Semua Bisa Sukses Jika Mau
Oleh: Ki H Ashad Kusuma Djaya
Seingat saya teman-teman kecil saya dulu ketika ditanya cita-citanya oleh guru TK jawabnya seputar menjadi guru, dokter, pilot, polisi dan tentara. Hampir tidak ada jawaban menjadi pengusaha. Waktu itu ukuran sukses kebanyakan kami adalah menjadi guru, dokter, pilot, polisi, dan tentara.
Namun nyatanya dari semua teman TK saya hampir tidak ada yang menjadi guru, dokter, pilot, polisi, dan tentara. Banyak dari teman saya itu yang menjadi pegawai swasta. Ada yang menjadi pengusaha, dosen, karyawan Bank, dan lain-lain. Apakah mereka bisa disebut tidak sukses karena menjadi sesuatu yang tidak dicita-citakannya dulu? Menurut saya mereka bisa dibilang sukses.
Banyak definisi tentang sukses tapi sederhananya ialah mampu mencapai tujuan hidup. Banyak orang menjadi kaya raya dengan kerja keras dan mereka merasa sukses karena menjadi kaya adalah tujuan hidupnya. Banyak orang sekolah tinggi lalu mendapat beberapa gelar dan mereka merasa sukses karena mendapatkan gelar-gelar itu adalah tujuan hidupnya. Dan banyak lagi capaian-capaian yang dijadikan tolok ukur kesuksesan.
Dengan definisi sederhana di atas maka jika tujuan hidup seseorang adalah kaya maka menjadi kaya adalah sukses. Jika tujuan hidupnya menjadi profesor maka menjadi profesor adalah sukses. Jika tujuan hidup seseorang adalah menduduki jabatan tertentu maka menduduki jabatan itu adalah sukses. Sehingga yang disebut sukses sangat tergantung dengan tujuan hidup seseorang.
Hidup bagaikan perjalanan sehingga mengetahui tujuan hidup itu penting. Tujuan itu menjadi dasar penyiapan bekal, pemilihan sarana dan pencarian ilmu tentang rambu-rambu untuk menempuh perjalanan. Tujuan hidup dapat memandu seseorang untuk membuat keputusan hidup, mempengaruhi perilaku, dan membentuk cara berpikirnya.
Namun nyatanya tujuan hidup seseorang itu ternyata juga berkembang. Dulu teman saya yang ingin jadi dokter ternyata akhirnya memilih menjadi pengusaha dan yang ingin jadi pilot kemudian memilih menjadi karyawan swasta. Saya tidak menyebut mereka berubah tujuan hidupnya, tapi berkembang.
Sejalan dengan waktu sesorang mendapatkan informasi baru, ilmu-ilmu baru, kenyataan-kenyataan baru yang menggerakkan pada tujuan-tujuan hidup baru. Itu jika diartikan tujuan hidup sifatnya konkrit dan terukur. Justru dari situlah kemudian kita bisa menyadari bahwa tujuan hidup manusia sebaiknya bukan hal yang terlalu konkrit atau material.
Tujuan hidup yang terlalu konkrit atau material menutup imajinasi terhadap kemungkinan lain. Orang yang kreatif tidak mulai dari tujuan material sehingga bisa mengeksplorasi proses secara terbuka dan eksperimental. Jika hal material menjadi tujuan hidup maka ia akan terjerat pada jejak yang sudah baku dan matilah kreativitasnya. Seperti ketika seekor ngengat menjadikan nyala api sebagai tujuan maka ketika sampai ia terbakar habis olehnya.
Tujuan hidup yang terlalu konkrit atau material akan membatasi tindakan. Tidak ada ruang untuk menjelajahi jalur lain. Orang menjadi harus mengikuti rencana, bahkan ketika ada hal lain yang lebih menarik atau lebih utama muncul. Ketaatannya pada rencana tidak membuatnya mau belajar dalam menjalani proses. Karena itu hal konkrit yang dibutuhkan dalam menjalani hidup ini adalah fokus, bukan tujuan.
Fokus hidup manusia yang diajarkan oleh agama kita adalah beriman dan beramal salih, selebihnya lalu tawakal. Beriman itu secara praktis adalah memiliki keyakinan pada nilai-nilai kebenaran. Yaitu kebenaran dari Allah yang disampaikan pada Rasul lewat malaikat dan tetulis dalam kitab suci sebagai petunjuk manusia. Dan beramal salih adalah bukti dari keyakinan pada nilai-nilai kebenaran itu. Tawakal bermakna apapun hasil diperoleh setelah melakukan yang terbaik harus disyukuri.
Terkait tujuan hidup agama kita mengajarkan bahwa kehidupan manusia bukan sekedar untuk meraih kesukesan di dunia yang fana ini yang pada akhirnya akan ditinggalkan. Jika harus menyebutkan bentuk kesuksesan di dunia yang fana ini maka rumusan yang tampaknya mewakili adalah kebahagiaan. Tujuan hidup di dunia ini adalah mencapai kebahagiaan. Ini seperti potongan doa kaum mukminin “robbanaa aatina fiddun-ya hasanah…. (Ya Tuhan kami berilah kami kebahagiaan di dunia)” .
Apa gunanya punya uang banyak, rumah banyak, mobil banyak, anak banyak, istri cantik atau suami tampan… kalau tidak bahagia? Kebahagianlah sesungguhnya yang dikejar dalam hidup di dunia ini. Dan kaum mukminin melengkapinya dengan doa: “…wa fil aakhiroti hasanah wa qina ‘adzaabannar (dan kebahagiaan di akhirat serta dijauhkan dari siksa api neraka”.
Kebahagiaan itu bisa didapatkan oleh siapa saja dengan macam-macam bentuknya. Menjadi petani, karyawan, pengusaha, presiden, menteri, dan pekerjaan yang baik apapun bisa mendapatkan kebahagiaan. Namun perlu diingat bahwa seseorang yang bahagia itu belum cukup untuk disebut sebagai sukses karena sukses memiliki makna sosial. Karena memiliki makna sosial maka seseorang baru bisa disebut sukses bila dalam hidupnya bisa bahagia dan banyak memberikan kebahagiaan keluarga dan orang lain.
Semua orang pada dasarnya bisa sukses, yaitu bahagia dan memberikan kebahagiaan pada orang lain, dengan apa-apa yang dimilikinya. Entah itu dengan ilmu, ketrampilan, harta, atau apa saja yang bisa mendatangkan kemanfaatan yang membahagiakan. Bentuk bahagia nyatanya tidak selalu seperti yang kita mau namun jika mau kita tetap bisa bahagia dan mebebar kebahagiaan. Ingatlah, Anda dan semua orang bisa sukses jika mau meski tidak semua kesuksesan seperti yang Anda mau.
Ki H Ashad Kusuma Djaya, wakil Ketua PDM Kota Yogyakarta