Muhammadiyah Dorong Masyarakat untuk Melakukan Islah

MALANG, Suara Muhammadiyah – Gambaran tentang kondisi masyarakat Indonesia. Dalam menanggapi berbagai isu atau permasalahan yang berkembang di ruang publik, seringkali masyarakat kita tampil korektif. Namun sayang, tidak mampu memberikan jalan alternatif. Oleh karena itu Muhammadiyah mengajak kepada seluruh masyarakat untuk selalu melakukan islah (perbaikan), terutama untuk diri sendiri.

“Kita lebih sering berpikir kritis tanpa diikuti dengan jalan keluar yang bisa dipilih,” ujar Abdul Mu’ti dalam pengajian rutin yang diselenggarakan oleh Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dengan tema “Penguatan Ideologi dan Identitas Keagamaan Warga Muhammadiyah”, pada Jumat, 18 Desember 2020.

Abdul Mu’ti juga membahas mengenai perbedaan amar ma’ruf dan nahi munkar. Kata ma’ruf dapat diartikan sebagai hal yang baik. Bisa juga diartikan sebagai kebenaran yang datang dari tuntunan hukum agama.

“Definisi ma’ruf adalah kebenaran yang diekspresikan dengan benar. Jika kita melihat dari sisi sematik, pengertian dari ma’ruf mengarah kepada hal-hal yang positif,” tutur Guru Besar Ilmu Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut.

Berbeda dengan kata munkar, ia memiliki arti sebaliknya. Kata munkar banyak diterjemahkan sebagai sesuatu yang menyimpang, khususnya dalam hukum Islam. Adapun kata naha, merujuk pada perbuatan yang preventif.

“Kata naha itu lebih tepat dipahami sebagai cara membendung perbuatan yang dilarang, bukan memperbaiki perbuatan buruk yang sudah terjadi,” tandasnya.

Muhammadiyah punya cara sendiri untuk memaknai amar ma’ruf dan nahi munkar. Pertama, Muhammadiyah sebagai gerakan keagamaan. Kedua, Muhammadiyah adalah gerakan yang selalu berlandaskan pada ilmu. Dan terakhir, Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah yang berbudaya.

Ia juga sempat menyebutkan beberapa kejadan historis, tentang bagaimana pendiri Muhammdiyah menghadapi perbedaan dan masalah. Salah satunya saat K.H Ahmad Dahlan merasa bahwa arah kiblat Masjid Agung Yogyakarta berbeda dengan ilmu yang ia yakini. Ia tidak langsung merubahnya secara revolusioner, tapi mengedepankan diskusi yang berlandaskan ilmu.

“Ini bukti bahwa Muhammadiyah tidak asal bergerak, tapi selalu menomorsatukan aspek keilmuan,” paparnya.

Abdul Mu’ti kembali menerangkan bahwa Muhammadiyah harus selalu mengajak masyarakat pada islah. Ajakan ini harus dibarengi dengan ekspresi yang benar agar tidak timbul perpecahan.

“Menghadapi situasi akhir-akhir ini, kita dituntut untuk selalu melakukan islah (perbaikan). Bukan malah masuk di salah satu kubu dan membuat masalah lain,” pesannya di akhir materi. (diko)

Exit mobile version