Mengenal Buya Syafii dari Dekat

Judul               : Mozaik Keteladanan Buya Syafii Maarif, Kesaksian Hidup bersama Guru Bangsa

Penulis             : Erik Tauvani Somae

Penerbit           : Suara Muhammadiyah

Cetakan           : 1, Juni 2020

Tebal & ukuran: xx + 156 hlm, 14 x 21 cm

ISBN               : 978-623-7993-02-5

Bermula pada 2012, Erik Tauvani Somae yang baru lulus S1 di UIN Sunan Kalijaga, diperkenalkan oleh Muhammad Ikhwan Ahada dengan Buya Ahmad Syafii Maarif. Saat itu, sekolah kader yang telah berusia lebih dari seabad, Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta memulai agenda pengembangan gedung. Buya Syafii didapuk sebagai Ketua Tim Pengembangan Madrasah dan Erik menjadi salah satu bagian dari tim tersebut. Kedua alumni Mu’allimin yang berbeda usia ini pun menjadi akrab, Erik perlahan menjadi saksi hidup dari keseharian Buya Syafii.

Rasanya semua orang mudah menjadi akrab dengan Buya Syafii, bahkan dengan yang berbeda latar belakang secara usia, agama, bahasa, dan suku. Buya Syafii luwes bergaul dengan siapa saja, mampu membangun relasi dengan semua, mulai pejabat negara hingga rakyat jelata. Dalam setiap relasi yang dibangun, Buya memposisikan dirinya sebagai sahabat dan sekaligus orang tua, yang mendengar segala cerita. Buya Syafii tidak terburu-buru menggurui dan apalagi menghakimi.

Di usianya yang semakin senja, Buya Syafii telah selesai dengan urusan dirinya. Ada banyak godaan yang kerap menguji, namun ia kokoh dengan prinsip hidupnya, tanpa perlu berpura-pura. Kini, ia hanya memikirkan masa depan bangsa dan generasi yang akan meneruskan jejaknya. Generasi muda perlu banyak menimba teladan.

Bagi yang pernah bertemu atau berhubungan langsung dengan Buya Syafii, kesan itu akan langsung bisa diamati. Buya Syafii adalah pribadi otentik yang berakhlak karimah.  Bagi yang kenal, mereka akan punya gambaran utuh tentang guru bangsa yang sederhana dan tidak lapar dipuja-puja. Mereka tidak akan kaget dengan sikap Buya Syafii dalam menyikapi isu-isu terkini. Mereka akan paham posisi Buya Syafii dan setidaknya memahami alasan di balik keputusan Buya Syafii sebagai sosok yang mandiri dan independen.

Pikiran-pikiran Buya Syafii mulai banyak dikaji, Buya juga masih rutin menuangkan gagasannya dalam tulisan. Namun, kehidupan Buya Syafii tidak banyak diketahui. Jika hanya mengikuti opini di media sosial, orang bisa punya banyak asumsi yang tidak semua benar. Siapapun bisa menggiring opini pembunuhan karakter kerap dialamatkan kepada yang tidak sepaham dan supaya khalayak berpihak padanya, terutama dalam politik. Media sosial dan era pasca-kebenaran memberi ruang bagi semua kemungkinan. Karena itu, kita perlu memperluas lingkaran informasi tentang apapun yang disukai atau dibenci.

Buku ini memperkenalkan Buya Syafii dari dekat. Berkisah tentang kehidupannya sebagai rakyat biasa dengan kepribadian yang luar biasa. Menggambarkan secara apa adanya tentang sosok yang berusia 85 tahun dalam menjalani ibadah dan bermuamalah. Semisal tentang bagaimana sosok renta ini sangat disiplin menjalankan shalat lima waktu di masjid. Sering menerima tamu di antara waktu isya dan magrib sembari beritikaf. Buku ini merekam juga bagaimana sosok Buya Syafii sebagai suami dari seorang istri dan ayah dari seorang anak. Ada juga tentang Buya Syafii yang gemar makan sate dan tengkleng kambing. (ribas)

Exit mobile version