Ceramah Umum Prof Syafiq Mughni tentang Islam dan Kesejahteraan Sosial

Ceramah Umum Prof Syafiq Mughni tentang Islam dan Kesejahteraan Sosial

GRESIK, Suara Muhammadiyah-Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Syafiq A Mughni menyampaikan ceramah umum dalam Musyawarah Nasional Tarjih ke-31 dengan memaparkan makalah “Islam dan Kesejahteraan Sosial: Mewujudkan Nilai-Nilai Keislaman yang Maju dan Mencerahkan” (29/11/2020). Menurutnya, kesejahteraan sosial adalah muara dari keseluruhan aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

“Apa yang terkandung dalam doa ‘rabbana atina fi al-dunya hasanah wa fi al-akhirati hasanah’ menyiratkan bahwa di dalamnya ada kebahagiaan (sa’adah) yang terletak di dalam kesejahteraan (rafahiyah) baik lahir maupun batin. Kesejahteraan itu berada di lingkaran kebaikaan (hasanah). Jadi, kesejahteraan adalah bagian dari kebajikanitu sendiri,” papar Syafiq. Di dalam kesejahteraan itu terkandung kesejahteraan individual yang berakumulasi menjadi kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, usaha menuju kesejahteraan sosial harus dilakukan baik secara individual maupun kolektif.

Negara kesejahteraan, ungkap Syafiq, adalah sebuah bentuk negara yang menjamin dan mempromosikan kesejahteraan (well-being) ekonomi dan sosial rakayatnya yang didasarkan atas prinsip kesempatan yang sama (equality), distribusi kekayaan yang adil (equitability), tanggung jawab publik bagi rakyat yang tidak bisa memperoleh kebutuhan minimal untuk hidup layak.

Welfare state menyediakan dana untuk lembaga-lembaga negara untuk layanan kesehatan dan pendiidikan bersama dengan benefit langsung yang diberikan kepada setiap warganegara. Welfare state modern lahir untuk merespons dampak depresi besar, Perang Dunia I dan II. Negara menangani pengangguran dan kebangkrutan finansial. Indonesia adalah negara yang menganut faham welfare state (negara kesejahteraan).”

Syafiq berpandangan bahwa mengembangkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat adalah kewajiban pemerintahan. Ide dasar dari premis ini berangkat dari fakta bahwa pemerintah memiliki kewenangan untuk memenej semua sumber daya dalam semua sektor, yang dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. “Kesejahteraan mendorong efisiensi ekonomi, menurunkan angka kemiskinan, mendorong kesamaan sosial, dan menurunkan kesenjangan. Persamaan hak-hak ekonomi, politik, sosial, budaya, kesamaan perlakuan di depan hukum, hanya dapat digerakkan melalui jaminan kesejahteraan secara merata. Kesejahteraan akan mendorong ketahanan sosial-politik. Kesejahteraan lahir dan batin didorong oleh pemberdayaan masyarakat,” katanya.

Kesejahteraan bagi seluruh rakyat  Indonesia merupakan amanat perjuangan bangsa. Para pendiri negeri ini menyatakan bahwa Indonesia didirikan untuk membangun kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh rakyat. Karena itu, kata Syafiq, sumber daya alam harus dimanfaat untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang seluas-luasnya. Anak yatim, fakir dan miskin dan anak-anak terlantar sesungguhnya harus ditanggung oleh negara. Konstitusi kita mengamanatkan kesejahteraan sosial sebagai prioritas kebijakan publik. Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa perekonomian berdasarkan atas asas kekeluargaan atau persaudaraan yang menjunjung kesejahteraan bersama sebagai tujuan utama.

Dalam konteks global, pada 25 September 2015 di markas PBB, para pemimpin dunia secara resmi telah mengesahkan agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) sebagai kesepakatan pembangunan global. Kurang lebih 193 kepala negara hadir dalam upacara pengesahan agenda SDGs tersebut. “Apa yang ada dalam tujuan dan agenda SDGs itu sesungguhnya menemukanjustifikasinya dalam ajaran Islam. Karena itu, umat Islam perlu mengambil bagian dalam mencapai tujuan itu dengan spirit keagamaan agar tidak sekedar menjadi gerakan humanis sekular tetapi humanis relijius,” ulas Syafiq yang juga Ketua Utusan Khusus Presiden untuk Dialog Antar Agama dan Peradaban.

Selain menjadi tugas negara, kata Syafiq, pemenuhan kesejahteraan juga menjadi kewajiban organisasi kemasyarakat. Muhammadiyah sebagai organisasi sosial keagamaan, memiliki dua spirit dari akar yang sama. Spirit pertama ialah sosial yang bermakna bahwa sekalipun Muhammadiyah dikelola secara profesioal dengan manajemen modern, seluruh aset dan gerakannya diarahkan pada pemenuhan kebutuhan dan tuntutan masyarakat tanpa pandang kelas sosial dan sekat-sekat lainnya. “Tetapi karena cakupan masyarakat begitu luas, maka wajar jika sifat sosial itu lebih diperioritaskan pada kelompok dlu’afa (lemah) dan mustad’afin (terlemahkan).”

Spirit kedua adalah keagamaan. “Maknanya ialah bahwa seluruh gerak Muhammadiyah didorong oleh ajaran agama yang paling esensial, yakni tauhid. Di samping menjadi landasan gerak, tauhid menuntut agar apa yang dilakukan oleh warga baik dalam kerangka organisasi maupun individu harus menjadi ibadah kepada Allah dan karena itu seharusnya sejalan dengan garis yang diajarkan agama.” Dalam kerangka organisasi,  ungkap Syafiq, telah diletakkan format governance yang menjadi acuan dalam mengelola organisasi sebagai bentuk ibadah. Pada aspek governance ini, Muhammadiyah telah memiliki AD/ADRT, kaidah dan pedoman. Dalam kerangka sikap dan perilaku individual, telah tersusun seperangkat ideologi, misalnya Pedoman Hidup Islami bagi Warga Muhammadiyah.

Menurut Syafiq, spirit al-Ma’un telah menjadi elan vital dalam membangun kesejahteraan sosial. Muhammadiyah mendorong karitas individual untuk membantu secara langsung kaum yang lemah untuk mengatasi kesulitan hidupnya dan memenuhi kebutuhan dasarnya. “Di samping itu, Muhammadiyah juga mengorganisasi perbantuan agar mereka yang tidak beruntung bisa melalui hidupnya dengan wajar. Beberapa institusi telah dibangun untuk melaksanakan tugas-tugas kesejahteraan secara terencana dan efektif.” Dalam tugas-tugas melahirkan kesejahteraan, tentu tidak cukup hanya dengan charity (sumbangan) tetapi juga empowerment (pemberdayaan).

Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI ini berharap pandangan keislaman tentang kesejahteraan sosial perlu terus dikembangkan, khususnya oleh Majelis Tarjih dan Tajdid, untuk memberikan landasan normatif bagi gerakan pro-kesejahteraan secara lebih kokoh. “Untuk menujudkan itu, tampaknya perlu dibangun institusi dalam unit yang lebih mikro (ranting atau cabang), semacan safety net, social security atau asuransi syar’i, untuk menjamin terpeliharanya kualitas hidup khususnya bagi orang-orang yang lemah,” tukas Syafiq A Mughni. (ribas)

Makalah lengkap Prof Syafiq A Mughni dapat didownload di sini

Exit mobile version