Judul : Heresy and Politics: How Indonesian Islam Deals with Extremism, Pluralism, and Populism
Penulis : Ahmad Najib Burhani
Penerbit : Suara Muhammadiyah
Cetakan : I, Juni 2020
Tebal & ukuran : vii + 180 hlm., 15 x 23 cm
ISBN : 978-602-6268-00-0
Secara literer istilah “heresy” diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai penyimpangan, perbedaan pendapat, penistaan, bidah, dan terma lainnya yang mengacu pada pertentangan gagasan terhadap doktrin agama. Ahmad Najib Burhani bukan tanpa alasan menyandingkan kata “heresy” dan “politic” pada judul buku ini. Alasannya merujuk pada fenomena politisasi agama yang marak dilakukan para aktor politik dalam laga Pemilihan Umum April 2019 lalu. Pertarungan politik sudah tampak seperti pertaruhan hidup dan mati para politikus Muslim, “I consider this as a new kind of heresy [bid’ah, pen.].”
Terlebih di dalam kompetisi pemilihan presiden, masing-masing kubu, Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga dan Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf, sama-sama memainkan politik identitas Islam melalui simbol-simbol agama. Sejumlah ulama beserta serangkaian acara bertema keagamaan disiapkan kedua tim sukses demi tampil dengan citra paling agamis di hadapan publik.
Selain membedah kasus-kasus politik teraktual, Najib juga menyertakan pembahasan konteks historis perjalanan politik berbagai kelompok Muslim di Indonesia, baik partai politik Islam maupun ormas Islam. Salah satunya ditulis dalam artikel bertajuk “Shifting Strategy of Indonesian Islamic Parties in Institutionalizing Islam” yang membahas implementasi politik PKS dan ketokohan Hidayat Nur Wahid dalam agenda menegakkan syariat Islam di Indonesia serta kesuksesannya dalam Pemilu 1999. Bahasan ini tentu saja berguna bagi kita dalam connecting the dots fenomena yang muncul hari ini dengan prakondisi sosial-politik di masa lalu.
Lebih lanjut, konsep “heresy” ini juga dibawa Najib ke dalam kondisi sosial masyarakat Muslim Indonesia, terkhususkan pada isu ortodoksi, radikalisme, terorisme, dan populisme Islam serta dunia intelektual kajian Islam. Secara khusus, isu ortodoksi Islam ini menyorot kasus represi yang dilakukan kelompok Islam mayoritas kepada pengikut Ahmadiyah serta Syiah. Pelekatan stigma sesat yang berujung kekerasan fisik pada kedua golongan ini bukan saja menuntut kesadaran sosial kita untuk hidup dalam kedamaian, tetapi juga regulasi tegas pemerintah pusat mengenai poin kebebasan beragama.
Najib memberi porsi berimbang pada diskusi tentang NU terkait hubungannya dengan kondisi politik nasional serta Muhammadiyah mengenai gagasan pluralisme. Namun di sini kita tidak disuguhkan tulisan retoris-politis ala kader ormas, melainkan diskusi-kritis. Hal ini menjadi penting bagi kita semua untuk memahami gejala sosial-politik Islam dewasa ini dengan pikiran terbuka agar solusi-solusi bijaksana dapat dirumuskan tanpa memihak kepentingan kelompok.
Buku ini cukup komprehensif. Tidak hanya membahas politik kelompok Islam Indonesia, tetapi juga membuka wacana semisal mengenai radikalisme Islam, hijab sebagai pop culture dan simbol keagamaan, konsumerisme ritual keagamaan. Menariknya lagi, buku ini mendapat sumbangan tulisan dari berbagai tokoh ternama seperti Luthfi Assyaukanie, Tufail Ahmad, Bambang Muryanto, dan Mitsuo Nakamura.
Tambahan perspektif dari penulis-penulis tersebut semakin menambah mozaik khazanah studi Islam. Tentu saja, topik-topik kajian Islam tidak berhenti di buku ini. Masih banyak corak lain dan pendalaman topik yang perlu dilakukan intelektual muda Muslim hari ini. Akhir kata, buku ini perlu dibaca oleh siapa saja yang mau memahami kondisi dan tantangan umat Muslim Indonesia terkini serta sumber inspirasi untuk melakukan studi-studi lanjutan mengenainya. (Yayum Kumai)