YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Diaspora atau yang akrab kita sebut internasionalisasi merupakan sebuah keniscayaan yang tak bisa dielakkan oleh seluruh bangsa di dunia. Perlahan, setiap bangsa akan berdiaspora. Terus bergerak maju menyesuaikan zaman adalah tuntutan yang tak bisa dilawan hanya dengan hayalan.
Internasionalisasi telah menjadi agenda strategis Muhammadiyah di abad kedua. Hal ini disampaikan langsung oleh Haedar Nashir, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam sebuah Webinar Internasional yang diselenggarakan oleh Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional (LHKI) PP Muhammadiyah dengan tema “Dinamika Diaspora Muhammadiyah dalam Gerakan Internasional”, pada Sabtu, 5 Desember 2020.
Haedar Nashir menyampaikan bahwa setiap bangsa pernah dan akan mengalami proses diaspora. Terjadi pergolakan pemikiran yang akhirnya menciptakan sebuah peradaban yang padu dan dinamis antara masa lalu, sekarang, dan masa depan. Di masa lalu, perpindahan manusia dari satu tempat ke tempat lainnya lebih disebabkan oleh faktor-faktor darurat, seperti perang, terusir dari tanah kelahiran, dan lain sebagainya.
Ada juga proses diaspora yang berlangsung secara alamiah. Bangsa Arab merupakan salah satu bangsa yang memiliki kemampuan berdiaspora sejak abad ketujuh, hingga Islam menyebar ke seluruh dunia. inilah semangat berdiaspora yang telah ditunjukkan oleh Bangsa Arab setelah diutusnya Nabi Muhammad sebagai Rasul. Di masa lalu, Islam dan Arab memiliki jejak sejarah yang penting. Selain Bangsa Arab, India dan Tiongkok juga merupakan bangsa yang memiliki kemampuan untuk berdiaspora dengan sangat baik.
“Sangat penting bagi kita untuk memahami proses diaspora setiap bangsa, agar kita tidak terjerumus dan terkurung dalam satu tempat yang mengakibatkan kita tidak bisa berkembang. Dan akhirnya kita menjadi terpinggirkan dalam segala hal,” ungkapnya.
Di era modern, globalisasi dapat mempercepat individu, kelompok, dan bangsa untuk berdiaspora. Bangsa yang memiliki kemampuan berdiaspora yang tinggi, memiliki etos kerja, dan menguasai iptek, maka dia akan menguasai dunia.
Ketika Muhammadiyah menggagas tentang agenda internasionalisasi, hal ini tentu harus dipahami dalam beberapa aspek. Pertama, diaspora kader. Kader Muhammadiyah harus memiliki pemikiran yang melintasi batas, baik dalam ranah fisik-geografis, alam pikiran, hingga psikologis. “Kita harus mempersiapkan Sumber Daya Manusia yang siap untuk berdiaspora, yaitu mereka yang siap berkompetisi dan memiliki keunggulan di atas rata-rata,” pesannya.
Kedua, diaspora program. Muhammadiyah harus memiliki program-program unggulan. Dalam hal ini Amal Usaha dapat menjadi tonggak untuk menghadirkan program-program yang berkemajuan. “Muhammadiyah terus mengupayakan berdirinya Universitas di Malaysia dan Amal Usaha dalam bidang pendidikan di Australia. Inilah salah satu usaha yang dilakukan Muhammadiyah untuk berdiaspora,” ungkap Haedar.
Ketiga, diaspora pemikiran. Muhammadiyah memiliki potensi yang sangat besar dalam hal pemikiran. Potensi ini terlihat jelas dari banyaknya Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang memiliki kualitas terbaik. “Kita yang tua harus percaya kepada yang muda. Kita harus mendorong mereka untuk mengeluarkan kemampuan dan pemikiran terbaiknya,” tutupnya. (diko)