungan yang jernih dan segar.
Tatkala Muhammad sudah berumur empat tahun terjadilah peristiwa luar biasa yang membuat Halimah khawatir akan keselamatan Muhammad. Diriwayatkan oleh Muslim dari Anas, suatu hari Muhammad kecil didatangi oleh Malaikat Jibril. Saat itu dia sedang asyik bermain dengan teman-teman sebayanya. Malaikat Jibril membawanya, merebahkannya, lalu membelah dadanya. Segumpal hati yang masih berlumuran daarah dikeluarkannya sertaya berkata: “Ini adalah bagian setan yang ada padanya.” Jibril lalu mencuci hati itu dengan air zamzam yang ditaruh dalam sebuah bejana emas, kemudian mengembalikannya ketempat semula, dikatupkan lagi satu dengan lainnnya. Setelah itu, Muhammad dikembalikan ketempat teman-temannya .Mereka lari behamburan menemui ibu asuhnya Halimah. “Muhammad telah dibunuh” ujar mereka. Semuanya bergegas menghampiri Muhammad yang pucat pasi ketakutan. Anas menuturkan aku pernah melihat bekas belahan itu di dada beliau. ( ar-Rahiq al-Makhtum hal. 68 )
Peristiwa tersebut diisyaratkan dalam Surat Asy-Syarhu atau Alam Nasyrah. Allah SWT berfirman:
أَلَمۡ نَشۡرَحۡ لَكَ صَدۡرَكَ
“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?” (Q.S.Asy-Syarhu 94: 1)
Setelah peristiwa tersebut, Aminah benar-benar khawatir dengan keselamatan Muhammad yang diasuhnya, lalu dia bergegas memulangkan Muhammad kepada ibunya di Makkah. Muhammad kecil kembali kepangkuan ibundanya.
Tatkala Muhammad berumur enam tahun, ibunya membawanya berziarah ke makam ayahandanya Abdullah di Madinah (Yatsrib). Aminah membawa serta Ummu Aiman mendampinginya. Aminah tinggal di sana selama satu bulan, kemudian kembali ke Makkah. Tetapi dalam perjalanan pulang itu Aminah jatuh sakit, kemudian meninggal dan dikuburkan di Abwa’ yang berada antara Makkah dan Madinah. Tentu saja Muhammad kecil sangat berduka ditingggal ibunya. Sekarang anak kecil itu menjadi seorang yatim piatu.
Sepeninggal Aminah, Muhammad sepenuhnya diasuh oleh kakeknya Abdul Muththallib yang sangat menyayanginya melebihi sayangnya kepada anak-anaknya. Diceritakan oleh Ibnu Hisyam bahwa ada satu tempat istirahat khusus untuk Abdul Muththalib di bawah naungan Ka’bah. Anak-anaknya biasa duduk mengelilingi tempat itu menungu kedatangan ayah mereka. Pada suatu hari Muhammad datang dan langsung duduk di tempat istirahat khusus untuk Abdul Muththalib tersebut. Spontan anak-anaknya menarik Muhammad agar mundur tapi tempat tersebut. Ketika hal itu diketahui oleh Abdul Muththalib beliau menegur anak-anaknya. “Biarkan cucuku ini, sungguh dia begitu istimewa.” Katanya.(bersambung)