Judul : Negarawan, Pendidik, dan Agamawan Lintas Generasi, 81 Tahun Abdul Malik Fadjar
Penulis : Ahmad Syafii Maarif, Haedar Nashir, Mahfud MD, Bambang Brojonegoro, dkk.
Penyunting : Zuly Qodir, Ahmad Fuad Fanani, Hasnan Bachtiar, dkk.
Penerbit : Suara Muhammadiyah
Cetakan : 1, Oktober 2020
Tebak, ukuran : xviii + 338 hlm, 14 X 21 cm
ISBN : 978-602-6268-76-1
Abdul Malik Fadjar adalah penganut agama yang taat. Keyakinan agamanya yang terhujam, melimpah dalam akhlak kesehariannya yang teduh. “Tatkala menyebut agama, beliau selalu menggerakkan tangannya ke arah dadanya. Agama adalah menyangkut hati, sumber ajaran agama adalah wahyu. Agama seharusnya dilaksanakan dan dirasakan,” kata Imam Suprayogo tentang koleganya. Keberagamaannya senantiasa mendayagunakan hati dan akal, tidak berhenti pada kulit luar dan ritual-ritual. Ahmad Syafii Maarif menulis bahwa Malik adalah satu-satunya orang yang pernah menduduki jabatan Menteri Agama dan Menteri Pendidikan sekaligus, yang bertugas mencerdaskan hati dan otak manusia (hlm 3).
Malik Fadjar adalah sosok guru kehidupan dan guru bangsa yang lahir dari bawah dan berproses setahap demi setahap. Dengan bekal pengalamannya yang luas dan keluasan daya pandangnya yang melintas batas, ia sangat memahami dunia yang digelutinya. Ia mampu melihat masalah dari banyak sisi, sekaligus mampu memilih dan menegosiasikan banyak pilihan. Ia tenang dalam pembawaan dan taktis dalam mengambil keputusan.
Dengan latar belakang itu, Malik Fadjar berhasil membuat banyak terobosan di semua kesempatan. Ketika menjadi rektor UMM dan UMS, Malik berhasil mereformasi banyak tata aturan yang membelenggu dan menghambat kemajuan. Buahnya mungkin tidak langsung dirasakan, tetapi bertahun kemudian, universitas ini masuk dalam kluster perguruan tinggi swasta terbaik di Indonesia.
Saat menjabat Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, Malik Fadjar segera membangun relasi dengan Departemen Pendidikan, Bappenas, Departemen Keuangan, dan Kementerian Aparatur Negara untuk mengubah aturan birokrasi yang menghambat institusi agama. Malik berhasil merubah 33 fakultas cabang IAIN, menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) yang berdiri terpisah dari induknya (hlm15). Dalam perkembangan selanjutnya, Malik menjadi tokoh sentral dibalik transformasi STAIN menjadi IAIN, dan dari IAIN menjadi UIN. Azyumardi Azra sebagai rektor pertama UIN Syarif Hidayatullah memberi kesaksian bagaimana Malik memiliki pandangan visioner untuk menjadikan perguruan tinggi agama sejajar dengan universitas umum.
Ketika menjabat Menteri Pendidikan Nasional, Malik bersama koleganya berhasil melahirkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) nomor 20 tahun 2003. UU yang meletakkan pijakan dasar pendidikan nasional ini dianggap sebagai salah satu UU terbaik, komprehensif, dan berpijak pada akar kebudayaan Indonesia yang majemuk. UU ini menghapus dikotomi pendidikan agama dan pendidikan umum. Menetapkan hak dan tanggung jawab masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. UU Sisdiknas menetapkan bahwa pendidikan agama harus diajarkan kepada peserta didik oleh pendidik yang seagama. Menurut kesaksian Abdul Mu’ti, Malik Fadjar berhasil meyakinkan banyak kalangan yang mulanya menolak. Gelombang demonstasi di depan gedung DPR juga menyertai penyusunan UU tersebut (hlm 47).
Malik yang punya latar belakang pendidikan lokal dan tradisi akademik Barat adalah tokoh yang berhasil memadukan khazanah Islam klasik dan pemikiran modern dalam pendekatan ilmu sosial humaniora. Malik melakukan modernisasi pendidikan agama sehingga adaptif dan mampu merespons perkembangan zaman. Dari sini, institusi agama mampu melahirkan SDM berkualitas. (ribas)
Buku ini dapat dibeli di sini