Refleksi Hari Pahlawan, Peran Aktivis dan Nasib Demokrasi

Refleksi Hari Pahlawan, Peran Aktivis dan Nasib Demokrasi

MALANG, Suara Muhammadiyah – RBC Institute A. Malik Fadjar kembali menyelenggarakan diskusi rutin dalam rangka memperingati Hari Pahlawan pada hari Rabu (11/11) di RBC Learning Space. Subhan Setowara, Direktur Eksekutif RBC Institute, dalam pembukaannya mengatakan, di samping untuk memperingati Hari Pahlawan, sarasehan kali ini juga dilakukan untuk memperkenalkan kembali RBC yang telah lama vakum.

Ia juga mengatakan, rumah baca yang didirikan oleh Prof. A. Malik Fadjar ini, ke depannya dapat menjadi tempat pengembangan intelektual dan literasi. Selain itu, RBC Intitute juga dapat menjadi wadah belajar dan berdiskusi bagi khalayak ramai.

Sarasehan yang bertema “Aktivisme Kaum Muda dan Senjakala Demokrasi” ini dihadiri oleh empat perwakilan organisasi mahasiswa ekstra, yaitu Azis Sudrajat (Ketua DPC GMNI Malang Raya), Ode Rizki Prabtama (Ketua Umum PC IMM Malang Raya), Sutriyadi (Ketua Umum HMI Cabang Malang) dan M. Maghfur Agung (Sekretaris Umum PC PMII Kota Malang). Masing-masing perwakilan menyampaikan prasarannya dalam memaknai Hari Pahlawan serta mengenai isu aktivisme dan demokrasi yang kian memasuki waktu senja.

Azis Sudrajat dalam kesempatannya menyampaikan, Hari Pahlawan hendaknya tidak dimaknai sebagai sebuah peringatan. Tetapi juga dimaknai untuk mengenal dan mendalami bagaimana hari ini bangsa kita dapat mencapai sebuah kemerdekaan atau kebebasan. Meskipun, kata Azis, bangsa kita belum sepenuhnya merdeka. Selain itu, terkait isu senjakala demokrasi, harapannya demokrasi di Indonesia tidak hanya dimanifestasikan lewat Pemilihan Umum (Pemilu) atau Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) saja.

Sejalan dengan yang disampaikan oleh Azis, Ode juga berpendapat bahwa demokrasi kita tidak dapat ditolok ukur dengan Pemilu atau Pilkada. Ode menilai, aspirasi masyarakat hanya disimbolkan dengan beberapa lembar kertas coblosan di bilik suara. Setelahnya, aspirasi dan suara-suara rakyat tersebut tidak akan didengar. Hal ini juga mengingatkan fenomena korupsi berjamaah di Malang Raya yang dilakukan oleh Bupati Batu Eddy Rumpoko, Bupati Malang Rendra Kresna dan korupsi yang dilakukan oleh 41 anggota DPR Kota Malang. Pada akhirnya, hal ini berdampak pada trauma politik masyarakat dan berujung pada post democracy.

“Trauma politik dan post democracy juga ada relevansinya dengan gerakan mahasiwa akhir-akhir ini. Minimal ada 3 (tiga) isu utama yang menjadi atensi besar mahasiwa, yang dimulai dengan isu pelemahan KPK, RKUHP dan Omnibus Law yang berujung dengan kampanye tagar #mositidakpercaya.” ungkap Ode.

Ketika berbicara mengenai peran aktivis hari ini, Yadi menegaskan, mahasiswa memiliki posisi dan peran strategis sebagai elit sosial dan elit terpelajar yang bisa menjembatani antara kebijakan pemerintah dengan aspirasi rakyat. Sehingga, gerakan mahasiswa, sampai kapan pun masih sangat relevan dalam berbagai kondisi. Selanjutnya, dalam menanggapi isu senjakala demokrasi, Yadi menyampaikan, “Jika melihat tren demokrasi dari era reformasi hingga sekarang, indeks demokrasi di Indonesia semakin menurun.”

Hal ini, kata dia, dipengaruhi oleh setidaknya 3 fenomena; yang pertama adalah perilaku politik rasional, yang kedua adanya pemilih/politik identitas dan yang terakhir adalah pemilih pragmatis. Ketiga fenomena di atas akhirnya membuat posisi demokrasi Indonesia belum bisa dikatakan sebagai full democracy. Di akhir pembicaraannya, Ia lantas mengajak kita semua untuk sama-sama berkomitmen dan konsisten dalam menjamin dan menjaga nilai-nilai demokrasi di Indonesia.

Berbeda dengan ketiga pembicara sebelumnya, Maghfur justru mendorong aktivis untuk terus berinovasi. Karena disadari atau tidak, sebenarnya kita hanya penerus dan pewaris dari aktor-aktor lama yang saat ini sedang duduk di Senayan. Untuk itu, kita harus berani mengubah pola aktivisme yang sedang kita hadapi.

Selain itu, Ia juga mengimbau agar kita semua lebih pintar dan lebih jeli dalam melihat aturan/kebijakan mana yang lebih mengkerdilan kepentingan rakyat serta tidak boleh lalai dengan isu lokal selain isu nasional yang sedang berkembang.

Sarasehan yang diikuti oleh 15 orang ini harapannya dapat menjadi ajang refleksi di Hari Pahlawan bagi kaum muda. Dan juga dapat menjadikan RBC Institute sebagai rumah bertukar wawasan dari berbagai kalangan. (diko)

Exit mobile version