MALANG, Suara Muhammadiyah – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada tahun ini menarik pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) ditengah Pandemi Covid-19. Hal tersebut banyak mendapatkan komentar dan kritikan karena DPR memilih untuk menunda pembahasan. Berkaitan dengan hal tersebut, Immawati Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Malang Raya menyelenggarakan webinar yang membahas polemik RUU PKS tersebut (11/7).
Pembicara dalam acara tersebut Prof. Alimatul Qibtiyah selaku Komisioner Komnas Perempuan yang juga Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan PP Aisyiyah. Alimatul menjelaskan bahwa kekerasan seksual di lembaga pendidikan seperti fenomena gunung es. Banyak sekali kasus yang tidak dilaporkan oleh korban yang bersangkutan karena beberapa alasan demi kelangsungan akademik, adanya persepsi Aib, dan lain sebagainya.
Di akhir penjelasan ia menekankan pentingnya keterlibatan lembaga pendidikan atau Perguruan Tinggi dalam menangani kasus kekerasan seksual dalam lingkungan pendidikan. Hal ini dimaksudkan demi terciptanya lingkungan pendidikan atau Perguruan Tinggi yang aman dan nyaman tanpa kekerasan seksual.
Selain itu, menurut catatan Komnas Perempuan pada bulan Januari hingga Mei tahun 2020, terdapat 542 kasus kekerasan terhadap perempuan di ranah rumah tangga hingga relasi personal, di mana ada 24% (170 kasus) merupakan kasus kekerasan seksual. Sementara pada ranah komunitas jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan mencapai 226 kasus dan total 89% (203 kasus). “Perempuan harus berhati-hati dalam membagikan jejak digital yang dikirimkan kepada orang terdekat, karena berdampak pada ancaman penyebaran foto dan video digital kepada khalayak umum,” ujarnya.
Menurutnya, RUU PKS yang dibahas DPR mengatur kejahatan dan tidak mengatur kesusilaan. Terkait kesusilaan sudah diatur di peraturan perundang-undangan yang lain. Sehingga tugas RUU PKS melengkapi UU sebelumnya terkait dengan penghapusan kekerasan seksual.
Dari beberapa hal yang diskusikan terkait penghapusan kekerasan seksual, Bidang Immawati PC IMM Malang Raya menyatakan sikap dalam press release. Terdapat tiga point penekanan, yaitu mendesak para anggota DPR RI dan seluruh pemangku kebijakan untuk membahas RUU di tahun 2021 dengan catatan, (1) Tetap mempertimbangkan kembali pasal-pasal yang dianggap dapat menimbulkan kontrovensi dikemudian hari. (2) Mendesak pihak-pihak yang terlibat untuk memperbaiki substansi dan penulisan RUU dan Naskah Akademik yang bermasalah, multi-tafsir, dan salah pengetikan. (3) Memasukkan klausul tentang Kekerasan Berbasis Gender Siber (KBGS) didalam RUU PKS. (atika/diko)