“kalau pabrik air minum membeli sumber air untuk disedot agar bisa dikemas dan dijual kembali. Ajip Rosidi membeli sumber air agar bisa mengisi kolam ikan dan kembali mengalir mengaliri sawah dan sungai”
Suatu hari Kang Ajip, demikian dia dipanggil oleh orang terdekat, ingin mendirikan restoran khusus masakan ikan air tawar. Dengan bumbu masakan Sunda yang lezat. Sebagai orang Sunda, pendiri Yayasan kebudayaan Rancage ini sangat cinta keindahan alam dan lingkungan yang subur.
Di belakang agak jauh dari Pondok Pesantren Pabelan, di kawasan Ngrajek Magelang banyak warga mengembangkan perikanan darat. Hidup dari ikan. Ikan merupakan bagian dari hidup sehari-hari warga tiga desa di Magelang, bahkan pasar ikan pun ada di lokasi ini. Salah satunya Ngrajek.
Ajip Rosidi seperti menemukan tanah kelahiran kedua. Hidup bersama lingkungan subur dengan kegiatan perikanan.
Di tanah Sunda, demikian dia bercerita kepada para tamu yang menghadiri peresmian Restoran Ikan Bu Empat Magelang, dia pernah punya cita cita membangun kawasan ikan darat dengan restoran di tengahnya. Akan tetapi dia dihadang banyak kerepotan. Akhirnya memilih Ngrajek.
“Waktu itu, sedang gencar-gencarnya industri air minum dalam kemasan. Banyak pabrik pengemasan air dalam kemasan berdiri di pelosok dusun dan pegunungan. Pabrik itu membeli sumber air atau mata air lalu air disedot untuk dikemas,” katanya,” Di sini saya dengar ada mata mau dijual dan akan dibeli pabrik kemasan air minum. Ini perlu saya cegah, sebab kalau mata air terjual dan dimiliki pabrik bagaimana para petani dan warga desa mendapatkan pasokan air untuk kolam ikan?”
Ajip memutuskan membeli mata air itu. Argumentasi dia kuat. “Kalau saya yang membeli mata air itu lalu air saya alirkan ke kolam ikan saya, berikutnya air kan tetap bisa mengalir mengairi kolam dan sawah di bawahnya. Jadi saya membeli mata air itu untuk melestarikan lingkungan sebagai bagian dari ekosistem ekonomi pertanian dan perikanan daerah sini.”
Para tamu undangan peresmian Restoran Ikan masakan Sunda itu, termasuk sastrawan NH Dini, arsitek pecinta lingkungan dari Undip kemudian diminta bersantap di restoran bambu yang dibangun di atas aliran air bening itu. Ikannya lezat, udaranya segar. Dua kenikmatan menyatu dalam suasana ramah tamah.
Sastrawan sepuh itu tampak bahagia menyaksikan para tamu menikmati masakan isterinya yang ikannya dipanen dari kolam sendiri yang air kolam jernih berasal dari mata air sendiri.
Saya waktu itu hadir di acara tersebut bersama dengan Direktur Suara Muhammadiyah kala itu (Pak Didik Sujarwo Allahu Yarham), menikmati masakan ikan air tawar. Saya juga sempat mencicipi udang besar diberi bumbu sedap. Saya duduk di dekat NH Dini.
Kalau hidup ini puisi, kata Umbu Landu Paranggi, maka Kang Ajip Rosidi dengan berbuat melestarikan lingkungan sudah berkarya sesuatu yang amat puitis. Menyelamatkan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan di lingkungannya.
Rasanya tidak ada yang lebih indah dari puisi semacam ini. Semoga amal jariyah kang Ajip Rosidi dalam melestarikan kehidupan sastra Indonesia, sastra Sunda dan Jawa, dan dalam melestarikan kesuburan lingkungan mendapat pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Aamiin. (Mustofa W Hasyim).