Ukhuwah dan Bahasa

Ukhuwah dan Bahasa

Oleh: Dr Mas’ud HMN

Salah satu faktor keberhasilan Ukhuwah dalam praktek di  masyarakat adalah berfungsinya  komunikasi bahasa. Maka tidak salah untuk  mengatakan bahwa  komunikasi  bahasaadalah bagian dari  membangun Ukhuwah Islamayah yang  intinya  diperlukan. Pengejawantahan bahasa ukhuwah dan bahasa berkelindan dengan etika, yang satu mengokohkan yang  lain.

Sayangnya, umum terjadi  antara harapan dan kenyataan terjadi masalah  ibarat jauhnya  jarak   panggang dari api. Mengingat ukhuwah ingin dibangun, tetapi  bahasapendukungnya  tidak santun, tidak  elok,  bahkan  buruk. Lalu inilah hambatan. Mana mungkin ukhuwah yang  dicita-citakan sukses  di atas  komunikasi  bahasa yang berantakan.

Cermin Ukhuwah

Dalam perspektif  gagasan  demikian, semakin baik fungsi komunikasi bahasa dalam  masyarakat semakin  berhasil pula pelaksanaan  Ukhuwah Islamiyah. Sebaliknya semakin  buruk komunikasi  bahasa semakin  bermasalah Ukhuwah Islamiyah dalam  masyarakat.

Pokok perkaranya pertama, apa takrif bahasa pada  konteks ini dan kedua   bagaimana  pandangan  Islam terhadap komunikasi  dimaksud.

Takrif bahasa secara etimologi, Bahasa adalah media silaturahmi alat ucap  manusia dengan simbol bunyi yang disepakati. Minus dengan  isyarat, gambar karena  meski media  komunikasi bukan alat ucap manusia, tidaklah  bahasa. Singkatnya, komunikasi yang kita  maksudkan  bukan  isyarat atau gambar.

Selanjutnya, konteks Komunikasi bahasa (dibaca bahasa) dapat diuraikan sebagai (1) alat  integrasi sosial, (2) sarana  penyampaian gagasan atau  ide. Jadi, fungsi  di atas baik integrasi  maupun gagasan disitulah letak etika  ukhuwah Islamiyah  yakni berbahasayang baik dan benar, apa itu berbahasayang baik dan benar.

Permasalahan Semantik

Dalam  arti luas, bahasa yang baik dan benar  adalah lisannya dalam  kefasihan dan intonasi yang sesuai. Pada intinya  tidak menimbulkan salah makna atau ganda  pengertian. Misalnya kata utang  luar negeri dengan bantuan  luar  negeri, yang dalam  praktek  dianggap bahasa semantik yang sama.

Bahasa yang  baik adalah  Bahasadengan penyampaian yang sopan, santun. Misalnya  kata   mau ke WC dan mau ke belakang. Pemakaian kata  buta dengan tuna netra dan sebagainya.

Rasanya bahasa yang santun elok dan indah memberi nuansa rasa yang menyenangkan. Akan berbeda  bila  menggunakan bahasa kacau. Buruk seperti  kampret,  kadrun, cebong, gentayangan, dan amburadul.

Pandangan Islam

Agaknya  disinilah  perlu  digali pandangan Islam dalam komunikasi bahasa untuk membangun etika Ukhuwah Islamiyah. Di masa  lalu ada banyak  kemasan bahasa dari para tokoh dan para ulama  kita, suasana itu kita rindukan. Yaitu  nuansa kemasan  bahasa dari  Mohamamad Natsir, Buya Hamka, nuansa, Bung Tomo, EZ Muttaqien.

Pada masa belakangan ada Zainuddin MZ serta Abdul Somad. Kita bersyukur ada  di kalangan  Komisi Ukhuwah sekarang yang memiliki rasa bahasa ukhuwah yang  harus kita sebut  Ketua  komisi ukhuwah  pak Saiful, buya Elvis Tasrifin, Masri Mansoer, dan lain lain. Mereka  mengemas  bahasa dan etika secara  berkesatuan berkelindan.

Masalah ini bagaimanapun tidak mudah untuk dijawab  kesempatan terbatas ini, mengingat banyak kaitannya. Mari kita  fokus saja  pada  pada Bahasadan  etika ukhuwah saja.

Etika dan Bahasa

Persoalannya bagaimana bahasa etika  diberlansungkan terutama  bagi para tokoh formal maupun nonformal pasti tidak mudah. Namun demikian  ada   beberapa  hal etika  bahasadapat diajukan untuk syarat  tegaknya ukhuwah. Meminjam  istilah klasik   tegak ukhuwah karena bahasa beretika, hancur  etika hancurlah ukhuwah.

Secara  singkat dapat  dikemukan sebagai berikut  yaitu: Pertama, Qaulan  Layyinan, Surat Thaha 44. Masdar dari kata  lana, berarti lunak. Kisah Musa dan Harun  bertemu Fir’aun bahasa diplomasi dan  negoisisasi bargaining.

Kedua, Qaulan  Makrufa. Bahasa yang baik, ajakan sesuai norma.

Ketiga Qaulan Shadidaa. Bahasayang  lurus, lugas, sesuai konteks ayat seperti dalam surat Annisa ayat 9 dan Al Ahzab ayat 70.

Keempat, bahasa berlogika, Ahsanul kalam wadal. Bahasa yang berlogika ini adalah pepatah Arab. Konteks nya adalah bahasa logis, tidak panjang. Dalam  llmu komunikasi juga disebut dalam konsep  ekonomi  kata, tidak bertele-tele.

Korelasi Etika Bahasa

Bahasa beretika berkolerasi dengan  qaulan layyinan, qaulan  makrufa, qaulan shadidan dan  ahsanu kalam, gagal kita  melaksanakan  Bahasaberetika, maka jauh pola sukses pelaksanaan  bangunan ukhuwah Islamiyah yang dicita-citakan.

Pada akhirnya,  kita datang  pada simpulan bahwa  diperlukan bahasayang baik dan benar, atau  bahasaberetika. Ajaran Islam memberi  petunjuk  bagaimana  bangunan  ukhuwah dibangun dengan  bahasalugas, jujur,  sopan, tegas, dan berlogika. Wallahu a’lam bisshawab.

Dr Mas’ud HMN adalah Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah (UHAMKA) Jakarta dan anggota Komisi Ukhuwah Islamiyah Majlis Ulama Indonesia (MUI).

Exit mobile version