Saya terus terang- prihatin dengan sikap Pemerintah dan aparat yang terkesan membiarkan pelanggaran protokol Covid-19 oleh elite.
Suaramuhammadiyah.id. Gemas. Itulah yang dirasakan Muhammadiyah melihat sikap pemerintah dalam menghadapi pandemi covid-19 ini. Bagaimana tidak, sejak kasus pertama covid-19 masuk Indonesia, Muhammadiyah sudah langsung bergerak dengan membentuk MCCC. (Muhammadiyah Command Center Covid-19), dan terus memberi berbagai layanan sosial untuk masyarakat yang terdampak.
Tentu saja segala upaya itu dilakukan Muhammadiyah selaku ormas yang mempunyai beberapa keterbatasan. Walau segala gerak Muhammadiyah itu dilakukan dengan seluruh kemampuan yang ada dengan mengerahkan semua kekuatan dan kewenangan yang dimiliki Muhammadiyah sebagai ormas.
Di antara upaya yang telah dilakukan oleh Muhammadiyah untuk mengerem laju pandemi ini antara lain. Muhammadiyah mengeluarkan fatwa tentang panduan ibadah di masa pandemi, yang isinya mengatur seluruh tata peribadatan, dari shalat sampai penyembelihan kurban. Shalat jamaah di masjid yang pada masa normal telah menjadi kebiasaan yang menggembirakan bagi seluruh warga Muhammadiyah dengan sangat terpaksa dihentikan dengan fatwa itu. Tentu saja ini menyakitkan.
Apalagi pada bulan ramadhan, warga Muhammadiyah terpaksa menghidupkan bulan penuh berkah itu hanya dengan berkegiatan di rumah. Ramadhan di rumah saja, demikianlah tagline yang diusung saat itu. Tentu saja itu menyakitkan, tradisi yang dilandasi teologi yang kuat dan telah berjalan ratusan tahun terpaksa dihentikan. Namun, demi kebaikan bersama, Muhammadiyah rela dan patuh untuk ibadah hanya di rumah.
Bahkan menjelang hari raya kurban, Muhammadiyah juga mengeluarkan fatwa agar warga Muhammadiyah lebih mengutamakan membantu mengatasi dampak covid-19 daripada menyembelih hewan kurban.
Tidak hanya itu, Muhammadiyah juga memutuskan untuk menunda pelaksanaan Muktamar yang merupakan ajang kegembiraan lima tahunan keluarga besar Muhammadiyah. Muhamadiyah juga menyelenggarakan pendidikan secara daring. Serta yang menyesakkan adalah Muhammadiyah telah kehilangan puluhan dokter, perawat, dan tokoh persyarikatan yang berjuang di garda depan penanggulangan Covid-19 ini.
Oleh karena itu melihat berbagai pembiaran pelanggaran protokol kesehatan mana-mana yang makin marak ini, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Prof Abdul Mukti, merasa sangat gemas bercampur sedih dan prihatin. Pemerintah yang mempunyai kekuatan dan kewenangan yang komplit justru kurang mau bergerak secara maksimal.
“Saya terus terang- prihatin dengan sikap Pemerintah dan aparat yang terkesan membiarkan pelanggaran protokol Covid-19 oleh elite, tidak hanya oleh Habib Rizieq tapi juga oleh para tokoh yang lainnya. Sementara itu rakyat kecil dikejar-kejar, dikenai sanksi, dan tidak boleh berdagang karena Covid-19. Peraturan harus ditegakkan kepada siapa saja.” Terang Abdul Mukti.
Abdul Mukti juga menyesalkan sikap Kapolri yang hanya menghimbau agar masyarakat mematuhi protokol kesehatan. Bagi Abdul Mukti level Polri seharusnya tidak hanya menghimbau tapi harus bertindak dan memastikan tidak ada pelanggaran protokol kesehatan.
Tidak hanya kepada pedagang kecil di pinggir-pinggir jalan. Namun juga kepada para tokoh masyarakat yang abai pada protokol kesehatan juga pada rangkaian acara pilkada yang tidak ramah pada pencegahan penyebaran covid-19.
“Kalau menghimbau itu tugas ormas. Tugas pemerintah itu bertindak.” Tegas Abdul Mukti. (mjr8)